Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"Tiba Meka", Tarian Khas Flores Barat

Selain itu, generasi penerus di kawasan Flores Barat, dari sekolah dasar sampai di perguruan tinggi masih melestarikan berbagai jenis tarian adat. Dari sekian banyak tarian adat yang terus ditampilkan oleh masyarakat setempat adalah tarian adat “Tiba Meka”.

Tarian Tiba Meka selalu ditampilkan oleh warga setempat saat menjemput kunjungan tamu-tamu istimewa, baik seorang pejabat maupun wisatawan asing dan domestik serta berbagai upacara keagamaan seperti saat ada syukuran imam baru di kampung-kampung di seluruh Flores Barat.

Kamis (10/1/2019), mahasiswi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Santo Paulus Ruteng, Kabupaten Manggarai menjemput Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, Wakapolda NTT Brigjen Yohanes Asadoma, Kepala Dinas Pariwisata NTT Marius Jelamu, Bupati Manggarai Deno Kamelus dan para petinggi Bank Nusa Tenggara Timur berkunjung ke lembaga pendidikan itu untuk memberikan kuliah umum.

Di tengah hujan rintik-rintik di sekitar kampus tersebut, Gubernur NTT dan rombongan tiba di depan Aula Missio STKIP Santo Paulus Ruteng.

Saat itu sebagaimana biasanya dan menjadi tradisi di kampus tersebut menerima tamu istimewa dengan sebuah tarian adat yang dipertahankan di lembaga pendidikan itu. Tarian itu adalah tarian Tiba Meka.

Tiga penari meliuk-liuk serta menghentakkan kaki yang ddengan pakaian adat orang Manggarai Raya menerima rombongan Gubernur NTT tersebut.

Bunyi tabuhan gong dan gendang sebagai musik untuk memberikan semangat kepada penari saat menjemput Gubernur NTT dan rombongan yang melakukan kunjungan perdana di Kabupaten Manggarai setelah dilantik menjadi Gubernur NTT di Istana Jakarta tahun lalu.

Para penari sambil menari-nari di depan rombongan tersebut sambil memegang mbere (keranjang lokal sebagai tempat menyimpan dauh sirih) yang berisi dauh sirih muda untuk disuguhkan kepada Gubernur NTT bersama rombongannya.

Setelah menari beberapa saat di hadapan Gubernur NTT dan rombongan, ketiga penari itu menyuguhkan daun sirih pinang untuk dimakan. Saat itu Gubernur NTT menerima suguhan itu bersama rombongannya.

Selanjutnya Gubernur NTT bersama rombongan masuk Aula Missio yang disambut tepuk tangan ribuan mahasiswa dan mahasiswi serta para dosen di lembaga pendidikan tersebut.

Dosen Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Santo Paulus Ruteng, Stanislaus Hermaditoyo kepada Kompas.com, Kamis (10/1/2019) menjelaskan, salah satu jenis tarian adat di Manggarai Raya, Flores Barat adalah tarian Tiba Meka.

Tarian ini sudah menjadi khas di STKIP Santo Paulus Ruteng karena setiap acara penjemputan tamu tarian ini selalu dipakai. Tarian Tiba Meka salah satu tarian penerima tamu, "teing cepa" sebagai simbol tulus menerima tamu dengan "rei's".

Tarian ini biasa dimainkan oleh 1 pemaka, 4-6 orang penari dan 3 penabuh. Pemaka merupakan seorang lelaki memegang keris atau parang yang membuka jalan dan mengusir roh-roh halus bagi keselamatan tamu selama berada di rumah kita.

Penabuh adalah anggota tarian yg memukul gendang dan gong dengan irama yang khas. Tarian Tiba Meka merupakan bentuk wujud kebiasaan masyarakat Manggarai Raya khususnya di STKIP St. Paulus Ruteng untuk menyapa tamu dengan "pande cepa" (buat daun sirih dan pinang dan kapur). Tujuannya sebagai bentuk pelestarian budaya yang riil dalam kehidupan manusia.

Selendang Congkar Ikon di STKIP Santo Paulus Ruteng

Sebelum Gubernur NTT bersama rombongan disuguhkan tarian Tiba Meka, terlebih dahulu dikalungkan dengan selendang Congkar.

Selain Gubernur, Kepala Dinas Pariwisata NTT Marius Jelamu juga dikalungkan selendang tenun Congkar, Wakapolda NTT Brigjen Yohanes Asadoma, Direktur Bank NTT serta sejumlah pejabat yang ada dalam rombongan.

Mahasiswi STKIP Santo Paulus Ruteng bertugas menggalungkan selendang kain tenun Congkar. Selendang kain congkar sebagai salah ikon kain tenun yang selalu dipakai oleh pengelola lembaga pendidikan di bagian Flores Barat tersebut.

Penyambutan itu sangat berkesan dalam hati Gubernur NTT bersama rombongannya.

Tarian ini selalu dipakai saat menjemput tamu-tamu yang berkunjung di wilayah Kabupaten Manggarai. Tarian ini merupakan warisan leluhur orang Manggarai Raya sebagai salah satu destinasi wisata dengan kekhasan budaya Manggarai Raya.

Kamelus menjelaskan, bukan hanya destinasi alam dan rumah adat menjadi keunggulan di wilayah Kabupaten Manggarai, melainkan tari-tarian adat juga menjadi destinasi budaya.

Tarian ini menampilkan keunikan budaya orang Manggarai Raya terus dipertahankan dan dilestarikan di lembaga pendidikan. Modifikasi tarian sesuai perkembangan zaman harus tetap mempertahankan keaslian dari tarian tersebut.

Uniknya lagi, lanjut Kamelus, seluruh penari dan penabuh gendang dan gong memakai kain adat orang Manggarai Raya, seperti lipa songke (kain tenun songke), baju dengan motif Manggarai dan Balibelo yang dikenakan di kepala para penari.

“Saya sebagai Bupati Manggarai bangga terhadap generasi muda di lembaga pendidikan dari tingkat sekolah dasar sampai di perguruan tinggi dengan menampilkan budaya khas orang Manggarai Raya. Saya berharap tari-tarian terus dilestarikan dan dipertahankan demi generasi berikutnya. Kita boleh mengikuti perkembangan zaman, namun, jangan lupa dengan identitas budaya orang Manggarai Raya,” jelasnya.

Saat kuliah Umum di Aula Missio STKIP Santo Paulus Ruteng, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat menginformasi perencanaan pembangunan lima tahun ke depan. Salah satu adalah prioritas pengembangan pariwisata sampai di pelosok-pelosok NTT.

“Biasanya wisatawan yang mau menginap, terlebih dahulu mereka mengecek toilet yang bersih. Lalu mengecek kamar yang akan mereka tidur. Jika sesuai standar maka wisatawan asing dan Nusantara akan mempromosikan tempat wisata dengan tempat penginapan penduduk yang layak,” kata Laiskodat.

Di sekitar lokasi obyek wisata, menurut Gubernur Laiskodat, Pemprov NTT tidak lagi memberi izin untuk membangun hotel melati dan pembangunan hotel-hotel berbintang dibatasi.

Seperti di sekitar perkampungan adat Waerebo, Pemkab Manggarai tidak memberikan izin untuk membangun hotel melati dan hotel berbintang. Biarlah rumah penduduk menjadi tempat penginapan yang setara dengan hotel berbintang.

“Semua pihak di Nusa Tenggara Timur harus memahami perencanaan pembangunan pariwisata lima tahun ke depan. Selama ini uang pariwisata dinikmati oleh orang-orang besar karena menginap di hotel berbintang. Masyarakat hanya mendapatkan sedikit dari kue pariwisata di NTT. Pembangunan hotel berbintang di Labuan Bajo dibatasi sementara pembangunan hotel melati tidak lagi diberikan izin oleh pemerintah,” katanya.

Gubernur Laiskodat memaparkan, Pemprov NTT belajar dari Kabupaten Banyuwangi di Jawa Timur. Sebelumnya Kabupaten Banyuwangi tidak terkenal di sektor pariwisata. "Namun kini sudah sangat terkenal dan masyarakatnya menikmati kue pembangunan dari pariwisata," katanya.

Rumah penduduk di Banyuwangi menjadi tempat penginapan bagi wisatawan dengan kamar dan toilet sesuai standar kebersihan. Menurutnya, Kabupaten Banyuwangi menjadi salah satu contoh keberhasilan konsep CBT.

“Budaya dan obyek wisata di Nusa Tenggara Timur pada umumnya dan Flores khususnya sangat kaya. Untuk itu bangun pariwisata dengan konsep sesuai budaya Nusa Tenggara Timur,” sambung Laiskodat.

Gubernur Laiskodat meminta mahasiswa dan mahasiswi STKIP Santo Paulus Ruteng harus terbiasa menarasikan obyek-obyek wisata, baik alam, budaya, tarian, rumah adat, cerita-cerita unik dan lain sebagainya.

"Kita masih kekurangan menarasikan obyek wisata yang khas Nusa Tenggara Timur. Untuk itu tugas kita bersama untuk menarasikan obyek wisata tersebut," ujarnya.

“Pola pikir generasi muda harus berubah. Selama ini kita selalu berpikir bahwa saya mengambil jurusan ilmu pendidikan maka otomatis menjadi guru, melamar kerja menjadi guru. Saya mengambil jurusan ilmu kesehatan, melamar untuk bekerja di Rumah Sakit dan Puskesmas. Bekerjalah lintas ilmu kesehatan. Misalnya, seorang yang lulus ilmu kesehatan, bagaimana menarasikan pariwisata yang dikaji dari kesehatan dan seterusnya,” ujarnya.

Gubernur Laiskodat menjelaskan, orang NTT harus menikmati sendiri kue pembangunan pariwisata. Salah satu yang akan dilaksanakan bahwa Event Organizer (EO) harus dilakukan oleh Aparat Sipil Negara (ASN) dan rakyat.

“Saya menginginkan orang Nusa Tenggara Timur mampu menyelenggarakan event-event. ASN dan rakyat dilatih untuk bisa menjadi EO,” katanya.

Kepok Kapu Khas Pemda Manggarai

Rabu (9/1/2019), kunjungan perdana Gubernus NTT bersama rombongan disambut Bupati Manggarai Deno Kamelus dan Wakil Bupati Manggarai,Viktor Madur bersama tokoh adat Manggarai di depan kantor Bupati Manggarai di Ruteng.

Saat itu Gubernur NTT menempuh perjalanan darat dari Labuan Bajo ke Ruteng setelah menempuh penerbangan dari Kupang menuju Labuan Bajo.

Tua adat Kabupaten Manggarai menyambut Gubernur NTT dengan tuak atau moke lokal. Saat itu Gubernur NTT dan rombongan menikmati tuak atau mokel lokal. Orang Manggarai menyebutnya “Tuak Raja”.

“Tuak raja” belum diolah melainkan diambil langsung dari pohon arena atau enau berwarna putih. Selanjutnya Gubenur dan rombongan diantar ke ruangan VIP Bupati Manggarai untuk bertemu dengan seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Manggarai.

Tua adat kembali melaksanakan ritual adat. Ayam jantan berwarna putih dan tuak atau mokel lokal menyambut Gubernur NTT dan rombongan.

Ritual itu meminta leluhur Manggarai untuk menjaga Gubernur dan rombongan selama berkunjung di Kabupaten Manggarai.

“Ini sudah menjadi tradisi dari Pemerintah Kabupaten Manggarai dalam menyambut tamu-tamu, baik pejabat negara maupun dari berbagai lembaga internasional dan nasional yang berkunjung ke Kabupaten Manggarai. Kami melestarikan tradisi warisan leluhur atau nenek moyang orang Manggarai," kata Deno Kamelus.

https://travel.kompas.com/read/2019/01/14/072200727/-tiba-meka-tarian-khas-flores-barat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke