Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ketika Milenial Banyuwangi Melestarikan Tradisi Mocoan Lontar Yusuf

Selain Akbar, ada 25 anak muda dari seluruh wilayah Kabupaten Banyuwangi yang belajar membaca Lontar Yusuf yang selama ini hanya ditekuni oleh orang-orang yang berusia lanjut.

Bahkan, anak-anak muda tersebut membentuk Persatuan Mocoan Lontar Yusuf Milenial dan mereka berkumpul setiap 2 minggu sekali untuk membaca Lontar Yusuf.

"Tempatnya bergantian di rumah anggota persatuan mocoan lontar yusuf milenial karena kami berasal dari desa-desa yang berbeda. Jadi sekalian silaturahmi," kata Akbar Wiyana kepada Kompas.com disela-sela latihan membaca Lontar Yusuf.

Persatuan itu terbentuk setelah adanya pembaruan naskah dan teks Lontar Yusuf oleh  Wiwin Indiarti.

Kepada Kompas.com, Wiwin menjelaskan Lontar Yusuf awalnya ditulis dalam pegon kuno sehingga sulit dibaca dan diterima oleh masyarakat khususnya anak-anak muda.

Selama ini naskah tersebut ditulis di atas kertas dan penyalinan naskah tersebut terus berlangsung hingga sekarang dalam bentuk tulisan tangan secara turun temurun.

Menurutnya, sudah cukup lama Lontar Yusuf dibacakan oleh kelompok mocoan Lontar Yusuf di Desa Kemiren di acara adat atau selamatan.

Bahkan ada dua kelompok arisan mocoan lontar di desa Kemiren yang eksis hingga hari ini namun anggotanya didominasi oleh orang-orang berusia lanjut dan jumlahnya setiap tahun semakin menurun dan saat ini tidak lebih dari 10 orang.

Perempuan yang mengajar di kampus UNIBA tersebut menjelaskan dirinya mengumpulkan naskah-naskah kuno Lontar Yusuf lalu diterbitkan dalam buku baru yang dilengkapi dengan transliterasi dan terjemahan sehingga mudah dipahami oleh masyarakat.

Naskah yang digunakan dalam buku tersebut disalin dari naskah tahun Jawa 1829 oleh seorang carik dari desa Cungking dan naskah itu milik Adi Purwadi, pelestari mocoan Lontar Yusuf di Desa Kemiren.

Pembacaan Lontar Yusuf, menurut Wiwin, adalah bagian spiritual dari masyarakat Using sehingga perlu ada aturan yang tidak boleh dilanggar.

Selain itu pembacaan Lontar Yusuf bisa dilakukan dalam beberapa tembang atau lagu. Total dalam Lontar Yusuf terdapat 12 Pupuh, 593 bait dan 4.366 larik. Jenis pupuh dalam Lontar Yusuf ada empat yaitu kasmaran, durmo, sinom dan pangkur.

Mocoan Lontar Yusuf secara lengkap lazimnya didendangkan di waktu malam selepas waktu shalat Isya hingga usai sebelum waktu shalat subuh.

Dalam acara mocoan ini, sekelompok pembaca Lontar Yusuf duduk bersila, berjajar setengah melingkar beralaskan tikar lalu secara bergiliran mendendangkan larik-larik puisi Yusuf. Naskah Lontar Yusuf yang dibaca diletakkan di atas bantal, dan secara bergantian dikelilingkan di antara para pengembang.

"Anak-anak milenial ini belajar tembang atau lagu saat membacakan. Jadi kita membaca secara bergantian dan ada sesepuh mocoan Lontar Yusuf yang ikut untuk membenahi tembang jika ada yang salah," jelas Wiwin.

Selain itu, setiap anggota perkumpulan juga menggunakan pakaian khas Using setiap kali mengikuti pertemuan.

"Lontar Yusuf berisi banyak pesan tentang kebaikan dan lontar ini adalah naskah kuno yang saat ini masih hidup di masyarakat lokal terutama di wilayah pedesaan. Sedangkan naskah kuno lainnnya seperti kidung Sritanjung dan Babad Blambangan hampir tidak pernah dibacakan lagi," pungkas Wiwin.

https://travel.kompas.com/read/2018/12/06/073600427/ketika-milenial-banyuwangi-melestarikan-tradisi-mocoan-lontar-yusuf

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke