Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Beo Runa, Pusat Peradaban Minangkabau di Flores Barat (1)

Di balik kampung lembah yang tersembunyi itu menyimpan harta sejarah yang mampu mengangkat kampung itu di tingkat nasional dan internasional.

Selama ini kampung atau Beo Lembah Runa yang diketahui oleh seputar orang Kolang dengan berbagai kisah-kisah sejarah yang masih tersimpan di bebatuan besar di sekitar perkampungan tersebut.

Bahkan, para arkeolog ditantang untuk menelusuri jejak-jejak sejarah yang terdapat di bebatuan itu dengan usia ribuan tahun.

Awalnya warga di Hamente Kolang bahwa ada jejak telapak kaki orang India serta peta bangsa India yang diukir di bebatuan besar tersebut.


Kisah itu membuat KompasTravel terus penasaran yang berbagai kisah yang disampaikan orang Kolang. Namun, ada dua versi, pertama nenek moyang orang Kampung Runa berasal dari Minangkabau.

Kedua, kisah lisan bahwa gambar telapak kaki dan sebuah gambar peta di bebatuan itu dikisahkan berasal dari India.

Kumpulan cerita lisan itu menantang KompasTravel menelusuri dan menjelajahi Kampung Lembah Runa, Senin (5/8/2019) diantar oleh Situs Dala, seorang warga kampung Wajur.

Pukul 14.00 Wita, Situs Dala mengantar KompasTravel dengan sebuah sepeda motor. Saat itu kami berangkat dari Kampung Wajur melewati Kampung Nao, dan masuk di pertigaan ke Beo, Kampung Leda.

Dari pertigaan Leda, laju sepeda motor agak bagus karena jalannya sudah diaspal lapisan penetrasi (Lapen) hingga jalan menurun.

Dari pertigaan kampung Leda hingga ke Beo, Kampung Runa, jalan raya sangat parah dimana kami bertarung dengan jalan tanah. Saya harus jalan kaki di jalan pendakian menuju ke pertigaan ke kampung, Beo Runa.


Jalan Raya ke Situs Minangkabau Runa Belum Diaspal

Jalan-jalan di pelosok Hamente Kolang, di Kecamatan Kuwus dan Kuwus Barat belum semua diaspal. Masih banyak jalan tanah.

Sepeda motor yang dibawa Situs Dala penuh dengan kewaspadaan supaya tidak jatuh. Beruntung Situs Dala sudah mahir berhadapan dengan medan jalan yang sangat rusak parah.

Saat itu KompasTravel memutuskan jalan kaki hingga tiba di rumah Penjaga Situs Wisata Kampung Runa, Hubertus Dantol (59). Setiba di rumahnya, kami bertemu dengan anak-anaknya yang sedang memisahkan buah cengkeh yang baru selesai di petik.

Memang, saat ini di Kampung, Beo Runa, warga sedang memetik buah cengkeh. Saat ditanya, anak-anak di dalam rumah itu menjawab bahwa, orangtua mereka sedang memetik cengkeh di kebunnya.

Akhirnya, kami bertemu orangtua mereka yang baru tiba dari kebun sambil menjunjung buah cengkeh yang disimpan di dalam keranjang, roto.


Bertemu Penjaga Situs Minangkabau Runa

Saat itu istrinya memanggil suaminya bahwa ada tamu yang ingin mengunjungi situs-situs di perkampungan Runa. Akhirnya, penjaga situs wisata, Hubertus Dantol membawa sapu lidi serta sebuah parang untuk membersihkan situs-situs tersebut.

Saat itu penjaga situs mendampingi KompasTravel untuk melihat langsung situs-situs yang dikisahkan secara lisan oleh seluruh masyarakat Kolang. Kami juga bertemu sejumlah orang di Kampung, Beo Runa yang melihat orang baru mengunjungi situs-situs tersebut.

Jejak Kaki dan Alat kelamin, Peta di Situs Minangkabu di Runa

Penjaga Situs Wisata Kampung Runa, Hubertus Dantol (59) menuturkan Beo Rua, Kampung Runa merupakan kampung tertua di Hamente Kolang. Letak kampung ini sejajar dengan pantai Nangalili di bagian selatan dari Kabupaten Manggarai Barat.

Dantol mengisahkan bahwa ribuan tahun lalu, air laut dari bagian Selatan, Nangalili masuk di Lembah Hamente Kolang hingga di Kampung Runa. Sesuai penuturan nenek moyang orang Runa bahwa pasangan suami istri dari Minangkabau berlayar dengan sebuah sampan dari Minangkabau menuju ke Warloka.


“Suami istri itu datang dari Minangkabau. Mereka berlayar dengan sebuah perahu hingga tiba di Kampung Lembah Runa. Mereka bermalam di Beo. Saat bangun pagi air laut sudah surut sehingga mereka tidak bisa berlayar lagi menuju ke Pantai Nangalili. Akhirnya mereka tinggal di Kampung Runa. Jejak kedatangan mereka di kampung lembah Runa yakni gambar kaki suami istri dan jenis kelamin laki-laki dan perempuan di bebatuan serta gambar sebuah rumah yang mirip dengan rumah adat Minangkabau dan juga mereka gambar sebuah peta," kata Dantol.

Menurut Dantol, orang Runa menyebut peta itu adalah Peta Bangsa India.

"Ini kenangan mereka saat berada di Kampung Runa. Bukti lain adalah sebuah sampan yang sudah menjadi batu, namun, sampan itu sudah pecah. Dan juga ada tulisan di bebatuan compang, tempat mezbah. Di situs compang itu bertuliskan R U N K W,” ujarnya.

Dantol memaparkan tahun 1971, Ande Batul, Pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, perwakilan Kecamatan Kuwus mengunjungi situs-situs ini. Saat itu, semua situs dikunjungi. Pesannya saat itu adalah Kampung Runa adalah Beo, kampung bersejarah di Manggarai Raya karena ada bukti sejarah berupa tulisan dan gambar di bebatuan besar di sekitar kampung tersebut. Banyak orang luar menyebut bahwa peta di bebatuan besar itu adalah peta Negara India. Belum ada arkeolog dan peneliti dari luar Manggarai Raya yang melakukan penelitian tentang situs-situs ini.


Enam Situs Minangkabau di Beo Runa

Dantol menjelaskan, ada enam situs jejak orang Minangkabau, sebagai leluhur orang Runa yang masih terjaga dengan baik di bebatuan besar di sekitar perkampungan Lembah Runa.

Pertama, situs Compang Runa, di situs batu compang, tempat mezbah yang berada di ujung kampung bertuliskan R U N K W. Tulisan itu masih terjaga dengan baik. Walaupun saat ini penuh dengan lumut. Jika kena hujan maka tulisan ini bisa dibaca dengan jelas.

Kedua, Situs Watu Mbolong, batu bulat, ada lima batu bulat adat Mbolong yang ada di compang di tengah kampung Runa.

Ketiga, Watu Cermeng, batu cermin dan gambar jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Batu cermin dengan gambar jenis kelamin laki-laki dan perempuan berada dalam satu batu besar. Bagian atas batu itu ada dua batu berbentuk cermin dan bagian bawahnya terdapat gambar jenis kelamin laki-laki dan perempuan.


Arah gambar kaki laki-laki dan perempuan itu, jari-jari kaki mengarah ke bagian barat dari Kampung Runa.

Kelima, gambar peta diatas batu. Berdasarkan penuturan orang luar dari Kampung Runa menyebut bahwa gambar peta itu seperti peta Negara India.

Keenam, Liang Segha Dewa, situs itu tempat persembunyian orang-orang Kampung Runa saat terjadi peperangan ribuan tahun lalu. Liang atau goa itu sangat dalam.

Nenek moyang orang Runa selalu menyebut goa atau liang itu sebagai tempat persembunyian orang Runa saat terjadi peperangan.

Selain dari keenam situs itu, ada juga Liang Kikik, goa berbentuk jenis kelamin perempuan yang berada di bagian utara dari Kampung Runa. Namun, goa atau Liang Kikik itu belum dimasukkan dalam sebuah situs sejarah.

“Saya berharap ada peneliti dan arkeolog untuk meneliti situs-situs yang berada di Kampung Lembah Runa. Hasil penelitian bisa menjadi pegangan dari orang Runa tentang jejak kaki, peta, gambar jenis kelamin dan tulisan yang terdapat di batu-batu besar di sekitar perkampungan lembah Runa,” jelasnya.

https://travel.kompas.com/read/2019/08/09/075100427/beo-runa-pusat-peradaban-minangkabau-di-flores-barat-1-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke