Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Lika-liku Barongsai Ngamen di Glodok

JAKARTA, KOMPAS.com - Menyusuri jalan sepanjang petak sembilan di Glodok, Jakarta, Yusuf bersama dua kawannya yang lain bernama Herman dan Yanti mulai bekerja dari siang hari hingga matahari tenggelam.

Tidak lupa mengenakan pakaian khas pemain barongsai, mereka juga dilengkapi dengan sebuah amplop merah yang dibeli dari salah satu toko di petak sembilan yang menjual perlengkapan Imlek dan Cap Go Meh.

“Kita sih punya langganan masing-masing. Kalau saya langganan (beli amplop) di toko ini (salah satu toko yang terletak di dekat pintu masuk petak sembilan di seberang deretan toko obat),” tutur Yusuf saat ditemui Kompas.com Rabu (5/2/2020) lalu.

Istilah “barongsai ngamen” kerap disematkan oleh warga petak sembilan terhadap profesi yang dilakoni oleh pria yang mengontrak di daerah Kalijodo tersebut. Baik itu oleh para pengunjung maupun pemilik toko di deretan area pecinan tersebut.

Kerja menjadi barongsai ngamen telah dilakukan Yusuf sejak tahun 2003. Berawal dari area Olimo, dirinya hanya berjalan-jalan di sepanjang jalanan tersebut dan menghampiri beberapa rumah makan untuk mencari uang.

“Boleh masuk ke dalam restoran, dari pagi sampai jam 9 malam tapi hanya boleh satu kali masuk. (Masuk ke dalam) tidak apa-apa. Kuncinya kita tetap sopan. Kalau di petak sembilan baru mulai sekitar 5 – 6 tahun lalu,” kata Yusuf.

Saat mulai merintis karir sebagai barongsai ngamen, Yusuf mengaku dulu sempat kesulitan mencari kostum. Sebab, harga yang ditawarkan oleh para penyewa kostum barongsai beserta kepalanya mengenakan harga Rp 150.000 sehari.

Kini, harga yang ditawarkan beragam. Mulai dari Rp 50.000 – Rp 150.000. Untungnya, berkat giatnya dia bekerja dan mengikuti arisan di kontrakan yang disinggahi, kini dia mampu menggunakan kostum miliknya sendiri yang dibeli seharga Rp 3 juta.

Harga tersebut menurutnya tergolong cukup murah mengetahui bahwa dia membelinya tepat dua hari sebelum perayaan Tahun Baru Imlek 2020 dimulai. Biasanya, harga akan naik saat menjelang hari raya etnis Tionghoa di Indonesia.

Sempat dimarahi saat mengamen

Barongsai adalah salah satu hal yang khas dengan etnis Tionghoa di Indonesia. Sebab, barongsai merupakan bagian dari kebudayaan yang hingga kini masih eksis dilakukan oleh siapapun yang tertarik dalam seni tarian liong tersebut.

Dalam memanfaatkan satu bagian dari kebudayaan tersebut, Yusuf mengatakan hampir setiap hari dia menghadapi beberapa masalah terkait cara dirinya mencari uang.

“Yang tidak suka dengan saya menggunakan barongsai untuk mencari uang itu mereka yang hanya jadi pembeli di sini. Mungkin karena tradisi mereka dipakai untuk cari uang. Tapi mereka (etnis Tionghoa) yang berdagang di sini biasa saja karena kami memang sering bertemu,” kata Yusuf.

Sepanjang perjalanan menyusuri petak sembilan, Yusuf menceritakan beberapa pengalaman tidak mengenakkan sepanjang dirinya menggunakan barongsai untuk mencari uang.

Salah satunya adalah saat dia dibentak oleh seorang pria yang berkunjung ke petak sembilan. Yusuf menuturkan bahwa dia dimarahi karena menggunakan barongsai untuk mencari uang. Meski begitu, Yusuf menanggapinya dengan ramah dan tidak terlalu ambil pusing.

“Saya bilang kalau dia punya tawaran pekerjaan untuk saya, saya dengan senang hati akan berhenti menjadi barongsai ngamen. Selama saya tidak menggunakannya (barongsai) untuk mencuri dan berbuat jahat seharusnya tidak apa-apa,” tutur Yusuf.

“Yang penting saya menjaga nama baik barongsai. Tidak kasih saya uang tidak apa-apa tapi tidak perlu memaki-maki saya,” tambahnya.

Penghasilan tak menentu di hari biasa

Penghasilan yang didapat Yusuf setiap hari tidak menentu antara Rp 100.000 hingga Rp 150.000. Namun hampir setiap hari dirinya selalu diberi bingkisan berisi makanan.

Sementara ketika Tahun Baru Imlek dan Cap Go Meh, Yusuf mengatakan penghasilan perharinya bisa mencapai Rp 600.000. Tidak hanya itu, terkadang dia juga mendapat tawaran untuk bermain di acara perayaan Imlek dan Cap Go Meh di beberapa vihara di Jakarta.

Untuk jalur perjalanan sendiri, Yusuf mengatakan dia menghindari area dalam petak sembilan saat Imlek dan Cap Go Meh tiba agar tidak melewati kepadatan dari pengunjung yang ingin membeli perlengkapan perayaan hari raya.

Selain menjadi barongsai ngamen, Yusuf juga bekerja sebagai kuli jika ada tawaran. Meski begitu, dia tidak terlalu memikirkan jenis pekerjaan apa yang akan diambil selama dia bisa menghasilkan uang untuk kedua anaknya yang masih berusia 21 dan 18 tahun.

"Anak saya yang umur 21 tahun sudah kerja. Sudah menghasilkan uang, suka kasih saya uang tapi saya tolak. Saya tidak mau menyusahkan selama saya masih bisa cari penghasilan sendiri," kata Yusuf.

https://travel.kompas.com/read/2020/02/09/202500027/lika-liku-barongsai-ngamen-di-glodok

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke