BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Oppo
Salin Artikel

Menikmati Sejarah Masa Lalu ala Yokohama

KOMPAS.com – Sore itu, langit Yokohama, Jepang mulai berubah kemerahan pertanda sebentar lagi matahari akan terbenam di ufuk barat.

Meski begitu, kawasan di tepi laut itu masih ramai dengan orang-orang yang bersantai di kursi taman atau sekadar berjalan-jalan ditemani suara deburan ombak dan semilir angin.

Di sisi lain, ada sekelompok anak muda yang bermain sepak bola dengan riang. Ada juga yang sibuk memotret suasana kota dengan kamera-kamera mereka.

Tak jauh dari sana ada sebuah bangunan besar yang berdiri kokoh dengan dinding batu bata berwarna merah bernama Red Brick Warehouse.

Sekilas bangunan tua itu tampak tidak lagi digunakan. Namun, saat melangkah ke dalamnya, suasana modern akan langsung terasa.

Red Brick Warehouse merupakan salah satu bukti kolaborasi apik antara masa lalu dan masa kini di Yokohama. Dahulu, bangunan ini berfungsi sebagai gudang penyimpanan barang-barang yang dibawa oleh kapal dagang asing ke Jepang.

Kini, bagian dalam bangunan berdinding merah itu disulap menjadi kafe, restoran, toko suvenir, hingga aula untuk teater dan konser.

Dengan semua fasilitasnya, jangan heran jika bangunan yang dijuluki Aka Renga Soko itu menjadi salah satu tempat kencan paling populer di Yokohama.

Bangunan yang berdiri sejak 1920-an itu pernah direvonasi besar-besaran sebanyak dua kali, yakni tahun 1994 dan 2002. Saat direnovasi, para kru sebisa mungkin tetap mempertahankan bentuk aslinya agar sejarah panjang milik gedung ini tidak terhapus.

Contohnya, mereka mencoba melestarikan keunikan dari Red Brick Warehouse dengan tetap mempertahankan tampilan ‘kuno’ di sepanjang tangganya.

Saat renovasi selesai dan dibuka kembali pada April 2002, bangunan itu segera menjadi sensasi utama di Yokohama. Dalam 17 tahun, tercatat 70 juta pengunjung sudah bertandang ke sana.

Sejarah panjang kota belabuhan

Yokohama merupakan contoh nyata dari sejarah masa lalu yang hidup selaras dengan modernitas masa kini. Di setiap sudut kota, terdapat gedung-gedung tua berdiri berdampingan dengan bangunan dan fasilitas modern.

Sebelum menjadi kota modern seperti saat ini, Yokohama merupakan sebuah desa nelayan kecil di dekat Teluk Tokyo.

Sejarah perkembangannya dimulai ketika Matthew C.Perry bersama dengan armada dan kapal perang Angkatan Laut Amerika Serikat menginjakkan kakinya di kota tetangga, Kanagawa pada 1853.

Lima tahun berlalu, Kanagawa berubah menjadi pelabuhan pertama di Jepang di bawah Perjanjian Harris 1858. Sejak perjanjian itu, orang-orang asing bisa tinggal dan berdagang di sana.

Sayangnya, Jepang tidak suka jika ada orang asing yang bisa mengaksesnya dengan bebas. Pasalnya, saat itu Kanagawa menjadi salah satu pos penting dan jalanan utama di Jepang.

Sebagai gantinya, pemerintah Jepang kemudian menjadikan Yokohama sebagai kota pelabuhan, yang terisolasi dari Jalan Raya Kanagawa.

Meskipun sempat hancur akibat gempa bumi, kebakaran pada September 1923, serta serangan udara selama Perang Dunia II, Yokohama berhasil bangkit kembali.

Bahkan, sejak 1950-an, pembangunan Yokohama dipercepat. Hal ini pun berpengaruh pada perkembangan populasi di sana. Hasilnya, pada 1980, Yokohama dinobatkan sebagai kota terbesar kedua di Jepang mengalahkan Osaka, dan masih bertahan hingga saat ini.

Seiring berjalannya waktu, kota ini berkembang pesat menjadi salah satu pelabuhan utama dan pusat perdagangan Jepang. Yokohama pun disebut-sebut sebagai “pintu masuk Jepang”.

Sebagai pintu masuk, kota ini selalu bersemangat menerima budaya dan informasi baru dari penjuru dunia, bahkan sejak pertama kali pelabuhan di buka.

Yokohama, yang kerap disebut sebagai “Hamakko” dalam bahasa Jepang, terbuka untuk mengadopsi segala hal baik.

Pemandangan Yokohama yang tidak biasa itu tentunya sangat menarik untuk diabadikan lewat gambar. Namun, untuk menghasilkan foto dengan visual yang bercerita dan sesuai keinginan tidaklah mudah.

Dibutuhkan kamera dengan fitur-fitur mumpuni untuk memotret lanskap. Misalnya, Oppo Reno 10x Zoom.

Berbekal kamera utama dengan resolusi hingga 48MP yang didukung sensor Sony IMX586 dan diafragma f/1.7, smartphone ini dapat memotret lanskap Yokohama dengan baik.

Sensor sebesar setengah inci yang dimilikinya pun mampu meningkatkan sensitivitas lensa terhadap cahaya untuk mengambil gambar beresolusi tinggi dengan jernih.

Selain itu, wide angle pada kamera smartphone itu mampu memberikan perspektif baru untuk komposisi foto dengan tangkapan gambar lebih luas. Bahkan, mampu memberikan perbesaran digital hingga 60 kali.

Alhasil, foto-foto pemandangan Yokohama dapat terabadikan dengan baik dan menghasilkan foto dengan visual yang lebih bercerita.

https://travel.kompas.com/read/2019/08/06/191700827/menikmati-sejarah-masa-lalu-ala-yokohama

Bagikan artikel ini melalui
Oke