Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Apa Itu Matcha?

Namun, apa sebenarnya matcha itu? Ratna Somantri, seorang pakar teh, menyebutkan bahwa matcha adalah teh hijau bubuk dari Jepang yang dibuat dari teh khusus dan diolah dengan metoda khusus.

“Di Jepang, mayoritas orang minumnya green tea (teh hijau),” ungkap Ratna saat ditemui di Jakarta, Senin (29/1/2018). Ratna merupakan seorang konsultan teh, certified tea specialist, tea sommelier, dan penulis buku “Kisah & Khasiat Teh” dan “The Story in A Cup of Tea”, dan salah satu pendiri www.pasarteh.com.

Jepang mengenal dua cara menanam teh, yaitu teh ditanam secara terbuka atau terkena sinar matahari langsung dan teh ditanam secara tertutup. Cara menanam dengan tertutup ini dapat menghasilkan teh-teh berkualitas tinggi.

Ratna menjelaskan teh yang ditanam secara tertutup hanya mendapatkan sinar matahari sekitar 10-30 persen. Hasilnya adalah daun teh dengan rasa dan aroma yang lebih unik juga warna lebih cantik. “Hijau daun jadi lebih terang,” kata Ratna.  

Teh yang ditanam secara tertutup antara lain tencha dan gyokuro. Tencha kemudian ditumbuk hingga menjadi bubuk atau disebut matcha. Daun teh hijau dipetik biasanya dipetik pada awal musim semi yaitu pada awal April sampai awal Mei.

Proses pengolahan tencha dan gyokuro tak jauh berbeda. Pada gyokuro, daun teh dipilin hingga berbentuk jarum, sementara tencha tidak melewati proses daun yang dipilin.

Ratna menuturkan daun teh hijau dikeringkan dengan proses penguapan pada suhu tertentu. Pada proses tencha menjadi matcha, tulang daun teh hijau dihilangkan. Daun teh kemudian disimpan dalam guci pada suhu dan kelembaban tertentu. Lalu daun teh digiling secara perlahan dengan batu giling hingga menjadi bubuk halus.

Matcha erat kaitannya dengan tradisi upacara minum teh di Jepang. Ratna menuturkan mulanya teh diperkenalkan ke Jepang dari China pada masa Dinasti Tang yaitu sekitar 600-900 masehi. “Bentuknya powder (bubuk), tetapi tidak sama seperti matcha,” katanya.

“Sedangkan di China yang sebenarnya asalnya, sudah tidak ada lagi yang seperti itu,” ungkap Ratna.

Upacara minum teh ala Jepang atau chanoyu populer di tahun 1400-an masehi. Teh yang digunakan adalah matcha yang terkenal berkualitas tinggi.

Hingga saat ini, matcha tergolong teh mahal di Jepang karena kualitasnya yang tinggi. Namun, matcha sendiri memiliki beberapa grade (peringkat) kualitas. Tentu saja semakin berkualitas, harganya semakin mahal.

Sebagai gambaran, Ratna menuturkan matcha untuk upacara minum teh, harganya bisa sekitar Rp 400.000 untuk kemasan 40 gram. Harga matcha termurah yang biasa untuk kebutuhan masak (kitchen grade), di kisaran Rp 500.000 untuk kemasan 1 kilogram.

Ratna menambahkan, biasanya matcha yang dibuat dari daun teh yang dipanen awal musim semi menghasilkan matcha berkualitas. Tentu harganya pun jadi lebih mahal dibanding matcha hasil daun teh yang dipanen bukan pada musim semi.

Matcha yang Populer

Ada alasan tertentu mengapa matcha begitu populer di dunia, dibanding teh Jepang lainnya misalnya gyokuro. “Matcha populer karena bisa diolah jadi makanan dan minuman,” tutur Ratna.

Ratna menjelaskan rasa matcha cenderung polos dan tidak pahit. Rasanya yang polos ini pun cocok dikreasikan ke berbagai hidangan makanan seperti kue hingga olahan minuman. Ratna sendiri mengaku lebih menyukai matcha latte (minuman seduhan matcha dicampur susu) dibanding seduhan matcha itu saja.

Dalam buku “The Tea Industry” (2000), penulisnya Nick Hall menyebutkan matcha yang sebelumnya digunakan dalam upacara minum teh, kini hadir dalam berbagai produk. Matcha diaplikasikan mulai dari es krim, kue, bahkan mi soba.

Hall juga menyebutkan bahhwa konsumsi satu cangkir seduhan matcha dipandang sama dengan meminum 10 cangkir seduhan daun teh hijau. Matcha kaya zat katekin yang baik untuk kesehatan. Dengan semakin meningkatnya peran teh hijau untuk kesehatan, matcha memiliki potensi penjualan yang cukup besar.  

Produk kue matcha di toko ini diberi nama Darren’s Greenies. Fanda menuturkan pihaknya telah membuat matcha cake sejak tahun 2013. Dari 22 macam kue di Sugabites Patisserie, Darren’s Greenies masuk peringkat ketiga kue paling laris.

Darren’s Greenies tersedia dalam berbagai ukuran mulai dari petite (bites) sampai ukuran 28 centimeter. Pada situs resmi Sugabites Pattiserie disebutkan harga untuk ukuran bites adalah Rp 18.000. Fanda mengaku untuk outlet di Jakarta, pihaknya bisa memproduksi 500-600 Darren’s Greenies ukuran bites dalam sebulan.

Menurut Fanda, kue-kue dari Sugabites Patisserie tidak memakai pewarna buatan. Selain itu, kue-kue dibuat menggunakan bahan alami terutama buah. Khusus untuk Darren’s Cake, warna hijau pun didapat dari matcha.

“Jadi green-nya diambil dari matcha. Color cakes kita tidak berwarna-warni,” katanya.
 
Ia membeli matcha khusus untuk baking yang asli dari Jepang. Karena merupakan bahan alami, warna matcha tidak konsisten setiap diolah menjadi kue. Sehingga setiap membuat kue matcha, warna hijau yang dihasilkan tidak selalu sama persis dengan kue yang sebelumnya sudah dibuat.

“Semua bahan fresh atau buah juga sama. Tidak bisa 100 persen persis warnanya,” kata Fanda.

Sementara itu, kedai kopi Starbucks di Indonesia sudah beberapa tahun ini menjual produk teh yaitu Teavana. Menurut Marketing Communication & CSR Manager Starbucks, Yuti Resani, Teavana memiliki penggemarnya sendiri. Walaupun ia mengakui penjualan kopi di Starbucks masih tetap terbaik.

Salah satu minuman berbasis teh di Starbucks Indonesia adalah Green Tea Latte. Minuman Green Tea Latte ini, kata Yuti, dibuat dari matcha. Yuti menuturkan bahwa Green Tea Latte merupakan salah satu minuman favorit di Starbucks Indonesia.

“Untuk Green Tea Latte, minuman tersebut merupakan ‘top lima’ minuman favorit di Starbucks Indonesia,” kata Yuti.

https://travel.kompas.com/read/2018/02/04/120700027/apa-itu-matcha-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke