Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Reba Ngada, Tradisi Menghormati Makanan Tradisional Uwi

Biasanya, warga di Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur yang tak jauh dengan Kabupaten Ngada sudah terbiasa dengan tanda-tanda alam tersebut di bulan Januari setiap tahunnya. Angin kencang dan hujan gerimis sebagai salah satu tanda bahwa di kawasan Langa, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada sedang melakukan ritual pesta adat Reba.

Setiap tahun Kompas.com mendengarkan kisah dan cerita lisan dari warga Kota Komba tentang tanda-tanda alam tersebut. Memang tanda-tanda alam itu tidak membawa bahaya bagi seluruh masyarakat di Kabupaten Ngada dan Kabupaten Manggarai Timur.

Beberapa tahun Kompas.com sangat penasaran dengan magisnya tradisi Reba di kawasan Langa, di bawah kaki Gunung Inerie.

Rasa penasaran itu baru terwujud 15 Januari 2019 saat ribuan masyarakat di kawasan Langa yang melingkupi lima desa, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada menggelar ritual tahunan Reba.

Selasa (15/1/2019) sekitar jam 10.30 Wita, saya berangkat dengan bus umum dari Kota Waelengga menuju ke Terminal Watujaji karena saya tak terbiasa mengendarai kendaraan roda dua kalau melakukan peliputan di tempat jauh di Pulau Flores.

Saat memasuki Terminal Watujaji, hujan lebat mengguyur kawasan itu. Saya menyepi di salah kios di sekitar terminal Watujaji. Watujaji memiliki arti tempat itu, nanti dikisah selanjutnya.

Hujan mulai reda, saya mencari motor ojek untuk mengantar saya ke kawasan Langa untuk mengikuti ritual Reba Ngada tahunan tersebut. Akhirnya, motor ojek lewat dan membawa saya ke tempat pelaksanaan ritual Reba Ngada tahunan tersebut.

Setiba di lokasi ritual, ribuan orang Ngada dari berbagai rumah adat atau Sa’o berkumpul dengan memakai kain adat khas Ngada berwarna hitam bercampur benang putih di kain tersebut. Sementara kepala kaum laki-laki dari anak-anak sampai orangtua memakai kain ikat kepada berwarna merah. Benar-benar terasa magis dan sakral di sekitar lokasi acara tersebut.

Belasan imam memimpin perayaan Ekaristi itu yang dihadiri langsung oleh Wakil Gubernur NTT Josef Adrianus Nai Soi dan Ketua DPRD NTT Anwar Pua Geno dan juga pejabat teras dari lingkungan Pemprov NTT serta Kabupaten Ngada termasuk Plt Bupati Ngada, Paulus Soliwoa serta pimpinan Forkompinda Kabupaten Ngada.

Selesai perayaan Ekaristi, ribuan warga Ngada mempersiapkan diri melaksanakan ritual Uwi Reba. Bagi orang Langa khususnya masyarakat Ngada umumnya bahwa uwi (ubi) sangat sangat mulia, luhur, diagung-agungkan serta bermartabat dalam kehidupan sosial di kawasan itu.

Saat ritual dilaksanakan, uwi sangat dihormati dan dihargai sepenuh hati. Untuk direnungkan bersama bahwa leluhur pertama orang Langa yang mengembara dari negeri China bertahan hidup hanya dengan sepotong uwi (ubi) yang mungkin dibawa dari negeri China.

Dikisahkan secara lisan bahwa saat tiba di Lepelape, sebuah uwi dibagi-bagikan secara merata sebagai bekal hidup dalam perjalanan menyusuri perbukitan dan lembah di wilayah Ngada zaman itu.

Wagub Nai Soi menjelaskan, jika kita mendengarkan kisah lisan tentang nenek moyang orang Ngada yang berlayar jauh dari Sina One (China) berjuang keras dalam ikatan persaudaraan sejati.

Saat mereka berlayar dengan mengarungi samudera luas dengan terpaan badai yang dashyat, diantara mereka tetap membina rasa toleransi dan saling percaya dalam sebuah kelompok yang kuat sampai tiba di Pelabuhan Lepelapu (kini Aimere).

Sebagaimana dikisahkan secara turun temurun saat ritual Reba bahwa leluhur orang Ngada berasal dari Sina One (China) berlayar ke Jawa, lalu ke Bima. Dari Bima berlayar ke Pulau Sumba dan dari Pulau Sumba berlayar di Pelabuhan Lepelapu dan selanjutnya menyebarluas ke seluruh wilayah pegunungan Kabupaten Ngada.

Kalau kita telusuri sesuai kisah lisan itu bahwa antara warga Pulau Sumba dan Ngada memiliki ikatan emosional. Dan dari segi rumah adat hamper sama dengan motif rumah adat di Pulau Sumba.

Wagub Nai Soi mengatakan, Reba ditingkatkan menjadi Festival Reba khas Kabupaten Ngada. Pemprov NTT menggiatkan berbagai festival khas NTT. Salah satunya adalah Festival Reba khas Ngada. Tahun depan, Reba menjadi Festival Reba dengan diikuti ribuan masyarakat Ngada serta ribuan uwi yang disiapkan masyarakat Ngada.

“Masyarakat Ngada bersama dengan Pemerintah Kabupaten Ngada mempersiapkan dengan baik Festival Reba tahun depan. Mulai sekarang masyarakat tanam uwi sebanyak-banyaknya. Pemprov NTT siap memberikan dukungan bagi penyelenggaraan sebuah festival di 23 kabupaten dan kota. Lembaga perwakilan Rakyat Nusa Tenggara Timur sudah memberikan dukungan untuk mengganggarkan dana festival yang bersumber dari dana APBD Provinsi Nusa Tenggara Timur,” jelasnya.

Saat Uwi Reba, ajak Wagub Nai Soi, kita saling menyatakan tekad untuk membangun Langa khususnya dan Kabupaten Ngada serta Provinsi NTT untuk lebih maju dan sejahtera. Kita sudah merasakan bahwa ritual Uwi Reba mengantar orang Ngada menjadi orang besar di NTT dan Indonesia.

Wagub Nai Soi menegaskan, Pemprov NTT sudah memprogramkan bahwa rumah penduduk dijadikan tempat penginapan bagi tamu asing dan Nusantara. Untuk itu Pemprov siap menyelenggarakan Festival rumah layak dengan toilet bersih di seluruh kampung di 23 kabupaten dan kota.

Ketua DPRD NTT Anwar Pua Geno, menjelaskan Pemprov dibawah kepemimpinan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat dan Wagub NTT Josef Adrianus Nai Soi dengan misinya: "NTT Bangkit Menuju Sejahtera".

Salah satu solusi untuk mensejahterakan masyarakat NTT dengan pengembangan pariwisata yang berbasi masyarakat lokal.

Pua Geno mengatakan, berbagai festival akan diselenggarakan di seluruh NTT. Untuk itu masyarakat siap menyelenggarakan event pariwisata itu. Potensi pariwisata NTT sangat kaya dengan keunikan-keunikan masing-masing. Keuntungan pariwisata di NTT, baik bersumber dari APBD Provinsi NTT maupun APBD Kabupaten harus dinikmati oleh masyarakat NTT.

Pua Geno mengatakan, jadikan pesta Reba menjadi ajang tahunan dengan dukungan APBD NTT. Tahun depan Reba harus lebih meriah di Kabupaten Ngada. Festival Reba harus menjadi agenda tingkat provinsi.

"Saya hadir sebagai Ketua DPRD NTT. Namun saya hadir juga sebagai keluarga Langa dan Ngada. Saya menyumbang Rp 10.000.000 untuk pesta Reba saat ini,” katanya.

Ketua Panitia Reba Langa 2019, Paskalis Lalu menjelaskan, Ritual Reba Uwi atau Sui Uwi merupakan tradisi menghormati makanan tradisional uwi yang diwariskan secara turun temurun oleh leluhur Ngada. Salah satu leluhur orang Ngada yang mewariskan Uwi Reba bernama Sili.

Jadi sejak leluhur orang Ngada berada di kawasan Ngada umumnya dan Langa khususnya menanam Uwi yang tumbuh liar di hutan. Saat itu leluhur orang Langa khususnya dan Ngada umumnya tidak mengenal tanaman padi. Bertahun-tahun nenek moyang orang Langa makan uwi sebagai makanan pokok dalam kehidupan keluarga.

“Saya berharap tradisi ini terus dilestarikan dan dipertahankan bagi generasi Ngada di masa yang akan datang. Saat Uwi Reba, orang Ngada yang merantau pulang untuk mengikuti ritual tahunan ini,” katanya.

Mikael Do, Tokoh Kampung Sapawara, Desa Beja, Kecamatan Bajawa menjelaskan, nenek moyang kita berangkat dari daerah asalnya Sina One (China) dalam kelompok. Mereka mengembara dari tempat ke tempat seakan-akan tanpa tujuan yang jelas. Mereka mendaki, lembah dan ngarai mereka lalui seolah-olah tanpa ada rintangan dan halangan.

Sebagaimana kisah lisan, Mikael menjelaskan, mereka mengarungi samudera luas, menantang gelombang dan badai topan hingga mereka tiba di daerah Selo one. Setiap orang tidak dibiarkan berjuang sendirian.

Mereka berjuang bersama-sama dalam kelompok mengatasi alam ganas, terpaan badai yang menantang lika liku pengembaraan mereka, tidak membuyarkan tekad mereka untuk selalu hidup dalam kebersamaan, kerukunan, dan semangat cinta kasih persaudaraan.

Selanjutnya mereka menyebar ke seluruh Ngada dengan cara masing-masing. Dalam pengembaraan, makanan penguat satu-satunya adalam ubi atau uwi. Ubi di potong-potong dan dibagi-bagikan sebagai simbol kerukunan, persatuan, persaudaraan dan perdamaian sejati diantara mereka.

“Riwayat pengembaraan leluhur orang Ngada diungkapkan dalam upacara Sui Uwi yakni ritual pemecahan ubi, yang meriwayatkan pengembaraan leluhur, sekaligus penegasan untuk hidup harus menaati amanat suci leluhur (lese dhe peda pawe atau po boro molo teta lema siza) yang harus menjadi panduan untuk dilaksanakan oleh generasi muda saat ini dan generasi mendatang,” kata Mikael.

Sekretaris Desa Beja, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, Marselinus Paru kepada Kompas.com, Selasa (15/1/2019) menjelaskan, Uwi Reba merupakan tahun baru adat di kawasan Langa dengan melibatkan lima desa. Ritual Reba dilaksanakan setiap tahun. Reba diselenggarakan oleh masyarakat Kampung Kepo Wesu, Kampung Bonewaru dan Langa Keda.

“Reba itu pesta adat Langa atau pesta tahun baru adat dari masyarakat Langa. Saat Reba, uwi (ubi) itu dipuja-puja. Uwi merupakan makanan pokok leluhur orang Ngada. Pelaksanaan Reba tiap tanggal 15 Januari setiap tahun,” jelasnya.

Ritual Uwi (ubi) dilaksanakan selama seminggu. Hari pertama, pembukaan ritual uwi, hari kedua, Kobe deke yakni masuk rumah adat masing-masing. Hari ketiga, Kobe dhoi yakni mengangkat martabat uwi.

Hari keempat, Kobe Sui yakni ritual meneguhkan martabat uwi, nasihat-nasihat kepada generasi dan orang Ngada seluruhnya untuk hidup selaras dengan alam semesta.

https://travel.kompas.com/read/2019/01/18/102200027/reba-ngada-tradisi-menghormati-makanan-tradisional-uwi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke