Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jalan-jalan ke Air Terjun Kedung Pedut Kulon Progo, Oh Indahnya...

Air jernih dan kebiruan dari Gunung Kelir, sebuah gunung kapur di antara Kulonprogo dan Purworejo, mengalir sepanjang sungai dan melintasi riam serta menciptakan air terjun bertingkat-tingkat hingga ratusan meter, dari ukuran setinggi pintu maupun air terjun belasan meter.

Tempat ini dinamai Kedung Pedut, salah satu andalan Kulon Progo. Panorama lembah, riam dan jeram serta airnya bak lukisan. Wisatawan yang datang pasti tergoda untuk langsung berendam serta berkecipak di sungai itu. 

Seperti halnya Rivaldi, mahasiswa asal Bekasi yang sedang mengisi libur semester. Ia bertelanjang dada bermain di bawah salah satu riam.

Airnya yang bening dan dingin dalam jumlah besar mengalir jatuh tak henti melewati riam itu dan menimpa Rivaldi. Rekannya mengabadikan tingkah Rivaldi. Dua temannya menunggu giliran sambil berendam.

“Bagus banget. Setelah Cilember di Bogor, kini saya temukan di Kulon Progo,” kata Rivaldi.

Riam setinggi satu setengah meter itu satu dari banyak riam di tempat wisata air terjun yang dinamai Kedung Pedut. Di tempat Rivaldi bermain ini merupakan salah satu riam sebelum menuju ke pintu keluar kawasan wisata.

Di situ, terdapat bertumpuk-tumpuk batu kapur yang ukurannya melebihi binatang kerbau tiap batunya. Air yang berlimpah meluncur deras dari sela-sela batu, turun ke bawah lantas menciptakan kolam lebar.

Di bagian atas riam terdapat jembatan bambu lebar satu meter untuk wisatawan melintas dari satu sisi tebing ke tebing lain. Dari jembatan itu, siapapun bisa menyaksikan ramainya wisatawan berendam di kolam lebar. Keramaian itu kerap jadi latar foto.

Jatuhan air yang deras, cipratan air membentuk embun, dan keramaian kolam di bawahnya, serta air yang mengalir dari kolam ke riam berikutnya, seperti sebingkai foto. Dari sudut manapun tetap terasa indah sebagai latar belakang swafoto.

Sebelum menceburkan diri ke kolam besar itu, Rivaldi dan teman-temannya sudah menyempatkan diri foto dari atas jembatan. Kini, setelah berendam di dinginnya kolam itu, mereka makin ‘gila’ foto.

Rivaldi mengatakan, ia tergoda cerita seorang teman yang memiliki kerabat di Wates, ibukota Kulonprogo. Katanya, alam Kulonprogo dan sekitarnya tak kalah indah dengan alam di Bogor, Jabar. Rivaldi dan tiga temannya memutuskan wisata ke sana dan menginap di Wates sejak Selasa lalu. 

Sesampai di Wates, mereka terus piknik ke sana ke mari, di antaranya Kebun Buah Mangunan dan Dlingo yang tak Jauh dari Kulonprogo. Air terjun Kedung Pedut didatanginya pada Jumat lalu.

Keindahan alam Yogyakarta memang nyata. “Sungguh tidak mengecewakan,” kata Rivaldi.

 Kolam Berkabut

Kedung Pedut destinasi wisata air terjun yang belum lama berkembang di Girimulyo, Kulonprogo. Airnya datang dari Gunung Kelir yang konon penuh destinasi wisata alam, seperti Kembang Soka, Taman Sungai Mudal, Gua Kiskendo, atau yang tidak lebih jauh dari sana adalah Grojokan Sewu dan air terjun Ketawing.

Dulunya, kata Subowo, anggota Kelompok Sadar Wisata Alam Menoreh Curug Kedung Pedut, riam dan air terjun itu bukan apa-apa. “Dianggap kawasan mistik saja oleh warga,” kata Subowo.

Sekelompok mahasiwa dari Yogyakarta yang tengah melaksanakan KKN di dusun itu pada 2013 terpesona dengan Kedung Pedut dan riam-riam yang ada. Sejak kehadiran mahasiswa itu, Kedung Pedut mulai dilirik dan semakin ramai di media sosial. Warga Dusun Kembang pun memutuskan menggarap lebih serius sebagai destinasi wisata baru.

“Warga sini kan ada yang kerja di obyek wisata curug (air terjun) di tempat lain. Beberapa di antaranya memutuskan untuk mengembangkan tempat ini,” katanya.  

Riam yang banyak merupakan daya tarik. Aliran airnya tidak membentuk pusaran, kolam-kolam yang tercipta dari jatuhan air juga tidak dalam serta aman bagi anak-anak bermain. Selain itu, air tak deras dan mudah dilewati pengunjung.

“Tidak kalah dengan obyek curug (air terjun) lainnya,” kata Subowo.

Bila ditarik garis lurus, kemiringan sungai bisa 45 derajat, meski berkelok-kelok. Dari banyak riam yang ada, dua di antaranya memiliki riam sangat tinggi yang membuat air terjun di situ menjadi indah. Salah satu riam setinggi 15 meter dan terletak tersembunyi.

“Air terjun inilah yang dinamai Kedung Pedut. Kedung berarti kolam alami, pedut berarti kabut. Kabut yang tercipta dari kolam alami,” kata Subowo.

Warga membuat jalan setapak hampir 500 meter menyusur tebing menuju pinggir tepi sungai agar wisatawan yang ingin menyaksikan panorama lembah bersungai dan air terjun. Jalan itu bentuk tangga alam dari tanah keras, batu, ataulah gelondongan bambu.

Pemandangan sepanjang jalan setapak itu berupa tebing miring berlumut yang dipenuhi pohon di salah satu sisi, dan jurang tak terbatas kedalamannya di sisi lain. Demi keamanan, warga juga membangun pagar pengaman sepanjang jalan.

Lingkungan di sepanjang jalan setapak itu dibiarkan alami. Beragam pohon hutan dan bambu yang batangnya sebesar pelukan sesekali bisa ditemui. Bahkan ada juga pohon-pohon cokelat sisa kejayaan perkebunan warga.

Warga juga membangun jembatan-jembatan yang melintang dari satu tubir ke tubir lain, membuat cara pandang berbeda pada keindahan panorama.

Semua fasilitas di destinasi ini dibangun melewati 22 bidang tanah milik warga dusun.

“Pemilik lahan mendapat bagi hasil adil per triwulan,” katanya.

Subowo mengatakan, modal pembangunan awal berasal dari swadaya masyarakat. Mereka tidak sendiri. Warga bekerja sama dengan praktisi pariwisata hingga kelompok mahasiswa.

“Mulai babat alas 5 Januari 2015 dan mulai dibuka sebagai tempat wisata pada Juni 2015. Awalnya dibangun dengan 100 sak semen dari sokongan warga,” kata Subowo

Apa yang dibangun membuat hampir semua sudutnya menarik jadi latar belakang foto, termasuk batu-batu kapur berwarna putih sebesar bak truk di tengah sungai, atau tumpukan-tumpukan batu kapur yang menciptakan jeram, jembatan bambu, hingga kolam, semua sangat asyik jadi latar foto.

Kini, Kedung Pedut semakin berkembang. Pokdarwis dan warga pemilik lahan juga mengembangkannya dengan 7 warung makan dengan sajian serba murah, tiga toilet bersih, tiga gazebo cantik, dua gardu pandang, hingga mushola.

Jadi, sepanjang jalan-jalan ke sana, wisatawan tetap akan merasa nyaman. Dengan seluruh keindahan dan fasilitas yang tersedia, pengunjung kedung itu pernah sekitar 2.000 tiket masuk terbeli sehari di tahun baru 2017.

Tanjakan Tajam

Kedung Pedut tidak sulit didatangi. Destinasi ini berada 16 kilometer dari kota Wates, ibukota Kulonprogo. Mobil dan motor bisa menjangkau obyek wisata ini. Hanya saja, menuju ke sana berarti akan melewati jalan menanjak dan sempit.

Waspadalah pada banyaknya jalan menanjak cukup panjang yang muncul mendadak di sebuah tikungan. Bila berkendara dengan roda dua tentu akan sering agak kesulitan. Maka, sebaiknya memang menggunakan kendaraan yang benar-benar fit.

Tidak perlu ragu berkendara dengan mobil roda 4. Mobil bisa tiba ke sana. Motor matic justru tidak disarankan.

“Memang ada beberapa tanjakan ekstrem. Matic justru berbahaya saat turunan karena lebih banyak main rem,” kata Nining, seorang wisatawan lokal yang sudah sering bolak-balik piknik ke Girimulyo.

Namun, semua kesulitan dalam perjalanan akan terbayar ketika menemukan keindahan Kedung Pedut.

Selama piknik tidak perlu harus menggunakan sepatu karena pasti tergoda untuk menceburkan diri ke airnya yang dingin dan jernih. Sandal jepit atau sandal gunung justru lebih tepat.

Sepatu diving malah jadi pilihan paling bagus. Dengan sepatu itu, wisatawan akan lebih aman ketika berjalan di air sungai karena batu-batu kapur di dalamnya tajam dan bisa melukai bila tak hati-hati.

Agaknya hampir semua wisatawan akan tergoda untuk berendam di airnya yang jernih itu. Jadi, alangkah lebih baik membawa pakaian ganti.

Wisatawan juga tidak perlu kawatir kelaparan. Banyak sekali jajanan murah sepanjang perjalanan di wisata ini. Seluruh warga dan Pokdarwis menyepakati niat bersama untuk membangun tempat jajanan yang bisa menghidupi warga.

Sepiring mie instan pakai telur seharga Rp 6.000. Secangkir kopi Rp 3.000. Sebotol air mineral ukuran sedang 60 ml juga Rp 3.000. Lantas apa saja sajian di warung, tentu makanan khas seperti nasi kucing, geblek atau camilan khas dari sagu kenyal khas Kulonprogo.

“Semua warung diseragamkan biar warga merasa nyaman dan mau mampir. Biar wisatawan tidak perlu berat-berat bawa bekal,” kata seorang penjaga salah satu warung di kawasan Kedung Pedut.

https://travel.kompas.com/read/2018/02/25/181500627/jalan-jalan-ke-air-terjun-kedung-pedut-kulon-progo-oh-indahnya-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke