Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Manis B737-200 di Indonesia

Kompas.com - 16/02/2017, 12:08 WIB

“Petugas ATC menyarankan pilot untuk membatalkan pendaratan di Palermo. Bagi pilot dari Eropa, hal itu sudah merupakan sesuatu yang sulit. Namun saya dan kopilot yakin dan akhirnya bisa mendaratkannya dengan baik. Feeling saya, keadaan itu sama seperti keadaan di daerah-daerah di Indonesia. Saya juga yakin, karena sudah mengenal pesawat jenis ini,” ujarnya.

Ciri khas lain adalah bentuk mesin yang lebih ramping dan memanjang. Mesin pesawat yang demikian ini mempunyai kelebihan sekaligus kekurangan.

Kelebihannya, menurut Kusmintardjo, drag (gaya hambat) pesawat lebih kecil dan lebih lincah bermanuver.

Namun demikian, jenis mesin ini pula yang menyebabkan pesawat ini harus mengakhiri kiprahnya.

Mesin yang panjang itu tidak mempunyai sistem peredam suara yang baik seperti halnya mesin bulat yang saat ini banyak dipakai di pesawat komersial.

Akibatnya, suara yang ditimbulkan B737-200 juga lebih keras. Suara yang sangat keras itu dikeluhkan menjadi polusi suara yang sangat besar oleh masyarakat di sekitar bandara.

Selain itu, dengan mesin yang lebih panjang, jet blast (semburan dari hasil kerja mesin jet) yang dihasilkan juga semakin dekat dengan landasan.

Saat posisi pesawat mendongak pada waktu lepas landas atau mendarat, jet blast pesawat akan mudah merusak lapisan aspal landasan pacu.

Hal ini banyak dilekuhkan oleh pengelola bandara karena harus lebih sering memperbaiki landasan pacunya.

Mesin jet yang “apa adanya” itu juga lebih boros dibanding dengan mesin-mesin terbaru. Pesawat yang boros akan mengakibatkan biaya operasional yang sangat besar.

Persaingan bisnis yang makin ketat, menuntut maskapai untuk semakin meminimalisir biaya sehingga bisa menjual tiket dengan lebih murah.

Akhirnya dengan pertimbangan ekonomi, maskapai banyak meninggalkan pesawat ini dan menggantinya dengan pesawat baru yang lebih irit bahan bakar.

Pelarangan penggunaan B737-200 di banyak negara Eropa dan Amerika pada tahun 1990-an itu ternyata membawa berkah pada dunia penerbangan Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com