Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Turis Italia dan Jerman Terpikat dengan Tradisi Berkuda Rongga

Sebanyak 12 tamu mancanegara itu diundang oleh Pastor Tus Mansuetus, SVD, seorang misionaris asal Kampung Sambikoe yang mengemban karya misi di Italia.

Rabu sore, sekitar 16.40 Wita, delapan penunggang kuda dari Kampung Lekolembo sudah siap di pintu gerbang Jembatan Waemokel dijaga aparat kepolisian Sektor Kota Komba di Waelengga.

Tua adat di Manggarai Timur, dua siswi SMPK Waemokel, Sekretaris Alumni SMPK Waemokel, Petrus Yohanes Elmiance, biasa disapa Yance Baos, sejumlah anggota Alumni SMPK Waemokel, Pastor Paroki Santo Arnoldus dan Josef Waelengga, Pastor Godfridus Sisilianus Angkur, Pr yang biasa disapa Romo Lian Angkur, Pr, Ketua Dewan Pastoral Paroki Santo Arnoldus dan Josef Waelengga, Lukas Sumba, Tokoh Masyarakat Kelurahan Watunggene, Lambertus Sarong, jurnalis KompasTravel, Orang Muda Katolik (OMK) Paroki siap memberikan kejutan kepada tamu mancanegara itu lewat tradisi penjemputan tamu dengan berkuda.

Sore itu delapan penunggang kuda dari kawasan Rongga, khususnya Kampung Lekolembo mendapatkan informasi bahwa tamu mancanegara yang didampingi Imam asal Paroki Santo Arnoldus dan Josef Waelengga itu sudah ada di Kota Aimere dengan menyewa bus dari arah Timur.

Ketika bus yang ditumpangi rombongan tamu Italia dan Jerman itu masuk ujung timur Jembatan Waemokel, rasa penasaran dan kegembiraan untuk menyambut tamu terlihat dalam wajah penunggang kuda dan rombongan penjemput.

Seorang penunggang kuda menginformasikan dari atas kudanya bahwa bus rombongan tamu mancanegara sudah memasuki jembatan waemokel. Seketika itu semua bergegas menuju tempat yang sudah disediakan untuk menyambut tamu itu dengan ritual adat.

Disambut Ritual Kepok Khas Manggarai Timur

Pertama-tama tamu mancanegara dari Italia dan Jerman yang didampingi Pastor Tus, SVD turun dari bus di tengah jembatan Waemokel. Tamu-tamu itu menyiapkan diri dengan kamera dan handycam.

Mereka itu berjalan kaki dari tengah jembatan menuju ke tempat yang sudah disediakan dengan sambutan ritual kepok adat.

Sambutan adat selesai dengan menyerahkan tawu itu kepada tamu yang sudah ditentukan dan dilanjutkan pengalungan dengan selendang songke oleh siswi SMPK Waemokel, Intan serta menyematkan ngobe, topi adat Rongga kepada Ludwig Nossing.

Semua peristiwa ritual adat diabadikan oleh tamu dan KompasTravel serta warga Kota Waelengga dengan menggunakan kamera dan telepon seluler, baik foto maupun video pendek.

Sesudah ritual adat selesai, pimpinan rombongan tamu Italia dan Jerman, Ludwig Nossing mengungkapkan rasa hormat dan terkejut dengan penjemputan adat serta berkuda oleh warga Kota Waelengga.

“Tiga tahun lalu saya mengunjungi Kota Waelengga dan Kampung Sambikoe tidak disambut dengan semeriah ini. Namun, kali ini saya merasakan hal yang berbeda atas penyambutan yang unik dan memikat mata dan hati kami yang berkunjung kali ini," katanya.

Memilih Jalan Kaki Menuju ke Pastoran Waelengga

Saat ditanya kepada pendamping, Pastor Tus, SVD, apakah tamunya berada di dalam bus dan diantar pasukan berkuda di bagian depan, spontan seluruh tamu memilih jalan kaki dari Jembatan Waemokel menuju ke pastoran Waelengga.

Seorang tamu Italia, Michael Vieider berani menunggang kuda dari Jembatan Waemokel sampai di pastoran Waelengga.

Kunjungan tamu Italia dan Jerman itu bertepatan dengan persiapan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 73 tahun.

Saat itu di lapangan sepak bola Waelengga sedang melatih pasukan Paskibraka oleh aparat polisi dan TNI. Sesekali tamu itu berhenti di pinggir lapangan untuk melihat dan mengabadikan peristiwa tersebut.

Akhirnya tamu-tamu tiba di pintu gerbang Gereja Santo Arnoldus dan Josef Waelengga. Sekitar 45 menit jalan kaki dari Jembatan Waemokel sampai di pastoran Waelengga.

Di pintu masuk pastoran sudah ditunggu Pastor Paroki Santo Arnoldus dan Josef Waelengga, Pastor Lian Angkur, Pr, Ketua Dewan Pastoral paroki itu, Lukas Sumba, dan tua adat untuk menyambut secara adat sebelum tamu masuk di ruangan tamu pastoran.

Pastor Angkur mengungkapkan selamat datang di pastoran Waelengga. "Kami siap memberikan pelayanan yang terbaik bagi tamu-tamu yang ada disini dalam beberapa hari ke depan. Kami juga menyuguhkan tamu dengan minuman kopi arabika Manggarai Timur, hidangan makanan lokal seperti ubi kayu dan ubi keladi," katanya.

Disuguhkan Kopi Arabika dan Makanan Lokal

Budaya orang Manggarai Timur, Flores dalam menyambut tamu yang berkunjung di rumah-rumah dengan suguhan minuman kopi arabika khas Manggarai Timur.

Tamu boleh menentukan minuman kopinya, apakah kopi pait, pahit, tanpa gula atau kopi campur dengan gula.

Dulu orangtua di kampung-kampung di seluruh Manggarai Raya mengaduk kopi dengan gula merah sebelum maraknya gula pabrik. Namun, di masyarakat di Manggarai Timur selalu terbiasa dengan minuman kopi pait, pahit, tanpa gula.

“Tamu mancanegara dari Italia dan Jerman menikmati hidangan makanan lokal dan minum kopi sesuai selera masing-masing yang disuguhkan oleh pelayan di Pastoran Waelengga. Tante Edel dan sejumlah kaum perempuan menghidangkan makanan lokal dan kopi khas Manggarai Timur dengan aroma yang sangat khas dari alam Manggarai Timur,” jelas Pastor Angkur.

Kampung Lekolembo sebagai Pusat Tradisi Berkuda

Kampung Lekolembo, Kelurahan Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur yang berada tak jauh dari bibir pantai Selatan itu sebagai pusat tradisi berkuda. Perkampungan itu dihuni oleh berbagai suku-suku di kawasan Rongga.

Marianus Singgo, salah satu peternak di kawasan itu kepada KompasTravel, Kamis (16/8/2018) menjelaskan, keseharian warga di kampung Lekolembo, Kajukaro, Waewole, Maghileko yang dihuni oleh etnis Rongga itu adalah beternak.

Tempat penggembalaan ternaknya di Padang Savana Mausui. Ada juga sebagian warga yang menjadi nelayan dan bertani ladang dan sawah. Namun, secara keseluruhan warga di kawasan itu beternak.

Singgo menjelaskan, saat ini populasi kuda semakin berkurang karena beberapa tahun lalu terjadi bencana hewan ternak di padang savana Mausui karena kemarau panjang.

Kuda-kuda yang hidup saat ini adalah kuda-kuda yang dibawa keluar saat kemarau panjang tersebut dan kini dibawa pulang untuk dipelihara lagi karena rumput di padang savana tercukupi.

Petrus Yohanes Elmiance kepada KompasTravel, Rabu (15/8/2018) menjelaskan, penjemputan tamu dengan tradisi berkuda sudah sering dilakukan warga di Kelurahan Watunggene.

Bisa dicatat bahwa saat rombongan Frater dari Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero mengadakan live in di Paroki Santo Arnoldus dan Josef Waelengga disambut dengan tradisi berkuda.

Kedua, saat tour de Flores, sejumlah pebalap sepeda dijemput dengan tradisi berkuda dan berbagai peristiwa kunjungan tamu-tamu ke Kota Waelengga.

“Tradisi ini terus dipertahankan demi kelangsungan hidup warga setempat serta warga tetap memelihara kuda. Ini terus dipublikasi dan dipromosikan ke tingkat regional, nasional dan internasional. Banyak obyek wisata di sekitar Kelurahan Watunggene yang bisa dijangkau dengan berkuda,” kata Petrus Yohanes Elmiance.

Mau jalan-jalan gratis ke Jerman bareng 1 (satu) teman kamu? Ikuti kuis kerja sama Kompas.com dengan Scoot lewat kuis JELAJAH BERLIN. Ada 2 (dua) tiket pesawat PP ke Jerman, voucher penginapan, Berlin WelcomeCards, dan masih banyak lagi. Ikuti kuisnya di sini. Selamat mencoba!

https://travel.kompas.com/read/2018/08/24/120300427/turis-italia-dan-jerman-terpikat-dengan-tradisi-berkuda-rongga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke