Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Seri Jejak Pendaki Semeru: Melewati Jalur Berdebu Menuju Ranukumbolo

Rabu (28/9/2019) sekitar pukul 09.30, saya bersama tim Jejak Pendaki Semeru meninggalkan area Pos Pendakian Ranupani. Matahari cukup terik. Beruntung angin bertiup sepoi-sepoi dan pemandangan kebun-kebun sayur memanjakan mata.

"Manis di awal nih," mungkin ungkapan itu tak berlebihan untuk menggambarkan awal pendakian Gunung Semeru pada bulan September. Bagi yang pernah mendaki Semeru pada musim kemarau, pasti tahu rasanya. Ya, debu langsung menyergap indera penciuman.

"Yaudah jalan di depan aja elo bro," jawab saya kepada Kristianto atau terkenal dengan sapaan Kape.

Untungnya, jalur tanah berpasir yang mengesalkan tak terlalu panjang. Satu jam berjalan di kontur medan yang relatif landai, kami tiba di Pos Satu. Lumayan, debunya sedikit berkurang meskipun nyatanya banyak debu yang saya temui.

Sambil bercanda-canda, ambil foto dan video, ya jadi obat keletihan dan sesaknya napas karena debu. Pakai penutup wajah wajib hukumnya bila tak mau banyak menghirup debu.

Pendakian saya kali ini bertujuan untuk mengingat jejak para pendaki Gunung Semeru. Omong-omong tentang Semeru, pasti tak lepas dari nama Soe Hok-Gie dan Idhan Dhavantari Lubis yang melegenda lantaran meninggal di leher Mahameru pada tahun 1969.

Yang terbaru, wartawan senior Harian Kompas sekaligus teman Soe Hok-Gie mendaki ke Semeru tahun 1969, Rudy Badil meninggal dunia pada Kamis (11/9/2019).

Menginap di Ranukumbolo

Target pendakian hari ini adalah Pos Kalimati di ketinggian sekitar 2.700 meter di atas permukaan laut. Namun, kabar tentang kebakaran di Pos Arcopodo yang hampir menjalar ke Kalimati sudah beredar dari mulut ke mulut pendaki bahkan petugas Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Saya bersama tim tak memaksakan diri.

Tanda-tanda bila pendaki akan di Pos Tiga yaitu area Watu Rejeng. Watu Rejeng adalah tanda alam di jalur pendakian Gunung Semeru berupa bukit batu yang menjulang yang memiliki retakan-retakan dengan warna agak kehitaman serta ditumbuhi pepohonan.

Meski relatif landai dan tak menguras tenaga, target makan siang pukul 12.00 WIB di Ranukumbolo belum juga tercapai. Kami tiba di Pos Tiga sekitar pukul 12.40 WIB. Jarak Pos 3 ke Ranukumbolo kurang dari satu kilometer. Sementara itu, perut kami sudah keroncongan.

Ujian terakhir jelang Ranukumbolo setelah meninggalkan Pos 3 adalah tanjakan dengan elevasi sekitar 45 derajat yang lagi-lagi penuh dengan debu. Tanjakannya berjarak sekitar 50 meter dan cukup membuat dengkul gemetar.

"Ranukumbolo sebentar lagi, Mas. Semangat," kata seorang pendaki yang melintas turun.

Rasanya tak sabar tiba di Ranukumbolo. Untungnya, pendaki yang saya tak ketahui namanya itu benar. Sekitar 15 menit, panorama Ranukumbolo mulai terkuak.

Kolam air yang seluas 14 hektar itu serasa menyihir mata. Gradasi air berwarna hijau dan biru ditambah perbukitan serta pucuk Mahameru membuat berdecak kagum. Rasanya ingin berlari menuruni jalur yang bersebelahan dengan Ranukumbolo.

"Pendakian kita sampai di Ranukumbolo dulu. Tunggu informasi dari petugas tentang kondisi kebakaran di Arcopodo," kata porter kami.

Kondisi alam memang menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan dalam mendaki gunung. Ancaman bahaya seperti kebakaran hutan juga tak boleh disepelekan dan memerlukan perlindungan asuransi. Saya bersama tim Kompas.com sudah dibekali asuransi dari FWD Life yang memberikan proteksi untuk kegiatan ekstrem seperti mendaki gunung.

Berdasarkan potensi bahaya itu, kami memutuskan untuk bermalam di Ranukumbolo sambil menunggu kabar terbaru. Sore hari sekitar pukul 15.00 WIB, kami tiba di area kemah Ranukumbolo.

Pendakian Jejak Pendaki Semeru dilanjutkan esok hari.

https://travel.kompas.com/read/2019/10/05/090600627/seri-jejak-pendaki-semeru-melewati-jalur-berdebu-menuju-ranukumbolo

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke