Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Berkawan dengan Ratusan Burung Air di Kampung Blekok Situbondo

Kawasan tersebut, sejak tahun 2017, melalui Peraturan Bupati Situbondo tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati, telah ditetapkan sebagai kawasan bakau yang dihuni oleh burung air jenis ardidae yang disebut burung blekok oleh masyarakat sekitar.

Saat yang tepat untuk berkunjung ke Kampung Blekok adalah pukul 05.00 pagi, saat burung-burung pergi mencari makan. Juga pukul 17.00 sore saat burung-buurung pulang ke sangkar yang berada di hutan mangrove tersebut.

Melalui jembatan kayu dan menara pandang, pengunjung bisa menyaksikan burung yang didominasi warna putih terbang dan hinggap di hutan mangrove di sepanjang pantai.

Ranti Seta, Kasie Pemeliharaan Lingkungan dan Hutan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Situbondo kepada Kompas.com (26/2/2019) menjelaskan hutan mangrove Kampung Blekok, berdasarkan data tahun 2016, mempunyai kerapatan rata-rata 2000 pohon per hektar.

Sehingga dengan luas 6,3 hektar, diperkirakan jumlah tegakan mangrove di Kampung Blekok 12.600 pohon dengan tebal mangrove kurang dari 1 km.

"Mangrove adalah tempat bersarang burung air, ditambah lagi masyarakat dusun pesisir membuat kandang sapi tepat di sisi hutan mangrove. Ada sekitar 60 sapi disana sehingga ada simbiosis mutualisme di sini. Ini yang menjadi alasan burung air betah di kampung ini," jelas Ranti Seta.

Berdasarkan penelitian di Kampung Blekok, Ranti Seta menjelaskan ada 10 jenis mangrove tegakan. Yaitu Soneratia Alba, Rhizophora Mucronata, Rhizophora Stylosa, Rhizophora Apiculata, Avicennia Alba, Avicennia Marina, Acanthus Ilicifoius, excoecaria Agallocha, dan Hibiscus Tiliaceus.

Sedangkan burung air yang ditemukan di Kampung Blekok ada 11 jenis burung yaitu Cangak Merah, Kuntul Besar, Kuntul Kecil, Kuntul Kerbau, Kowak Malam Abu, Blekok Sawah, Kokokan Laut, Kareo Padi, Gajahan Pengala, Trinil Pantai dan Cerek Jawa.

Dari 11 jenis burung yang ditemukan, 3 jenis burung masuk kategori dilindungi yaitu Burung Kuntul Kecil (Egretta garzetta), Kuntul Kerbau (Bubulcus ibis), Gajahan Pengala (Numenius phaeopus).

"Untuk jenis burung air yang banyak ditemukan disini adalah burung kuntul kerbau," jelasnya.

Selain melihat ratusan burung air melalui jembatan kayu, pengunjung juga bisa ikut menanam mangrove atau menelusuri hutan mangrove dengan menggunakan perahu milik warga sekitar. Namun yang tidak kalah menarik adalah pengunjung bisa berjalan kaki di gang-gang kecil dan melihat aktivitas masyarakat sekitar yang mayoritas bekerja sebagai nelayan dan pengrajin souvenir berbahan kayu dan kerang.

Mereka melakukan aktivitas pembuatan kerajinan tersebut di depan rumah mereka.

"Sudah belasan tahun masyarakat sini bekerja sebagai pengrajin souvenir dari kayu dan kerang yang dikirim ke Bali, Jogya, Surabaya dan kota besar lainnya. Bermacam-macam ada gantungan kunci, hiasan meja dan di setiap rumah kita bisa melihat aktivitas mereka," jelas Ranti Seta.

Menurutnya, aktivitas masyarakat dan juga kekayaan sumber daya alam di kampung Blekok adalah kesatuan yang menarik untuk para pengunjung yang datang ke kampung tersebut. Bahkan setiap minggu, masyarakat sekitar membuat even yang menarik yang didatangi oleh banyak pengunjung Ia mencontohkan bazar kuliner lokal yang di gelar minggu lalu.

"Yang jual makanan yang masyarakat sekitar. Jadi ada pemasukan juga buat mereka," jelasnya.

Sementara itu Maseri (50), warga setempat, kepada Kompas.com mengatakan dengan adanya wisata berbasis konservasi Kampung Blekok memberikan banyak perubahan bagi masyarakat sekitar salah satunya ada tambahan pemasukan serta perubahan perilaku.

"Kalo pemasukan ekonomi pasti ada perubahan. Ada yang jualanan makanan dan souvenir atau sewakan perahu. Tapi perubahan besar ya bagaimana kita ikut menjaga lingkungan dan melestarikan mangrove," jelas lelaki yang bergabung di pokdarwis Kampung Blekok.

Dia mengatakan saat masih kecil, banyak masyarakat sekitar banyak yang menebang pohon mangrove karena dianggap mengganggu aktivitas mereka saat melaut dan mencari ikan. Namun sekarang mereka sudah tahu pentingnya hutan mangrove bagi masyarakat yang tinggal di pesisir.

"Minimal ketika ada badai. kita terhindar dari angin laut, selain itu banyak hasil laut seperti kerang dan ikan di sekitar mangrove yang bisa kita manfaatkan," katanya.

Ia mengatakan sejak lama masyarakat sekitar sudah melarang orang untuk berburu dan membunuh burung ada di kawasan Dusun Pesisir, dan larangan tersebut berlaku hingga saat ini.

Masyarakat juga membuat penangkaran burung blekok untuk merawat anakan burung blekok yang jatuh saat terjadi badai. Menurutnya saat terjadi badai, banyak burung dewasa dan anakan yang mati karena jatuh.

"Jika bulan Januari Februari, masih musim burung bertelur. Nanti di bulan April, jumlah burung yang datang dan pergi jumlahnya terlihat lebih banyak. Itu alasan kita untuk membatasi penggunaan drone di wilayah sini agar tidak mengganggu aktivitas burung serta larangan membuang sampah khususnya sampah plastik di wilayah kampung Blekok," pungkasnya.

https://travel.kompas.com/read/2019/02/26/141600327/berkawan-dengan-ratusan-burung-air-di-kampung-blekok-situbondo

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke