Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menyusuri Sejarah Islam di Taiwan lewat Masjid Agung Taipei

Model bangunan masjid amat klasik, arsitekturnya bergaya Romawi Timur. Sementara kubahnya juga kental dengan nuansa Romawi Kuno.

Di sekitar dalam masjid dihiasi dengan batu bata dekoratif dan ubin keramik. Jendelanya dihiasi dengan kaca-kaca buram dan sedikit balok kaca warna-warni.

Selain ventilasi, ada pula kipas angin, dan ac yang melengkapi fasilitas di sana.

Masjid dibangun sekitar tahun 1960. Selain dipergunakan sebagai masjid, bangunannya sudah menjadi cagar budaya. Karenanya, masjid ini sering didatangi oleh turis.

Di dekat pintu masuk, hanya ada satu penjaga yang sedang berbicara pada kurang lebih 10 turis asal Jepang. Ia menceritakan bagaimana Islam berhasil masuk ke Taiwan dahulu.

Cerita yang sama dipaparkan juga pada Kompas.com oleh pemandu kami yang juga salah satu pengurus masjid, Ouyang Santo (41).

"Sebelum masuk ke Taiwan, Islam sudah lebih dulu berkembang di China daratan—Fujian, China bagian selatan. Sebagian dari mereka ketika itu di abad ke-17, menghampiri Taiwan untuk mengusir Belanda yang menjajah kala itu," ujar Santo.

Saat ini, kata Santo, hanya sedikit sekali orang Taiwan asli yang memeluk agama Islam. Jemaah masjid justru biasanya adalah tenaga kerja asal Indonesia atau pekerja dari Burma, Pakistan, atau negara tetangga lainnya.

Pada hari-hari biasa, Masjid Agung Taiwan jarang pengunjung. Di jam-jam shalat, lanjut Santo, paling banyak hanya ada 20 orang.

"Yang datang ke sini biasanya mahasiswa karena ada kampus dengan lokasi tak begitu jauh," kata Santo.

"Masjid biasanya didatangi orang lebih banyak saat Jumat, terutama kalau Jumat-nya bertepatan dengan hari libur," lanjutnya.

Menunya beragam, mulai dari hidangan yang terinspirasi dari Timur Tengah, sampai Chinese food.

Sedangkan pada hari raya Idul Fitri atau Idul Adha, umat muslim yang datang bisa lebih banyak lagi.

"Biasanya sampai mengular sampai ke jalan raya. Tapi kami memang mendapatkan izin untuk itu," sambungnya.

Santo juga menceritakan bahwa imam di masjid itu saat ini ada dua. “Imam besar pertama asli orang Taiwan, Ibrahim Chauw,” kata dia lagi.

Agenda masjid

"Di samping ada ruangan yang bisa dipakai saat ada pengajian anak-anak, atau bazar saat ada momen tertentu. Di belakang, ada pula dapur," tambah Santo.

Kalau hari Minggu, kata Santo, ada pengajian yang digelar khusus untuk anak. Lalu, sebulan sekali biasanya ada pengajian khusus untuk TKI.

Tak jarang pula, pihak masjid menghubungi ustadz di Indonesia untuk mengisi acara.

Hari Minggu juga biasanya diselenggarakan Kajian Mualaf Center. Acara ini adalah agenda berbagi pengetahuan mengenai Islam bagi mereka yang tertarik mendalaminya.

"Acaranya biasanya seharian, kami ngobrol santai dengan orang-orang yang tertarik dengan Islam," kata Santo.

"Memastikan mereka mendapat pengetahuan dna jawaban yang tepat ketika ingin tahu Islam lebih banyak," lanjutnya.

Pengajarnya, Lia Suliaswati adalah orang Indonesia yang saat ini sedang menetap di Taiwan.

"Suami saya sedang melanjutkan kuliah di sini. Jadi saya mengisi waktu saya juga dengan mengajar anak-anak mengaji,” ujar Lia.

Hari itu, murid yang diajarkan oleh Lia ada empat. Menurutnya, murid yang datang memang tidak tentu, tergantung kegiatan masing-masing. Selain itu, muridnya tak melulu asal Indonesia.

Selain Masjid Agung, Taiwan juga punya beberapa masjid lainnya yang punya ragam agenda juga. Di antaranya, Masjid Tainan, Masjid Taichung, dan Masjid Kaohsiung. 

https://travel.kompas.com/read/2019/12/04/210000827/menyusuri-sejarah-islam-di-taiwan-lewat-masjid-agung-taipei

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke