Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Liya Togo, Sisi Lain Wakatobi yang Perlu Dijelajahi

Itulah salah satu sudut Desa Liya Togo, di sisi selatan Pulau Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Dari sanalah, bahan baku makanan tradisional khas masyarakat Wakatobi diperoleh.

Singkong adalah bahan baku untuk membuat kasoami. Sementara kedondong, tidak saja buahnya yang diperlukan, tapi juga daunnya, sebagai salah satu pelengkap parende, sejenis sayur asam.

Sebelum beras, masyarakat Liya Togo mengandalkan kasoami sebagai makanan pokok. Kasoami merupakan makanan yang pengolahannya diparut, diperas, dan dikukus, sebelum tersaji sebagai makanan yang bisa dibubuhi sayur dan lauk apa saja.

"Dulu nasi hanya di hari-hari besar. Sebelum Ramadhan, dan pas masuk Ramadhan. Beras ada karena kita harus buat Lapa," tutur Mursida pada Kompas.com, tengah pekan ini.

Namun, untuk menanam padi di daerah ini tidak mudah. Cangkul dan bajak sudah pasti tak bisa digunakan untuk menggemburkan tanah.

La Isa (70), petani Liya Togo membeberkan, untuk menanam singkong, mula-mula ia harus menyisir celah-celah di antara bebatuan. Di celah-celah batu itu lalu dibuat lubang, menggunakan linggis. Selanjutnya, lubang itu diisi dedaunan kering, sebagai unsur penyubur dan perekat dengan tanah.

Kebiasaan hidup sehari-hari masyarakat Liyo Togo seperti ini bisa menjadi salah satu alternatif jalan-jalan di Wakatobi, selain tentu saja alam bawah lautnya.

Di Liya Togo, wisatawan tak hanya dapat menyaksikan sisi laut dari Wakatobi. Selain bisa melihat dari dekat kehidupan masyarakatnya, wisatawan dapat mengunjungi situs masjid dan makam dalam Benteng Keraton.

Dahulu, Wakatobi merupakan bagian dari wilayah Kesultanan Buton. Dan di Liya Togo inilah, kepanjangan tangan pemerintahan Sultan Buton itu berlangsung.

Di sini, selain masjid, juga terdapat situs budaya berupa bangunan yang disebut baruga. Bangunan kayu ini merupakan tempat masyarakat bermusyawarah, yang dipimpin oleh seorang Miantu, sebutan untuk pimpinan adat di sini.

Memasuki kawasan situs sejarah dan budaya ini, ada ketentuan yang harus dipatuhi pengunjung. Seperti halnya tamu yang harus memakai sorjan dan kemben saat hendak mengunjungi situs warisan Mataram di Kotagede, Yogyakarta, hal serupa juga diberlakukan di sini.

Sedangkan, kaum perempuan, harus mengenakan sarung itu dengan mengikatnya di salah satu pundak. "Di kiri buat yang belum menikah. Dan di kanan buat yang sudah menikah," tutur Mursida.

Mengelilingi Benteng Liya dengan pakaian adat pastilah membuat pengunjung berkeringat. Namun, jangan khawatir, begitu keluar dari lingkar utama Benteng Liya, pengunjung yang membeli paket wisata Liya Togo, langsung disuguhi Jus Sampalu, jus yang terbuat dari buah asam.

Minuman penghapus dahaga ini seperti mampu mengusir keletihan sementara, untuk selanjutnya pengunjung disuguhkan atraksi wisata pembuatan kain tenun tradisional.

Setelah setengah harian dengan pengalaman tur Liya Togo, operator paket wisata ini, Pokdarwis Kepooli, menyajikan makan siang dengan menu khas setempat. Ada kasoami, parende, dan seafood, yang dihidangkan di tepi Pantai Liya Togo yang bening itu.

https://travel.kompas.com/read/2018/03/26/154500227/liya-togo-sisi-lain-wakatobi-yang-perlu-dijelajahi-

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke