Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Denyut Keraton di Pelataran Kedhaton

Kompas.com - 01/11/2016, 16:09 WIB

BAGI sebagian besar orang, Keraton Yogyakarta juga Keraton Surakarta mungkin hanya dikenal sebagai obyek wisata. Namun, hingga kini kehidupan di dalam tembok keratonnya terus berdenyut.

Di tengah modernitas zaman, para kerabat memaknai keraton yang sama-sama merupakan pecahan Mataram (Islam) ini tetap sebagai rumah dengan beragam aturan yang mati-matian dijaga dan (kemudian) diwariskan.

Tim Selisik Batik Kompas berkesempatan mencecap kehidupan keseharian keraton ini dalam rangkaian peliputan di Keraton Surakarta ataupun Keraton Yogyakarta pada 22-30 Agustus lalu.

Setelah mengurus izin peliputan dari jauh hari, Tim Selisik Batik bisa menelisik kehidupan di ceruk keraton yang selama ini tertutup bagi masyarakat umum.

Dari arsitektur bangunannya, terdapat kesamaan nama, penempatan, serta fungsi bangunan baik di Keraton Surakarta maupun Yogyakarta.

Bangunan inti di Keraton Surakarta adalah Dalem Ageng yang merupakan tempat persemayaman pusaka dan juga takhta Sunan Paku Buwono sebagai Raja Surakarta.

Bangunan utama untuk takhta bagi Raja Yogyakarta memiliki gaya arsitektur yang juga mirip dengan Keraton Surakarta disebut sebagai Dalem Ageng. Uniknya, baik Dalem Ageng di Keraton Yogyakarta maupun Surakarta berhadapan dengan halaman yang sama-sama disebut Pelataran Kedathon.

KOMPAS/RIZA FATHONI Abdi dalem menyapu pelataran Keraton Kasunanan Surakarta, Minggu (28/8/2016).
Di balik rantai yang dipasang untuk membatasi langkah para wisatawan, putri Sunan Paku Buwono XII, GKR Koes Moertyah Wandansari atau akrab disapa Gusti Mung, sibuk memberi makan beberapa ekor kucing yang dipeliharanya di Dalem Ageng, tempat paling sakral di Keraton Surakarta.

Kucing-kucing kampung beragam ukuran itu tampak patuh. Hampir semua kucing itu sudah disteril untuk menghindari ledakan populasi di dalam Keraton.

Pada pagi hari, Minggu (28/8/2016), ketika pintu gerbang keraton masih digembok, kucing-kucing itu pula yang menjadi penghuni halaman Dalem Ageng yang disebut sebagai Pelataran Kedhaton.

Pelataran Kedhaton ini tertutup hamparan pasir yang didatangkan dari Laut Selatan. Seiring datangnya pagi, sinar matahari menerobos di celah dedaunan 48 pohon sawo kecik yang menyesaki Pelataran Kedhaton.

Pohon sawo kecik yang ditanam sejak masa Paku Buwono X ini menjadi pohon yang selalu ada di halaman rumah para pangeran karena juga berfungsi sebagai penangkal petir.

Sepagi itu, tiga abdi dalem sudah mulai mengambil sapu lidi, lalu membersihkan sampah dedaunan hingga kotoran kucing yang berserakan di pasir Pelataran Kedhaton. Menyapu halaman di jantung kehidupan keraton ini menjadi rutinitas setiap pagi hari sebelum gerbang keraton mulai dibuka untuk wisatawan.

KOMPAS/MAWAR KUSUMA WULAN Bangsal Pradonggo di Pelataran Kedhaton Surakarta yang dulu berfungsi untuk kantor pengadilan.
Ketika memasuki halaman berpasir, wisatawan diwajibkan melepas sandal. Seorang abdi dalem sembari sibuk menyapu berbisik sambil menunjuk seorang bapak tua: ”Bapak itu bukan sekadar abdi dalem, beliau itu pangeran.”

Atribut bangsawan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com