Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Repotnya Parkir Pesawat yang Menganggur, Sampai Perlu ke Padang Pasir

Dilansir dari CN Traveler, setidaknya 70 maskapai penerbangan di seluruh dunia telah benar-benar berhenti beroperasi berdasarkan data dari bank investasi Cowen.

Jumlah ini termasuk maskapai penerbangan besar seperti Emirates dan Etihad serta low cost carrier (LCC) seperti EasyJet.

Maskapai penerbangan besar lainnya termasuk Lufthansa, Qantas, Cathay Pacific, dan Singapore Airlines telah membatalkan hingga 95 persen penerbangan mereka.

Maskapai penerbangan Amerika Serikat juga merasakan dampaknya. Amerian Airlines telah menunda sekitar 80 persen penerbangan domestik mereka dan 90 penerbangan internasional hingga bulan Mei mendatang.

Southwest telah mengistirahatkan 50 dari 750 jet mereka.

Lalu United telah memotong jadwal mereka lebih dari 60 persen hingga bulan April dan sedang merencanakan pemotongan hingga bulan Juni mendatang.

Serta Delta telah mengistirahatkan sekitar 600 pesawat mereka sejauh ini.

"Dengan kondisi yang terus seperti ini, lebih dari 80 persen pesawat di seluruh dunia harus diistirahatkan akibat pembatasan perjalanan sebagai dampak dari corona," ujar Peter Harbison, chairman dari grup industri Centre for Aviation pada Financial Times.

Tidak semudah memarkirkan pesawat di bandara 

Apa yang sebenarnya terjadi pada semua pesawat itu ketika mereka tak menerbangkan penumpang?

Pasalnya, memarkir pesawat selama beberapa bulan tidak sesederhana meninggalkan mereka begitu saja di bandara dan menunggu rute penerbangan mulai aktif kembali.

Ternyata butuh begitu banyak usaha dan koordinasi untuk maskapai penerbangan hanya untuk memarkirkan pesawat mereka.

Kebanyakan maskapai penerbangan Amerika Serikat sudah memindahkan pesawat mereka ke fasilitas penyimpanan jangka panjang yang biasanya berlokasi di padang pasir.

Fasilitas ini memang tempat khusus untuk menyimpan pesawat saat tidak beroperasi.

“Padang pasir aman (untuk pesawat) karena lokasi tersebut kering dan tidak ada kelembaban,” ujar Scott Butler, Chief Commercial Officer di Ascent Aviation Services. 

Ia menyebutkan jumlah pesawat yang disimpan sudah berjumlah dua kali lipat, mencapai 200 pesawat sejak pandemi corona mulai merebak di Amerika Serikat.

Butuh usaha yang cukup besar menurut Butler. Maskapai penerbangan memarkirkan beragam jenis pesawat. Mulai dari berbadan besar, berbadan kecil, pesawat baru, dan pesawat lama.

Setelah maskapai penerbangan telah memilih fasilitas penyimpanan dan memindahkan pesawat, tugas mereka masih jauh dari selesai.

Kebanyakan maskapai penerbangan menurut Butler, harus membayar biaya perawatan untuk pesawat mereka termasuk ketika pesawat tersebut sedang tidak beroperasi.

Membiarkan pesawat terparkir begitu saja membutuhkan biaya hingga 30.000 dollar AS atau sekitar Rp 497 juta per pesawat, tergantung pada tipe perawatan yang dilakukan, berdasarkan informasi dari Financial Times.

Rencana penyimpanan yang paling mahal? Terdapat sebuah pilihan bernama mode parkir aktif.

“Ini merupakan pilihan jika kamu ingin pesawat tersebut untuk bisa terbang secepat hari ini atau besok,” tutur Butler.

“Ini termasuk menyalakan mesin setiap minggu, pemeriksaan sistem besar, pelumas, dan hanya perawatan umum pada pesawat yang biasanya kamu lakukan sebelum penerbangan. hanya benar-benar memastikan pesawat tersebut siap untuk beroperasi,” lanjutnya.

Semua perawatan tersebut ternyata cukup mahal untuk maskapai penerbangan. Namun dalam kasus ini, hal tersebut akan membantu mereka untuk mengehemat uang.

“Untuk menyimpan pesawat di tempat penyimpanan membutuhkan biaya yang sangat besar,” ujar analis penerbangan, Mike Boyd.

Ketika pesawat diistirahatkan, Boyd menyebut maskapai penerbangan butuh banyak biaya.

Namun tidak sampai semahal ketika pesawat diterbangkan. Butuh biaya sekitar 4.000 – 6.000 dollar AS atau sekitar Rp 66 juta- Rp 99 juta ketika pesawat diterbangkan per jam. 

Maskapai penerbangan juga menempatkan pesawat mereka dalam penyimpanan jangka pendek. Tempat pesawat yang tak beroperasi selama tiga bulan hingga di bawah satu tahun.

Hal ini dilakukan untuk menjaga mesin, membersihkan semua cairan, dan membungkus semua hal dengan pelindung.

Menurut Butler, untuk membuat armada siap untuk disimpan jangka pendek, dibutuhkan waktu sekitar satu minggu atau tiga sampai empat hari.

Pesawat tersebut kemudian akan dicek secara rutin selama setiap bulannya.

“Setiap maskapai penerbangan berbeda satu sama lain. Setiap operator pasti punya program yang berbeda satu sama lain,” jelas Butler.

Bahkan setelah krisis akibat virus corona ini mulai membaik, Boyd mengatakan bahwa konsekuensi jangka panjang akan mungkin terjadi.

Konsekuensinya banyak maskapai penerbangan yang akhirnya kelebihan pesawat selama beberapa tahun ke depan.

“Di beberapa area dunia, tidak mungkin mereka bisa menyerap semua pesawat yang diparkir secepat mungkin setelah krisis ini berakhir,” ujar Boyd.

Selain itu, menurut Butler terdapat pula pesawat-pesawat lebih tua yang kurang efisien ketika disimpan di tempat penyimpanan yang lebih dalam setiap tahunnya.

“Di sanalah kamu harus menyalakan mesin, kamu harus masuk lebih dalam ke dalam mesinnya, melakukan sirkulasi minyak, melakukan sirkulasi untuk semuanya,” jelas Butler.

Tak sedikit maskapai yang mengirim pesawat tua agar pensiun lebih dini. Mereka mempreteli komponen pesawat tua untuk menutup biaya.

“Penyimpanan jangka panjang berarti mengambil komponen-komponen dari pesawat untuk dijual,” ujar Boyd.

Menggunakan atau menjual bagian-bagian pesawat yang sudah tua juga disebut dengan “tear down”, jadi salah satu perhentian terakhir untuk pesawat sebelum masuk ke tempat pembuangan.

“Komponen pesawat tersebut akan digunakan di seluruh dunia. Mereka akan diperbaiki dan diperbaharui agar bisa dipakai untuk terbang kembali,” jelas Butler.

Ia juga menggarisbawahi bahwa American telah mengatakan rencana mereka untuk memotong pesawat Boeing 767 dan Boeing 757 dari armada mereka.

“Satu korban besar adalah A380, keajaiban berisikan 500 kursi,” jelas Boyd.

A380 merujuk pada jet Airbus double-decker yang sebagian besar dari mereka sudah dihentikan operasionalnya dan tak akan pernah melihat langit lagi.

https://travel.kompas.com/read/2020/04/01/161100327/repotnya-parkir-pesawat-yang-menganggur-sampai-perlu-ke-padang-pasir

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke