Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kharisma Bahari, Warteg yang Punya 196 Cabang di Jabodetabek

Warteg juga sering dilekatkan dengan orang yang berekonomi rendah. Namun, banyak juga orang dengan ekonomi atas yang tidak segan untuk makan di warteg bahkan tertarik menjadi pengusaha warteg.

Tidak hanya murah, warteg juga mudah ditemui di sudut kota bahkan beberapa warteg sekarang tersedia dalam waktu 24 jam. Selain itu, warteg juga menjajakan 30 hingga 50 lauk pauk, mulai dari aneka tempe, ikan, sayuran, oseng-oseng, tahu, dan masakan rumah lainnya.

"Modal sukses utama harus berani bukan modal. Orang kalau punya modal tapi takut yah gak akan maju. Warna ini khusus untuk WKB. Kami ingin punya ciri khas sendiri. Dari kami sukses, banyak warteg yang pakai warna kami. Yah saya bersyukur kalau banyak yang pakai suka sama produk saya,” sambung Sayudi.

Kharisma Bahari merupakan warteg pertama dengan konsep franchise dan pelopor warteg bersih di Jakarta.

“Dulu kan saya emang tamatan SD, dagang asongan yah lama juga. Saya kan sukses gak mungkin mengandalkan ijazah SD. Paling tidak kalau mau sukses jadi wiraswasta. Yaudah akhirnya, karena keluarga juga dagang warteg, jadi saya usaha warteg," katanya.

Sayudi ingin mengubah persepsi masyarakat tentang warteg yang selalu dianggap kumuh. Hal itu ia lakukan agar pengunjung warteg bisa bervariasi.

"Biar orang kerja nggak sungkan masuk. Dulu kan terkenalnya orang kuli yang makan di sini. Dengan adanya warteg yang bersih, orang jadi nggak sungkan masuk,” katanya.

Warteg pertama Sayudi buka di samping Kantor Kecamatan Cilandak dengan nama warteg MM (Modal Mertua). Nama itu muncul karena ia membuka warteg dengan modal pinjaman mertuanya.

“Misalnya dapat 10 juta, orang yang kelola dapat 5 juta, saya dapat 5 juta. Akhirnya warungnya terawat karena mereka sendiri kan dapat banyak, hasilnya banyak. Dapat sedikit, hasilnya sedikit. Jadi mereka mikir gimana caranya warung ini rame," ujarnya.

"Kalau karyawan kan enggak, hasilnya segitu yah segitu. Mereka yang ikut saya jarak dua tahun punya modal, terus saya dipercaya nyari lokasi untuk bikin warung,” tambahnya.

Lama-kelamaan, semakin banyak orang yang tertarik dan penasaran dengan sistem tak biasa yang diterapkan warteg tersebut. Menurutnya, WKB sendiri membantu orang-orang yang tidak punya modal.

Ia juga menjualkan konsepnya dengan harga Rp 110.000.000 untuk kios kecil dan sedang dengan ukuran kios sekitar 3 x 10 meter dan 4 x 10 meter.

“Itu sudah kami desain, perabot, tinggal penambahannya ongkos orang yang berangkat dari desa dan modal awal dengan kisaran 5 juta. Sewanya dibayar investor. Ini sistem jual putus, ini kami nggak ambil royalti,” kata Sayudi.

Mitranya pun tak hanya orang Tegal saja, tetapi Sahyudi mengaku memiliki banyak mitra dan investor yang berasal dari daerah lain di Indonesia.

“Sekarang saya sudah mau punya 7 cabang lagi yang bukan merek Kharisma. Saya mengembangkan merek lain dengan sesuatu yang baru lagi. Ciri-cirinya beda. Kalau Kharisma, (warna) kuning dan hijau," katanya.

"Kalau yang satunya lagi Mamoka dengan ciri khas warna hijau sama orange. Terus kalau di Mamoka sendiri setiap jam 11 sampai jam 2 makan serba Rp 10.000. Tapi 10.000 untuk semua lauk. Makan mau 3 lauk pun cuma 10 ribu,” tutupnya.

https://travel.kompas.com/read/2018/10/25/100800127/kharisma-bahari-warteg-yang-punya-196-cabang-di-jabodetabek

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke