Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ngejot, Tradisi Lintas Keyakinan di Bali yang Sarat Makna

Menurut Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana I Gede Pitana, tradisi ngejot adalah aktivitas pemberian makanan kepada tetangga, baik itu sesama umat Hindu maupun non-Hindu.

"Orang Bali itu, untuk tetangga yang non-Hindu membuat makanan khusus yang tidak ada daging babinya. Biasanya kita masak daging ayam khusus untuk para tetangga non-Hindu seperti tetangga Muslim," kata Pitana saat dihubungi Kompas.com, Jumat (14/2/2020).

Pitana menuturkan, toleransi masyarakat Bali sangat tinggi. Oleh karena itu, pemberian makanan dalam tradisi ngejot kepada para tetangga masih dilakukan hingga saat ini.

Tradisi ngejot dilakukan jika seseorang baru mendapatkan pekerjaan atau mereka memiliki lauk cukup banyak. Tradisi tersebut bagiann dari berbagi kebahagiaan kepada tetangga.

Bahkan, tradisi tersebut kerap disebut sebagai sebuah ikatan kekeluargaan luar biasa karena tidak dibatasi oleh perbedaan keyakinan.

"Toleransi di Bali dan hidup secara bersama-sama itu sudah menjadi bagian dari kebudayaan kami," tutur Pitana.

Dahulu, tradisi ngejot dilakukan saat seseorang memiliki makanan tidak biasa di kehidupan sehari-harinya.

Saat makan daging, misalnya, tradisi tersebut dilakukan lantaran memakan daging merupakan sesuatu luar biasa . Hal ini tak lepas biasanya masyarakat hanya memakan sayur.

"Jadi kalau kita punya daging, kita ngelawar. Lalu kita ngejot ke tetangga. Tetapi ngejot terutama pada waktu kita punya pesta besar seperti Galungan,” tutur Pitana.

Satu hal yang unik di Bali adalah di samping tradisi ngejot dilakukan untuk berbagi makanan kepada mereka yang tidak memilikinya, juga pemberian kebahagiaan tersebut juga dilakukan antar sesama.

Apabila kamu membuat lawar daging dan ada tetanggamu yang juga membuat lawar daging, Pitana mengatakan, maka bisa ngejot dengan saling bertukar makanan.

Lebih dari pertukaran makanan

"Dalam kepercayaan di Bali, keakraban itu bisa ditunjukkan dengan makanan. Kalau orang kasih makanan kemudian kita tidak mau makan, itu bisa jadi petaka. Konflik besar," kata Pitana.

"Kalau kita kasih makan kemudian dimakan, segala permusuhan akan hilang karena sudah berani makan makanan yang diberikan orang lain," lanjutnya.

Dia melanjutkan, dengan saling memakan makanan yang diberikan, hal tersebut juga menunjukkan saling percaya bahwa dalam makanan yang ditukar tersebut tidak akan mencelakai.

https://travel.kompas.com/read/2020/02/18/091500327/ngejot-tradisi-lintas-keyakinan-di-bali-yang-sarat-makna

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke