Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bangkai Kapal Perang Vasa dengan Kisah Memalukan sekaligus Luar Biasa

Dalam artian itu, kunjungan ke Vasa Museum di Stockholm, Swedia, tergolong kegiatan dark tourism.

Pada 28 April lalu dalam suhu agak dingin, sekitar 10 derajat celcius, saya berkesempatan mengunjungi museum itu.

Kunjungan tersebut diagendakan Scania, perusahan pembuat truk dan bus terkemuka asal Swedia. Scania dengan distributornya di Indonesia, yaitu United Tractors mengundang enam wartawan, termasuk Kompas.com, dari Jakarta untuk melihat pabrik mereka di Soderttalje, di pinggiran Stockholm.

Setelah serangkaian acara di pabrik dan kantor Scania, kami dijadwalkan melihat-lihat kota Stockholm sambil menunggu jadwal penerbangan pulang ke Jakarta.

Spot utama yang dituju adalah Vasa Museum itu. Museum tersebut sangat populer sebagai tujuan wisata.

Kami tiba sekitar pukul 10.00 waktu setempat. Antrean di loket pembelian tiket sudah mengular. Namun kami tidak harus mengantre tiket. Pemandu wisata kami, Kirsti, telah membelikan tiket sebelumnya.

Di ruangan setelah pintu masuk tersedia brosur informasi tentang museum itu dalam beragam bahasa. Pada jam-jam tertentu ada tur dalam bahasa Inggris dan bahasa lain juga yang diselenggarakan secara cuma-cuma oleh pengelola museum.

Harian setempat, The Local, pada 4 September 2017melaporkan, jumlah pengunjung museum itu tahun 2016 sebanyak 1,3 juta orang. Khusus pada musim panas, itu berarti hanya tiga bulan dari Juni hingga Agustus, pengunjung tercatat 750.355 orang.

Angka itu merupakan rekor jumlah kunjungan musim panas tertinggi dalam sejarah museum tersebut.

Ramainya pengunjung membuat kunjungan ke tempat yang beraroma kematian dan tragedi itu tidak lagi menyeramkan. Orang dewasa dan anak-anak lalu lalang di sana.

Vasa Museum sebenarnya masuk kategori museum maritim, kira-kira seperti Musim Bahari di Jakarta Utara.

Sekadar membandingkan, Museum Bahari selama enam bulan, dari Januari hingga Juni 2017, jumlah wisatawannya 17.123 orang. Selama setahun pada 2016, jumlah pengujungnya tercatat hanya 38.310 orang.

Apa istimewanya Vasa Museum atau Museum Vasa itu?

Museum tersebut hanya punya satu koleksi. Ya, satu koleksi, yaitu sebuah kapal laut utuh berusia hampir 400 tahun. Vasa merupakan nama kapal perang Swedia yang dibuat pada awal abad ke-17.

Kapal kayu itu masih tampak kokoh dengan ukiran dan patung-patung yang menawan.

Sejarah kapal itu terbilang luar biasa. Setelah 333 tahun terkubur di dasar laut Baltik, kondisinya tetap utuh termasuk saat diangkat dari dasar laut.

Sosok kapal itu dan ornamennya menggambarkan sebuah situasi sosial politik pada masanya. Kisah kapal itu menceritakan sebuah mimpi besar yang berujung pada kegagalan memalukan.

Namun, Swedia mengubah tragedi memalukan itu menjadi sebuah dagangan pariwisata yang populer. Dari sisi turisme, kapal itu telah menjadi sebuah kesuksesan besar.

Situs museum itu, vasamuseet.se/en, menyebutkan, pembuatan kapal perang itu dulu diperintahkan Raja Swedia, Gustav II Adolf. Tujuannya demi meningkatkan kekuatan militer negaranya.

Pencapaian tujuan itu mendesak karena Swedia ketika itu terlibat perang dengan Persemakmuran Polandia-Lithuania.

Saat ketegangan regional makin meningkat, Vasa diharapkan dapat menjadi salah satu kapal perang paling kuat pada masanya. Ironisnya, kapal itu justru tenggelam bukan oleh senjata musuh, tetapi oleh embusan angin akibat kegagalan kontruksi.

Yang lebih memalukan lagi, kapal itu tenggelam hanya beberapa saat setelah meninggalkan pelabuhan Stockholm pada pelayaran perdananya. Peristiwa itu disaksikan ribuan penduduk Stockholm yang menonton pelayaran perdana itu.

Dibuat Orang Belanda

Kisah Vasa bermula pada Januari 1625, saat Gustav II Adolf menandatangani kontrak dengan ahli pembuat kapal asal Belanda, Henrik Hybertsson, dan mitra bisnisnya, Arendt de Groote.

Berdasarkan kontrak, kedua orang itu akan membuat empat kapal baru untuk Gustav, salah satunya Vasa. Tahun 1626, pembuatan kapal Vasa  dimulai. Ketika kapal mulai dibuat dengan menggunakan kayu-kayu oak terbaik Swedia, si ahli kapal jatuh sakit dan meninggal tahun 1627.

Setelah kematian Hybertsson, asistennya, Hein Jakobsson, bertanggung jawab atas proyek tersebut.

Proyek dilanjutkan dan Vasa diluncurkan pada musim semi 1627. Pada waktu hampir bersamaan, Hybertsson meninggal dunia. Kapal itu siap dioperasikan pada musim panas 1628.

Vasa panjangnya 69 meter dengan tinggi 50 meter. Kapal berbobot lebih dari 1.200 ton, dan memiliki 10 layar, 64 meriam, 120 ton pemberat, dengan ratusan patung di sekelilingnya.

Vasa benar-benar menjadi kapal perang yang mengesankan untuk dilihat, meskipun punya masalah, yaitu tidak stabil.

Salah satu sebab ketidakstabilan Vasa adalah banyaknya perubahan saat proses pembuatan. Misalnya, berdasarkan rencana awal, Hybertsson membuat  dua kapal berukuran kecil dan dua yang lebih besar. Dua yang kecil itu panjangnya 39 meter sementara dua yang lainnya berukuran 41 meter.

Para pejabat angkatan laut Swedia masa itu tampaknya sudah menyadari masalah yang ada pada Vasa. Pada musim panas 1628, kapten yang mengawasi pembangunan kapal, Söfring Hansson, memanggil Wakil Laksamana Klas Fleming ke Vasa.

Hansson khawatir dan menyatakan keprihatinannya kepada laksamana itu bahwa kapal tersebut tidak stabil, dan tidak aman untuk berlayar.

Untuk membuktikan hal itu, si kapten menyuruh 30 awaknya berlari bolak-balik di dek. Kapal pun oleng. Khawatir Vasa akan tenggelam jika orang-orang itu terus berlari, Fleming perintahkan demonstrasi itu dihentikan.

Meskipun demikian, Fleming, yang berada di bawah tekanan raja, memerintahkan sang kapten untuk tetap berlayar.

Kapal Tenggelam

Pada 10 Agustus 1628, Vasa memulai pelayaran perdananya. Sekitar 1.300 meter kemudian, embusan angin menerpa kapal. Kapal oleng dan air mengalir masuk. Dalam beberapa menit, Vasa tenggelam. Sejumlah awaknya tewas.

Penyelidikan segera diluncurkan setelah itu. Kesalahan ditimpakan pada Hybertsson. Ahli kapal, yang sudah meninggal itu tentu tidak bisa membela diri dan tidak bisa dihukum pula. Dengan demikian, kasus itu ditutup.

Namun, Vasa tidak sepenuhnya dilupakan. Beberapa dekade setelah tragedi itu, sejumlah upaya dilakukan untuk menaikkan kapal dari dasar laut. Namun tidak berhasil.

Pada tahun 1660-an, tim penyelam berhasil menyelamatkan sejumlah meriam kapal. Vasa kemudian ditinggalkan sendirian di dasar Laut Baltik, dan memudar dari ingatan manusia.

Tahun 1950-an, muncul lagi upaya untuk mengangkat bangkai kapal itu.

Upaya mengangkat kapal itu akhirnya berhasil tahun 1961, atau setelah 333 tahun kapal terkubur di dasar laut di depan Kota Stockholm.

Kondisi air tempat Vasa berada justru membuat kapal itu awet dan nyaris utuh 100 persen. Setelah kapal itu diangkat dari laut, kondisinya justru mulai memburuk dan menuntut perawatan. Upaya perawatan berlangsung hingga saat ini.

Namun, Vasa terus menarik perhatian di Swedia. Kapal itu menjadi simbol masa adikuasa negara itu, saat Swedia merupakan kekuatan utama di Eropa, dan memegang kendali atas sebagian besar wilayah Baltik.

Turis pun kini datang berbondong-bondong. Juru bicara museum itu, Martina Siegrist Larsson, mengonfirmasi hal itu. 

“Kami memiliki sebuah penawaran yang sangat menarik, kapal yang hampir berusia 400 tahun dalam kondisi hampir sempurna, dan menurut saya jumlah pengunjung itu merupakan tanda persetujuan akan hal itu,” kata Martina Siegrist Larsson kepada The Local.

Kepala museum, Lisa Månsson, dalam sebuah pernyataan mengemukakan, “Salah satu alasan utama keberhasilan adalah kami dapat menawarkan kepada banyak pengunjung kesempatan untuk ambil bagian dalam sejarah Vasa dalam bahasa mereka sendiri. Pada puncak musim kunjungan, kami punya staf museum yang berbicara total 14 bahasa. Itu berarti, kami dapat memamerkan kapal sambil menawarkan pengalaman yang dipersonalisasi, yang melampaui batas budaya.” 

https://travel.kompas.com/read/2018/06/04/160300227/bangkai-kapal-perang-vasa-dengan-kisah-memalukan-sekaligus-luar-biasa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke