Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Dua Jam Mengelilingi Rumah Budaya Sumba

KompasTravel sudah lama memiliki niat untuk melihat sosok dan berdiskusi dengan budayawan Sumba itu karena karya gemilangnya membangun Rumah Budaya Sumba sebagai pusat budaya, studi dan penelitian tentang budaya Sumba.

Awal ketertarikan KompasTravel mengunjungi museum dan Rumah Budaya Sumba itu dari promosi buku yang dipublikasikan media massa dengan judul “Sumba Forgotten Island, Pulau yang Dilupakan”.

Buku itu menceritakan budaya, rumah adat, ritual adat serta keunikan-keunikan alam Pulau Sumba, cerita-cerita mistis dan magis melalui karya fotografi yang apik dan profesional.

Publikasi media massa tentang imam yang tertarik di dunia fotografi membuat KompasTravel terus menerus ingin berkunjung dan mengenal lebih dekat sosok di balik buku tersebut. Menjelajahi Pulau Sumba dua tahun lalu belum terwujud untuk mengunjungi rumah budaya yang sudah semakin terkenal di seluruh dunia.

Waktu itu rencana mengunjungi Museum Budaya Sumba belum terwujud karena agenda-agenda yang sudah dijadwalkan sangat padat. Saat itu KompasTravel menjelajahi Pulau Sumba dari Barat ke Timur. Dari Tambolaka menuju ke Waikabubak.

Dari Tambolaka ke Waikabubak ditempuh kendaraan roda empat selama kurang lebih tiga jam. Selanjutnya menginap di salah satu hotel di Kota Waikabubak, ibukota Kabupaten Sumba Barat.

Keesokan harinya KompasTravel mengunjungi kampung tradisional Praijing untuk melihat rumah adat Sumba, tenun sumba serta kebiasaan orang Sumba di Kampung Praijing saat menyambut tamu.

Beruntung saat itu ada sejumlah rombongan dari berbagai kota di Indonesia yang mengunjungi perkampungan tradisional tersebut.

Kesempatan kedua pada Agustus 2018 KompasTravel diundang lagi oleh Balai Taman Nasional MataLawa Sumba untuk meliput kompetisi lomba foto burung dan birdrace di lokasi pengamatan burung di Manurara, Desa Manurara, Kecamatan Katikutana, Kabupaten Sumba Tengah.

Kali ini rute penerbangan yang diambil Waelengga-Soa-Kupang-Waengapu. Saya tiba di Bandara Umbu Mehang Kunda Waengapu, Sabtu (4/8/2018).

Hari itu menempuh kendaraan roda empat yang disiapkan panitia menuju ke Waikabubak, ibukota Sumba Barat dengan menempuh perjalanan selama empat jam lebih.

Kesempatan kedua ini KompasTravel sisihkan waktu di sela-sela liputan lomba foto burung dan birdrace. Pertama fokus untuk meliputi lomba bersama keunikan alam yang sudah dijadwalkan oleh panitia dari Balai Taman Nasional MataLawa Sumba.

Minggu (5/8/2018), saya sempat mengelilingi Waebakul-Tambokala untuk berjumpa dengan peserta lomba yangmendarat di Bandara Tambolaka. Hari itu juga saya mencari informasi tentang Rumah Budaya Sumba.

Saat menunggu di Bandara Tambolaka, saya mencari nomor kontak Pastor Robert, C.Ss.R di handphone. Beruntung nomor kontak masih tersimpan dan saat itu saya mengabarkan melalui pesan whatsapp tentang rencana ke Rumah Budaya Sumba.

Namun rencana hari tidak terwujud karena padatnya kegiatan sepanjang hari hingga kembali ke penginapan Puspas Keuskupan Sumba di Waibakul, Sumba Tengah bersama seluruh peserta lomba, tim juri dan panitia setempat.

Selanjutnya Senin (6/8/2018)-Rabu (8/8/2018) berada di spot pengamatan burung Manurara di dalam kawasan Taman Nasional MataLawa Sumba. Saat itu fokus untuk mengumpulkan bahan liputan serta mengunjungi obyek wisata di dalam kawasan tersebut.

Bertemu Fotografer Sumba

Kamis (9/8/2018), penerbangan Kompas Travel untuk kembali ke Flores, Nusa Tenggara Timur dengan pesawat Nam Air pukul 16.00 Wita menuju ke Bandara Eltari Internasional Kupang.

Malamnya saya putuskan untuk berangkat pagi dari Penginapan Puspas Keuskupan Sumba di Waibakul bersama dengan rombongan peserta lomba yang bali ke Kota masing-masing melalui Bandara Tambolaka.

Sebagian peserta dan tim juri terbang pagi sesuai dengan tiket masing-masing dan ada juga penerbangan siang. Dalam tiket saya terbang sore.

Minum Kopi Sumba

Setiba di Bandara Tambolaka, saya dan sejumlah peserta memesan kopi rasa Sumba yang dijual di kedai bandara oleh pedagang lokal setempat.

Rasa kopi sumba sangat berbeda dengan rasa kopi khas Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur maupun Flores pada umumnya.

Semua orang di bandara mengetahui Rumah Budaya Sumba tersebut dan selanjutnya mencari informasi tentang sewa travel dalam sehari dari Bandara Tambolaka menuju ke Rumah Budaya Sumba.

Tak lama kemudian, muncul sopir travel bandara menginformasi harga per hari dalam menyewa travel. Negosiasi harga terjadi, namun karena harganya cukup mahal akhirnya saya memutuskan untuk tidak menyewa mobil travel dan berada di Bandara Tambolaka sambil menunggu penerbangan sore hari ke Bandara Eltari di Kupang.

Ketika sedang menikmati kopi rasa sumba, saya melihat bus travel milik Rumah Budaya Sumba yang mengantar tamu ke Bandara Tambolaka. Seketika itu saya mengontak Pastor Robert bahwa saya ingin ke Rumah Budaya Sumba. 

Tiba di Restoran Rumah Budaya Sumba

Saya turun dari bus itu menuju ke sebuah gedung megah bermotif Rumah Adat Sumba. Gedung itu adalah restoran Rumah Budaya Sumba.

Sebelumnya saya melihat sosok Pastor Robert di media massa, lalu hari itu terwujud untuk bertemu langsung dengan sosok tersebut. Saat itu Pastor Robert duduk didampingi seorang wisatawan asal Kenya, Len Ogembo yang menginap di Rumah Budaya Sumba tersebut.

Selanjutnya Pastor Robert menyapa selamat datang di Rumah Budaya Sumba serta menyapa wisatawan asal Kenya tersebut. Selanjutnya Pastor Robert menawarkan jasa baiknya dengan bertanya, mau minum apa?

"Silakan ngobrol dengan tamu saya ini. Saya sedang mengurus persiapan peresmian Museum Tenun Sumba untuk diresmikan 29 Agustus 2018," katanya.

Sambil minum kopi saya berbincang-bincang dengan tamu asal Kenya itu. Selanjutnya tamu itu hendak ke Bandara Tambolaka untuk balik ke Jakarta.

Selanjutnya saya berbincang-bincang dengan pengelola Rumah Budaya Sumba itu. Pertama, Pastor Robert bertanya kapan kita bertemu pertama kali. Saat itu saya menjawab saya belum bertemu Pastor sebelumnya.

"Hari ini saya pertama kali bertemu Pastor. Saya mengenal Pastor dari buku yang dipublikasikan tentang Budaya Sumba melalui foto-foto yang dikumpulkan dalam sebuah buku tersebut," jawab saya.

"Saya cetak dalam bentuk post card dan mengirim ke relasi dan teman-teman di luar negeri dan Indonesia," katanya.

Romane menjelaskan, tahun 2004, dirinya menggagas mendirikan Rumah Budaya Sumba dan mengusulkan gagasan itu kepada pembesar Ordo Redemptoris dan mendapatkan persetujuan untuk memulai mendidikan Rumah Budaya Sumba tersebut.

Gagasan itu disetujui untuk mengelola di lahan seluas 50 hektar. Tetapi gagasan itu harus memiliki modal untuk memulai merancang bangunannya. Lalu uang tidak ada.

Romane menjelaskan, gagasan itu ternyata ada jalan keluarnya di mana Yayasan Tirta Utomo membantu sebagai donatur dengan nilai Rp 2,5 miliar untuk memulai membangun gedung Rumah Budaya Sumba hingga berdiri hari ini. Perlahan tapi pasti. Perjuangan itu tahap demi tahap dengan kemampuan apa adanya.

Mengelola Rumah Budaya Sumba tidaklah gampang. Pasalnya perawatan gedung, serta gaji karyawan membutuhkan dana yang tidak sedikit. Lalu, pengelola membangun vila bagi wisatawan yang berkunjung dan belajar serta meneliti Budaya Sumba.

“Penantian selama tujuh tahun terwujud dengan bangunan Rumah Budaya Sumba dengan berbagai koleksi budaya setempat. Saya sangat mencintai Pulau Sumba. Pulau Sumba sangat indah untuk dijelajahi. Keunikan rumah adat, tradisi Pasola, tarik batu kubur raksasa dari hutan, Kampung Ratenggarong, kampung berada di bibir pantai Samudera Hindia, nilai-nilai budaya Sumba dilestarikan,” katanya.

Romane menjelaskan, sejumlah mahasiswa asal Jerman belajar budaya Sumba di museum Rumah Sumba dan banyak peneliti Indonesia dan asing yang belajar tentang budaya Sumba menginap di Vila Rumah Budaya Sumba.

Wisatawan asal Kenya, Len Ogembo kepada KompasTravel menjelaskan, budaya Pulau Sumba sangat unik, sistem agrikulturnya, serta pulaunya yang indah.

“Saya sudah beberapa kali ke Pulau Sumba untuk berwisata. Saya sedang menggali informasi tentang hasil bumi di Pulau Sumba,” katanya.

Mau jalan-jalan gratis ke Jerman bareng 1 (satu) teman kamu? Ikuti kuis kerja sama Kompas.com dengan Scoot lewat kuis JELAJAH BERLIN. Ada 2 (dua) tiket pesawat PP ke Jerman, voucher penginapan, Berlin WelcomeCards, dan masih banyak lagi. Ikuti kuisnya di sini. Selamat mencoba!

https://travel.kompas.com/read/2018/08/28/115404927/dua-jam-mengelilingi-rumah-budaya-sumba

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke