Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kebiasaan Orang Korea Selatan Pakai Masker, Ternyata Berawal dari Kejadian Ini...

JAKARTA, KOMPAS.com – Pandemi global virus corona ( Covid-19 ) membuat sebagian masyarakat menggunakan masker. Tidak hanya yang sakit, tetapi juga yang sehat.

Masker yang dikenakan cukup beragam. Mulai dari masker kain, masker medis, hingga masker n95. Kendati demikian, masker medis dan masker n95 hanya diperuntukkan bagi tenaga medis.

Pasien ODP, PDP, dan mereka yang terkonfirmasi positif virus corona juga mengenakan masker medis dan masker n95.

Sementara masker kain dapat digunakan oleh masyarakat biasa walaupun dalam penggunaannya, kamu tetap harus menjaga jarak aman 1 – 2 meter.

Berdasarkan pengalaman Outbound Tour Leader, Jimmy S. Tjendraputro, masyarakat Korea Selatan saat ini juga mengenakan masker tersebut guna mencegah penyebaran virus corona.

Namun, bagaimana kebiasaan mereka dalam menggunakan masker sebelum wabah virus corona?

Untuk menahan batuk dan terpaan angin

Jimmy mengatakan bahwa masyarakat Korea Selatan hanya menggunakan masker saat mereka sedang sakit saja.

“Mereka tidak banyak yang menggunakan masker. Masker sebenarnya lebih ke arah kesehatan untuk menahan batuk dan pilek saja,” kata Jimmy, mengutip Kompas.com.

Selanjutnya, dia mengatakan bahwa dalam menggunakan masker, sebagian besar pria di Korea Selatan cenderung lebih sering menggunakan masker berwarna hitam atau biru tua.

Sementara sebagian besar wanita kerap menggunakan masker warna-warni.

Kendati masker lebih sering digunakan oleh mereka yang sakit, tetapi Jimmy mengatakan bahwa hampir seluruh masyarakat di Korea Selatan mengenakannya di musim dingin.

“(Menggunakan masker di musim dingin) untuk mencegah angin dingin. Kalau di musim biasa hanya mereka yang sedang batuk atau pilek saja yang menggunakan masker,” tutur Jimmy.

Jimmy menambahkan bahwa tidak semua masyarakat Korea Selatan menggunakan masker. Hanya mayoritas penduduk di beberapa kota besar seperti Seoul saja yang mengenakannya.

Sementara di daerah lain seperti Jeju dan Gwangju tidak terlalu terlihat. Beberapa penduduk di sekitar Gunung Seorak menggunakan masker karena udaranya dingin.

“Untuk di perkotaan, anak muda mayoritas pakai masker, orang tua biasa saja. Tapi semua akan pakai masker saat musim dingin,” ujar Jimmy.

Untuk mendapatkan masker kain, biasanya beberapa toko di pinggir jalan yang juga menjual aksesori banyak menjual masker tersebut. Sementara masker medis hanya ada di toko farmasi saja.

Fenomena penggunaan masker tidak asing di Korea Selatan

Mengutip Quartz, pemandangan masyarakat di beberapa negara Asia seperti Korea Selatan, Jepang, dan China merupakan sesuatu yang tidak asing lagi.

Pemandangan tersebut juga tidak asing dilihat pada masyarakat Asia di Amerika. Hal ini dikarenakan sejak adanya wabah SARS pada 2002 dan kepanikan flu burung pada 2006.

Penggunaan masker beralih pada imigran Asia di Amerika. Bahkan mereka tetap mengenakan masker saat adanya virus Ebola meski jumlah infeksi virus tersebut di Amerika pada saat itu turun menjadi nol.

Kebiasaan menggunakan masker dapat ditarik pada beberapa tahun pertama abad ke-20 saat pandemi influenza terjadi.

Pandemi tersebut menyebabkan kematian 20 – 40 juta masyarakat di seluruh dunia, lebih banyak dari angka kematian saat Perang Dunia I. Terdapat wabah penyakit di setiap benua yang ada, termasuk Asia. 

Menutup wajah dengan syal, kerudung, atau masker menjadi cara untuk menangkal penyakit di beberapa belahan dunia hingga epidemi tersebut hilang di akhir tahun 1919.

Penggunaan masker dipengaruhi Taoisme

Masyarakat yang tinggal di yang negara-negara yang dipengaruhi Taoisme dan ajaran kesehatan pengobatan tradisional China seperti Korea Selatan mungkin memiliki alasan filosofi dibalik penggunaan masker.

Sebab, kedua hal tersebut dipandang sebagai elemen sentral kesehatan yang baik.

Seorang praktisi bersertifikat akupunktur dan obat herbal di Los Angeles bernama Michelle M. Ching mengatakn bahwa “Qi” merupakan konsep sentral di kosmologi China.

Konsep yang juga menjadi sentral dalam fisiologi tersebut umumnya memiliki kaitan dengan energi dan uap.

“Qi memiliki banyak arti dalam bahasa China termasuk udara (kong qi), atmosfer (qi fen), dan bau (qi wei). Hal ini mungkin alasan lain mengapa masker sangat diperlukan di China,” tutur Ching, mengutip Quartz.

“Kekuatan (li qi) dan patogen (xie qi). Saat qi dalam tubuh habis atau gerakannya berubah, rasa sakit dan penyakit akan berkembang. Bernafas menjadi sangat penting untuk menjaga qi dalam tubuh,” tambahnya.

Sementara itu, masuknya “feng” atau angin berbahaya dianggap sebagai yang paling kuat dan umum dalam penyakit yang disebabkan oleh “Enam Penyebab Eksternal” dalam dunia pengobatan tradisional China.

Ching menuturkan bahwa angin dapat menghembuskan pintu hingga terbuka, meniupkan udara dingin dari air ke daratan sekitarnya, atau menghembuskan api dari satu bagian hutan ke bagian lainnya.

“Analogi pintu berkaitan dengan pemahaman obat tradisional China terhadap bagaimana paparan angin dapat melemahkan pertahanan tubuh manusia,” tutur Ching.

Sebagai gambaran yang lebih jelas, Asia Timur memiliki banyak takhayul seputar udara dan angin. Takhayul paling terkenal adalah ketakutan untuk tidur di ruangan yang memiliki kipas angin listrik yang menyala.

Kepercayaan tersebut berasal dari Korea. Bahkan, di sana terdapat fobia kematian karena kipas angin yang hingga saat ini masih ada.

Di Asia Timur, kecenderungan mengenakan masker untuk mencegah paparan udara buruk merupakan sesuatu yang mendahului teori kuman penyakit dan meluas ke dasar budaya Asia Timur.

https://travel.kompas.com/read/2020/04/07/170700427/kebiasaan-orang-korea-selatan-pakai-masker-ternyata-berawal-dari-kejadian-ini

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke