Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jojong, Kuliner Tradisional Flores Barat yang Makin Langka

Memang hingga saat ini ada sejumlah kaum perempuan di kawasan Flores Barat masih menyediakan hidangan Jojong saat ritual dan upacara adat di kampung-kampung. Namun, hanya terbatas.

Jojong merupakan hidangan tradisional yang dibuat dari bahan ubi kayu dan jagung. Uniknya Jojong hanya dihidangkan saat-saat ritual adat atau saat menyambut tamu istimewa yang mengunjungi rumah adat di Flores Barat.

Bahkan untuk membuat dan memasak Jojong hanya dilakukan oleh perempuan khusus yang memiliki keterampilan dalam mengolah dari awal sampai dihidangkan kepada tamu istimewa yang berkunjung di rumah keluarga atau di rumah adat. Proses untuk memasak Jojong juga tidak mudah.

Seorang perempuan harus memiliki keterampilan khusus dalam mengolah masakan Jojong tersebut. Bahkan tidak semua perempuan di Flores Barat bisa mengolah ubi kayu dan jagung menjadi Jojong.

Pensiunan Kepala Sekolah SMPK Waemokel, Kelurahan Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Yoseph Geong kepada KompasTravel, Selasa (13/11/2018) mengatakan, biasanya Jojong disajikan saat musim panen jagung dan musim awal tahun masa tanam berbagai jenis tanaman di ladang-ladang.

Geong menjelaskan, makanan pokok warga di seluruh Manggarai Raya di era 1960-an adalah jagung. Lalu saat panen di ladang-ladang, biasanya kaum perempuan masak Jojong dan juga saat musim ikat jagung, dalam bahasa Rajong Koenya, mboet kadea.

“Di era 1960-an, saya makan jojong pagi, siang dan malam karena masa itu adalah masa paceklik atau masa krisis beras di seluruh wilayah Manggarai Raya. Makan Jojong di era itu untuk menggantikan nasi karena zaman dulu sulit mendapatkan beras, Ketiadaan hidangan nasi maka orangtua menghidangkan jojong. Masa waktu itu serba sulit bagi keluarga-keluarga di seluruh Manggarai Raya untuk menghidangkan nasi,” tuturnya.


Geong menjelaskan, biasanya cara mengolah Jojong, orangtua mengambil ubi kayu. Kulit luarnya dibersihkan. Ubi kayu yang sudah dibersihkan itu dibelah menjadi kecil. Orang lokal menyebut koil atau kuil.

Selanjutnya ubi kecil itu dijemur agar kandungan airnya tidak ada di dalam ubi tersebut. Kemudian, ubi kecil yang sudah kering ditumbuk menjadi tepung.

Jika sudah menjadi tepung halus maka tepung diperas untuk memisahkan tepung-tepungnya. Selanjutnya tepung halus itu dimasak. Lantas dihidangkan kepada anak-anak atau anggota keluarga yang mengunjungi rumah tersebut.

Begitu pun olahan jojong jagung. Geong menjelaskan, zaman itu yang sangat mudah dilakukan oleh orangtua adalah membuat kadea sero, bahasa lokal untuk jagung goreng. Dahulu, penghasil utama para petani di seluruh Manggarai Raya adalah jagung. Jagung lebih dulu dipanen dan kemudian panen padi atau woja.

“Saat ini saya amati bahwa hidangan jojong di kampung-kampung sudah jarang dihidangkan. Ini merupakan kekhawatiran bahwa hidangan tradisional warisan leluhur ini perlahan-lahan punah di tengah arus era kue modern yang datang dari luar," katanya.

"Jika hidangan jojong tidak lagi menjadi kebiasaan keluarga di kawasan Manggarai Raya, maka alat-alat tradisional seperti ghalu alu (alat tumbuk) dan ngensung atau lesung (tempat untuk menumbuk yang terbuat dari kayu) perlahan-lahan akan punah," sambungnya.

Dosen Universitas Cendana (Undana) Kupang, Dr Marsel Robot kepada KompasTravel, Rabu (14/11/2018) menjelaskan, hasil pengamatannya di seluruh kampung di wilayah Manggarai Timur bahwa kurang lebih 20 tahun belakangan ini, keluarga di kampung-kampung tidak lagi menghidangkan jojong walaupun masih menanam jagung dan ubi kayu di lahan kering dan ladang-ladang.

“Saya memiliki kekhawatiran di masa depan kuliner khas di Manggarai Timur khususnya dan Manggarai Raya umumnya bahwa warisan leluhur yang unik dan langka ini perlahan-lahan hilang di tengah arus kuliner modern dari luar Manggarai Raya. Warisan hidangan tradisional yang dimiliki kaum perempuan di Flores Barat ini sangat berbeda dengan daerah lain di Indonesia," katanya.

Marsel berharap, pemerintah setempat terus mengembangkan kuliner-kuliner lokal sebagai identitas suatu daerah.

“Geliat pariwisata yang terus meningkat dimana wisatawan asing dan Nusantara serta peminat kuliner lokal selalu bertanya, dimana restoran pangan lokal di seluruh Manggarai Raya. Bahkan sejumlah media televisi, cetak dan online yang datang dari Jakarta selalu mencari pusat kuliner lokal di Manggarai Raya. Saat mereka menanyakan itu, kita bingung menjawabnya karena belum ada restoran pangan lokal,” kata Marsel.

https://travel.kompas.com/read/2018/11/15/080500327/jojong-kuliner-tradisional-flores-barat-yang-makin-langka

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke