Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Nasi Menok, Menu Prajurit Mataram yang Ludes dalam Sejam di Sar Londho

Peni, warga Magetan, Jawa Timur, yang mengaku mencari nasi menok terpaksa gigit jari karena kehabisan. Terpaksa dia melirik menu jajanan tradisional yang masih ada.

“Ini agak kesiangan tadi, makanya kehabisan. Nasi menok itu pokoknya gurih, terus ada sauran dan botok. Itu kenapa penjualnya tidak menambah dagangannya?” ujarnya, Minggu (17/2/2019).

Susilowati, pedagang nasi menok mengaku dagangannya sebanyak 40 bungkus habis dalam waktu satu jam. Nasi menok jualannya sudah dipersiapkan sejak pukul 03.00 WIB. Dia mengaku berangkat pada pukul 06.30 WIB.

“Jam tujuh siap, jam delapan sudah habis. Mohon maaf mengecewakan, besok kami akan tambah jumlahnya,” ujarnya pada pelanggan.

Nasi menok merupakan salah satu menu tradisional yang menjadi incaran pengunjung di Sar Londho Desa Candirejo, pasar yang menghadirkan menu dan jajanan tradisional dengan menghadirkan suasana pasar pada era tahun 1970-an.

Kelebihan menu nasi menok, menurut Susilowati bukan hanya terletak pada nasinya saja, tetapi pada bitik dan sayuran yang memiliki khasiat layaknya obat herbal.

Nasi menok berasal dari beras baru dari petani lokal yang dimasak setengah matang (karon dalam bahasa Jawa) dengan mencampurkan santan, garam dan daun salam untuk menanaknya.

Setelah santan, garam dan aroma daun salam meresap, nasi yang setengah matang dibungkus dengan daun pisang. Untuk membungkusnya dipilih pisang kepok yang akan memberikan aroma harum kepada nasi.

Setelah dibungkus dengan nama pelang, nasi kemudian dikukus kembali sampai masak. “Nasinya itu empuk, pulen, gurih, disantapnya pakai botok, terus sayuran urap, itu nggak ada duanya,” imbuh Peni.


Selain nasinya yang gurih dan pulen, menurut Susilowati, botok di menu nasi menok juga mengambil peran penting memberikan cita rasa yang nikmat.

Botok biasanya akan dipilih dari bahan daun bawang merah, petai cina (mentoro), daun belinjo yang dicampur dengan sejumlah sayuran dan rempah yang tumbuh subur di kaki Gunung Lawu.

“Semua diolah tanpa ditambahi penyedap rasa. Semua rempah orisinil dari kaki Gunung Lawu yang kita pakai,” ujarnya.

Sayur untul urap dalam menu nasi menok juga tak kalah istimewa, karena terdiri dari sayuran jerembak atau selada air yang hanya bisa tumbuh subur di lereng Gunung Lawu yang memiliki mata air belum tercemar.

Selada air hanya bisa tumbuh di perairan yang masih bersih. Campuran sayur lainnya adalah daun kenikir, daun yang berkhasiat menghancurkan sel kanker serta sejumlah sayuran yang tumbuh subur di kakai Gunung Lawu.

Menu tersebut belum cukup kalau belum ada lento khas Magetan. Lento merupakan bola bola yang terbuat dari ubi kayu yang diiris memanjang seperti lidi korek api yang dicampur dengan bumbu rempah seperti lengkuas, cabai, bawang merah bawang putih dan dicampur dengan sejumlah empon empon. Rasanya gurih, pedas dan menyegarkan saat disantap dengan nasi menok.

Penyajian nasi menok tidak mengunakan piring, tapi menggunakan lemper, semacam piring dari tanah liat yang diberi alas daun. Hal ini untuk lebih menghadirkan tampilan otentik seperti di pasar-pasar zaman dahulu yang belum mengenal piring.

Nasi Menok, Menu Khas Prajurit Mataram

Nasi menok konon merupakan menu yang disantap oleh kalangan Kerajaan Mataram pada Abad XVII. Baik punggawa maupun prajurit Kerajaan Mataram dikisahkan menyukai nasi menok, yang sekarang kembali dihadirkan melalui Sar Londho di Desa Candirejo.

Selain nasi menok, di Sar Londho juga menyediakan nasi pecel khas Magetan, nasi jagung, nasi bancaan, tepo sayur serta jajanan tradisional seperti gethuk, cenil, grontol, tiwul, jenang sumsum, jenang grendul, jenang tape ketan serta sejumlah penganan seperti ketan oran dan minuman dari teh tubruk sampai kopi cokot.

Sar Londho biasanya ramai pada hari Sabtu dan Minggu, karena selain menyajikan menu kuliner tradisional pengunjung juga dihibur oleh musik angklung.

https://travel.kompas.com/read/2019/02/18/083200227/nasi-menok-menu-prajurit-mataram-yang-ludes-dalam-sejam-di-sar-londho

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke