Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cerita di Balik Nikmatnya Kopi Sidikalang...

Kopi Sidikalang pernah merajai seluruh 'cercapan pengopi' di Indonesia, bahkan dunia. Namun itu dulu. Kini, kopi Sidikalang harus berjuang melawan kopi-kopi lain yang menjadi saingannya misalnya kopi Doloksanggul, Mandailing, Karo, Simalungun, Gayo, dan lainnya.

Keinginan untuk mengembalikan masa jaya kopi Sidikalang pun digawangi Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindang) Kabupaten Dairi lewat Festival Kopi Sidikalang 2018 pada 6 sampai 8 Desember 2018 lalu di Tugu Silalahi, Desa Silalahi, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.

Bertepatan dengan Festival Danau Toba (FDT) 2018 di mana Dairi menjadi tuan rumah. Acaranya diisi dengan lomba green bean arabika dan robusta, cupping, barista show, dan diskusi kopi yang membahas persoalan terkini, solusi, dan pemasarannya. Para petani turut tak mau ketinggalan isu.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Dairi, Rahmat Syah Munthe mengatakan, peluang pengembangan industri kopi di dalam negeri saat ini cukup terbuka lebar sebab potensi konsumsi kopi domestik dan permintaan kopi dunia terus menanjak.

Untuk merebut peluang pasar yang cukup besar itu, sudah seharusnya kopi sidikalang meningkatkan daya saingnya mulai dari hulu (budidaya) sampai hilir (pengolahan dan pemasaran).

"Salah satunya dengan menyelenggarakan festival kopi. Ini adalah ruang berkumpul dan diskusi pelaku usaha dalam rantai nilai kopi untuk meningkatkan kualitas kopi dan pemasarannya," katanya kepada Kompas.com, Senin (17/12/2018).

Rahmat menyakini, festival kopi tersebut akan memotivasi petani agar melakukan budidaya dan pengolahan terbaik.

Festival menjadi sarana promosi membangun citra kopi Sidikalang dan mengedukasi masyarakat tentang cara mengkonsumsi kopi yang baik dengan barista class oleh Tim Rumah Kopi Sidikalang.


"Pelaku usaha kopi se-Kabupaten Dairi dan kabupaten sekawasan Danau Toba hadir. Semoga citra kopi Sidikalang terbangun dan terjadi peningkatan kunjungan wisata kopi," ujarnya.

Veryanto Sitohang, salah seorang tokoh masyarakat dan pelaku bisnis menambahkan, Dairi dikenal sebagai penghasil kopi terbaik di Indonesia meski beberapa daerah lain di Sumatera Utara juga mengembangkan komoditas serupa.

Menurut dia, kopi sidikalang akan tetap dikenang para penikmat kopi karena cita rasanya yang khas.

"Saat ini menikmati kopi menjadi gaya hidup. Peluang ini dimanfaatkan Pemkab Dairi untuk terus mengembangkan pemasaran kopi, salah satu strateginya dengan festival begini. Kami mendukung upaya promosi dan membuka pasar global pertanian kopi. Semoga petani semakin sejahtera dan kopi Sidikalang terus dikenal," kata Veryanto.

Akhir festival, terpilihlah pemenang lomba green bean Arabika. Juara satu direbut Midian Tamba dari Kelompok Mitra Tani asal Kecamatan Pegagan Hilir. Juara dua dan tiga, masih dari Kelompok Mitra Tani yaitu Hariono dan Surung Kudadiri. Juara satu lomba green bean Robustha dimenangkan Herlita Pasaribu dari Kelompok Aloi asal Kecamatan Lae Parira.

"Hadiah diserahkan saat penutupan FDT 2018 oleh Assisten II Pembangunan, Edy Banuarea. Festival ini juga dikunjungi Jenderal Haposan Silalahi. Beliau selalu menyemangati untuk mengembalikan masa kejayaan kopi Sidikalang," kata panitia festival Mega Gultom.


Duka FDT 2018

Forum Jurnalis Pariwisata (Forlispar) menggelar seminar singkat bertema Menggali Narasi Toba pada 13 Desember 2018 di Medan.

Seminar menghadirkan para pembicara kompeten. Danau Toba yang dinobatkan menjadi kawasan pariwisata prioritas di Indonesia ini 'diobok-obok', termasuk soal FDT 2018 yang jauh dari mimpi. Ajang legendaris yang setiap tahunnya dinilai sekedar ada dan buang-buang uang.

"Idealnya, acara mahal yang digelar di lokasi paling menawan mampu menyedot perhatian dan mendatangkan wisatawan. Faktanya, FDT 2018 sepi. Pedagang merugi. Nasibnya sama dengan FDT tahun lalu di Sipinsur, ini harus dievaluasi," kata praktisi media yang juga pemerhati pariwisata Bersihar Lubis.

Menurutnya, pelaksanaan FDT tak lagi harus pemerintah kabupaten secara bergiliran karena hanya menjadi beban Pemkab, serahkan saja kepada pihak swasta.


"FDT di Dairi, ada 10 kilometer jalan sebelum sampai ke Desa Silalahi penuh lubang dan rumputan lebat di kanan-kiri bahu jalan. Beberapa titik mengalami longsor, ada gundukan tanah, bebatuan, dan bekas pohon tumbang bergelimpangan.

Banyak lagi persoalan yang masih menghambat pengembangan Danau Toba, salah satunya soal memotivasi spirit kebudayaan. Di Dairi selalu dilakukan pesta tugu Marga Raja Silalahi setiap tahun, pengunjungnya ribuan orang, lebih ramai dari FDT,"kata Besihar.

Dia mengatakan, ada 1990 kunjungan turis ke Danau Toba cuma 149.450 orang, menjadi 167.815 pada 1991. Lalu, 185.158 pada 1992, di 1993 ada 198.089, pada 1994 sebanyak 264.515 orang, dan 301.287 orang pada 1995.

"Saat ini hanya sekitar 200.000 orang. Aneh, harusnya ketika dollar naik, turis asing banyak datang karena biaya perjalanan semakin murah di Indonesia. Tapi kunjungan turis asing ke Sumut hanya 233.643 orang pada 2016 dan 261.736 di 2017. Bandingkan dengan Pulau Bali yang pada Juli 2018 saja sudah mencapai 624.366 orang," ungkapnya.

Bagi Antropolog dari Universitas Sumatera Utara Fikarwin Zuska, ego kesukuan atau kontestasi antarkelompok etnis dan antarpemkab-lah penyebabnya.

Dia menyakini pengembangan Danau Toba memerlukan wacana kebersamaan serta pengintegrasian seluruh kekuatan dan potensi untuk keuntungan bersama.

Menurutnya, pariwisata sangat erat dengan visualisasi, ekspresi, simbol yang konkret dapat dilihat dan abadikan. "Pembahasan Danau Toba acap digelar, sayangnya masih terus bermasalah di pengembangannya," kata Fikarwan.

Persoalan birokrasilah yang membuat Kepala Dinas Pariwisata Dairi Leonardus Sihotang gelagapan saat menjadi tuan rumah.

Dia mengaku, pihaknya sudah melakukan persiapan jauh-jauh hari, tetapi tetap saja perhelatan yang digawangi Kementerian Pariwisata, Pemerintah Provinsi Sumut, Pemkab Dairi, dan tujuh kabupaten lain di kawasan Danau Toba dinilai kurang persiapan.

"Kenyataannya, tidak ada persiapan, koordinasi dan perencanaan. Kami posisinya sebagai apa? Kalau memang tuan rumah, kami yang menyiapkan konsep, percayakan kepada kami, ikuti konsep kami, tapi sampai sekarang pertanyaan itu tak terjawab," kata Leonardus.

Masalah infrastruktur disinggung Sebastianus Tinambunan, Sekretaris Daerah Kabupaten Dairi. Katanya, Silahisabungan memiliki kawasan wisata andalan seperti Paropo, Situngkir, dan pantai Tao Silalahi. Namun daerahnya masih kesulitan melakukan pengembangan pariwisata karena terbentur anggaran, khususnya untuk pembangunan infrastruktur.

https://travel.kompas.com/read/2018/12/19/091700327/cerita-di-balik-nikmatnya-kopi-sidikalang-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke