Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Nikmatnya Lontong Tuyuhan Rembang, Apalagi Dimakan Pedas

Bila, Anda ingin merasakannya, datanglah ke Desa Tuyuhan, Kecamatan Pancur. Di tempat tersebut, banyak yang berjualan lontong tuyuhan. Kalau merasa kejauhan, datang saja ke Alun-alun Kendal, bila malam hari.

Di sini, juga ada beberapa penjual lontong tuyuhan. Salah satunya adalah, Mustofa (70). Lokasi berjualannya bapak beranak tiga ini, yang tinggal di Desa Tuyuhan tersebut berada di depan Masjid Agung Rembang.

"Sudah puluhan tahun saya jualan lontong tuyuhan. Dulu, dengan menggunakan pikulan, saya berkeliling dari kampung ke kampung,” kata Mustofa, Minggu (17/6/2018) malam.

Menurutnya, karena fisiknya sudah tidak kuat, sejak tahun 2000-an, dirinya mangkal di alun-alun Rembang.

“Tidak capek. Tapi di sini ramainya pas hari libur. Kalau hari biasa agak sepi,” ujarnya.

Lontong tuyuhan, menurut Mustofa, hampir sama dengan lontong opor. Namun racikan bumbunya berbeda. Perbedaan lainnya, kalau lontong opor, lontongnya panjang, sedang lontong tuyuhannya biasanya lontongnya berbentuk segi tiga.

Ia mengaku, mempunyai resep khusus supaya lontong tuyuhannya bisa segar dan nikmat. Resep itu, tidak boleh bocor, karena rahasia perusahaan.

“Racikan bumbu itu warisan dari orang tua saya, yang juga seorang penjual lontong tuyuhan,” katanya.

Asal-usul lontong tuyuhan, menurut cerita Mustofa, tidak lepas dari sosok Sunan Bonang yang bernama asli Raden Makdum Ibrahim. Konon, pada saat itu, lanjutnya, beliau sedang menyebarkan agama Islam di daerah Rembang.

Dalam proses penyebaran agama Islam tersebut, Sunan Bonang bertemu dengan Blancak Ngilo yang selalu memusuhi beliau. Sunan Bonang, sudah mencoba menggunakan cara halus supaya Blancak Ngopi tidak memusuhinya.

Rupanya usaha Sunan Bonang, tidak mempan. Akhirnya Sunan Bonang menggunakan cara keras. Dimanapun Blancak Ngilo berada Sunan Bonang selalu memburunya.

Suatu ketika, Sunan Bonang memergoki Blancak Ngilo sedang makan opor ayam dengan lontong di tengah sawah. Blancak Ngilo pun lari terbirit-birit ketakutan, hingga tanpa disadari ia kencing di celana.

Rasanya Segar

Rasa Lontong Tuyuhan memang segar. Ini memang karena dimakan dengan kuwah dan ayam. Harganya bermacam-macam macam, karena tergantung besar kecilnya ayam dan banyak sedikitnya lontong yang diminta pembeli. Kalau dirata-rata, harganya Rp 20.000 per porsi.

Kenikmatan lontong tuyuhan ini diakui oleh Oasis (18). Laki-laki asli Semarang ini, mengaku selalu menyempatkan diri datang alun-alun bila ke Rembang. Menurutnya lontong tuyuhan Rembang ini sangat sedap bila dimakan pedas. Rasanya merasuk, dan bisa keringatan.

“Saya kira yang membedakan, ya, pedasnya ini. Kalau tidak pedas, ya, kayak lontong opor,” katanya sambil tersenyum.

Oasis, mengatakan penjual lontong tuyuhan langganannya adalah Mustofa. Ia mulai kenal dan suka lontong tuyuhan, pertama beli di Mustofa.

“Nenek saya yang sudah almarhum yang mengajak saya jajan disini. Sekalian mengenang nenek,” ujarnya.

“Kalau saya tidak mempunyai langganan. Pokoknya makan saja. Kebetulan parkir mobil saya di samping masjid dan ini yang dekat, ya, saya beli di sini,” katanya.

Azis menyukai lontong tuyuhan sekitar 5 tahun lalu saat ke Semarang dan pulangnya mampir di Rembang lalu beli lontong tuyuhan. Setelah itu ketagihan,” katanya.

https://travel.kompas.com/read/2018/06/18/153200227/nikmatnya-lontong-tuyuhan-rembang-apalagi-dimakan-pedas

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke