Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menginap di Museum Bahari, Seramkah?

Para peserta menjelajahi museum yang terletak di Jalan Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara ini dengan menggunakan senter dan cahaya lampu gawainya.

Menurut pendiri KHI, Asep Kambali, wisata tur museum pada malam hari sudah terlaksana beberapa kali.

"Tahun 2004 atau 2005 kami mulai bikin tur wisata malam museum, tapi gak nginep. Jadi cuman tur aja malam hari," kata Asep kepada Kompas.com, Sabtu (28/12/2019).

Asep mengatakan kala itu wisata malam yang ia buat diberi nama "Wisata Malam Museum". Namun kemudian pada tahun 2006, nama itu berubah menjadi Night At The Museum yang terinspirasi dari film yang diperankan aktor Amerika Serikat Ben Stiller berjudul Night At The Museum.

Setiap satu kelompok mendapat satu pemandu dari Museum Bahari. Sebelum mulai mengeksplorasi museum, pemandu memberikan briefing singkat tentang hal-hal atau aturan yang perlu diperhatikan.

"Karena gelap jadi kita harus berhati-hati. Kedua, koleksi tidak boleh disentuh. Lalu ada tangga naik turun, itu hati-hati sekali. Kita akan melakukan tur kurang lebih 1 jam 30 menit," ujar pemandu wisata Museum Bahari, Amaruli.

Gudang Apung

Tur museum pun dimulai menuju Gudang Apung yang terletak di belakang Museum Bahari.

Amaruli menjelaskan pada masa abad 17 dan 18 banyak orang Indonesia yang mendiami satu ruangan dan rumah tersebut. Gudang Apung ini terletak di daerah Pakin yang berarti mempersiapkan, sebuah kata yang diserap dari Bahasa Belanda.

Kemudian peserta juga diajak melihat dari kejauhan ruang navigasi yang menyimpan koleksi miniatur perahu tradisional.

Namun, peserta tidak boleh melihat ke dalam ruangan ini karena masih dalam tahap renovasi setelah ruangan terbakar pada Januari 2018 lalu.

Antusiasme peserta tampak begitu tinggi, mereka terlihat memperhatikan dan sesekali bertanya kepada pemandu tentang bagian-bagian di museum.

Adapun koleksi yang disimpan di bagian diorama ini yaitu patung-patung orang yang telah menjelajahi Nusantara, seperti Vasco da Gama, Laksamana Cheng Ho, Marcopolo, Laksamana Malahayati, dan masih banyak lagi.

Ruang diorama juga menyimpan koleksi rempah-rempah yang ada di Indonesia. Amaruli menceritakan awal kedatangan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) ke Nusantara karena ingin mencari rempah-rempah.

"Nah di Museum Bahari ini dulunya dipakai tempat untuk packing rempah-rempah. Ini koleksinya ada asem jawa, kapulaga, banyak, kita bisa lihat sendiri," katanya.

Tur diakhiri dengan mengunjungi Menara Syahbandar yang terletak tepat di depan Jalan Pasar Ikan. Tingginya menara yang dibangun tahun 1839 ini cukup menarik perhatian peserta. Mereka tertarik karena menara ini tampak miring.

Benar saja, menara ini memang mengalami kemiringan setiap tahunnya. Selain itu karena posisinya yang persis di sisi jalan raya Pakin, tempat truk kontainer, dan kendaraan berat lainnya melintas, membuat menara ini disebut juga Menara Goyang.

Pengunjung akan merasa menara ini bergoyang jika mobil-mobil itu lewat di depannya.

Menara Syahbandar berfungsi untuk pemantau kapal-kapal yang keluar masuk kota Batavia lewat jalur laut. Tak hanya itu, menara ini juga berfungsi sebagai kantor pabean yaitu pengumpulan pajak atas barang-barang yang dibongkar di pelabuhan Sunda Kelapa pada masa kolonial.

Menurut Amaruli, kapasitas menara ini dapat menampung 30 peserta anak-anak atau pelajar, sedangkan 25 orang untuk peserta dewasa.

"Karena ini kan kemiringannya sudah 4 derajat ya, jadi kalau anak sekolah bisa 30-35 anak yang bisa naik sampai atas, nah kalau dewasa bisa 20-25. Kalau kebanyakan satu kan karena ini bangunan kuno jadi kita antisipasi. Makanya tiap tur itu pasti kami bagi kelompok," jelasnya.

Ia mengaku belum pernah berkunjung ke museum pada malam hari.

"Kebetulan kan saya suka sejarah. Tapi ini menurut saya aneh ketika saya dengar kok bisa jelajah dan nginap di museum. Ini kan kita tahu kalau museum itu bukanya gak sampai malam. Nah di sini saya dapat pelajaran yang kita gak pernah tahu sebelumnya, keren pokoknya," ujar Ardian, peserta tur asal Surabaya.

Ardian mengaku tertantang setelah menjelajahi museum malam hari. Ia mengatakan akan ikut kegiatan seperti ini lagi di museum-museum lainnya.

"Pasti penasaran, ingin ikut lagi. Kan ini di museum bahari, siapa tahu besok di museum lainnya, saya akan sangat tertarik untuk ikut lagi," tambahnya.

Menanggapi komentar peserta yang menyambut positif acara, Asep Kambali mengatakan akan membuat tur wisata museum malam hari di museum lainnya.

Ia menargetkan akan melaksanakan kegiatan selanjutnya di Museum Fatahillah, Museum Wayang, dan bahkan Museum Taman Prasasti.

"Tahun depan kita juga akan bikin kegiatan di museum-museum itu. Karena museum-museum itu kok malah terkenal aroma negatif dan angker. Coba kita buktikan. Bisa gak kita jelajah museum itu malam hari dan menginap di sana?" pungkasnya.

Selepas menjelajahi Museum Bahari, rangkaian kegiatan dilanjutkan dengan menginap di museum. Para peserta yang terdiri dari keluarga, anak muda, dan orang tua berkumpul menjadi satu dengan membawa alas tidur, dan pakaian tidur masing-masing. 

Sebelum beristirahat, mereka terlebih dulu disuguhkan dengan tontonan film "Samudra Raksa". Acara berakhir hingga peserta selesai beristirahat pukul 06.00 WIB.

https://travel.kompas.com/read/2019/12/30/070900727/menginap-di-museum-bahari-seramkah-

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke