UBUD, KOMPAS.com - Merek perhiasan John Hardy muncul ketika John Hardy, seorang seniman asal Kanada, menyambangi Bali pada 1970-an. Di Pulau Dewata ia menemukan ketenangan dan inspirasi, terutama dari para seniman yang membuat perhiasan khas lokal menggunakan tangan.
John Hardy langsung jatuh cinta pada Bali. Ia kemudian menetap di Ubud, dan mengajak beberapa seniman untuk membuat perhiasan handmade kualitas tinggi. Hasilnya adalah deretan perhiasan yang exceptional, diekspor ke beberapa negara, dipajang di butik-butik mewah kelas dunia.
"(Perhiasan) John Hardy dijual di beberapa toko mewah seperti 5th Avenue di New York, Hongkong, Rusia, juga negara-negara Eropa," tutur Director of Heritage, Hospitality, and Public Affairs John Hardy, Polly Purser kepada KompasTravel saat menyambangi lokasi workshop John Hardy di Ubud, Bali, beberapa waktu lalu.
"Desain kami terinspirasi oleh alam, juga hewan-hewan mistis dan legenda," tambah Polly.
Benar saja. Begitu memasuki tempat workshop, Anda akan disambut oleh ruangan dengan instalasi yang memajang deretan perhiasan khas John Hardy. Gelang, kalung, anting, cincin, dan berbagai perhiasan lainnya sungguh memikat mata. Gelang perak dengan ujung berbentuk kepala naga adalah salah satu trademark John Hardy.
BACA JUGA: Di Bali, Ada Pohon Beringin Berusia Lebih dari 500 Tahun
Saya kemudian diajak berkeliling ke beberapa ruangan. Pertama adalah Design Room, yang dikelilingi kolam serta hijaunya sawah. Ini ditujukan agar para desainer bisa menggambar tanpa tekanan.
"Di sini kami benar-benar memikirkan kesehatan dan kenyamanan pekerja. Di balik hasil produk yang baik, ada kesenangan karyawan yang tinggi," tutur Polly.
"Ada sekitar 700 pekerja di sini. Kalaupun mereka ketinggalan makan siang, ada afternoon tea tiap sore. Semua bahan makanan pun kami ambil dari tanah kami di sini," papar Polly.
Pembuatan desain semua produk John Hardy sama sekali tidak menggunakan komputer. Penggambaran dan pewarnaan dilakukan dengan tangan. Gambar tersebut dibuat di atas kertas dengan skala 1:1, alias sama seperti ukuran aslinya.
BACA JUGA: Blusukan ke Tabanan, Melihat Rumah Tradisional Khas Bali
Polly mengajak saya masuk ke beberapa ruangan berikutnya. Ada ruangan untuk waxing, alias membuat replika model produk menggunakan lilin. Model dari lilin tersebut kemudian dimasukkan ke dalam adonan semacam semen. Hasilnya adalah semen dengan cetakan desain produk yang diinginkan.
"Barulah material seperti emas atau perak dimasukkan ke dalam cetakan ini," tutur Polly.