Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pariwisata Dunia Dipredksi Pulih 10 Bulan Pasca Wabah Corona, Bagaimana Indonesia?

Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO) merilis situasi dan dampak virus corona akan membuat penurunan penerimaan pariwisata internasional dengan perkiraan sekitar 20 hingga 30 persen.

Berdasarkan data UNWTO, hal ini artinya berdampak pada nilai pertumbuhan yang akan hilang selama lima hingga tujuh tahun karena virus corona.

Melansir Modern Diplomacy, Sekretaris Jenderal UNWTO Zurab Pololikashvili mengatakan pariwisata adalah salah satu yang paling terpukul dari semua sektor ekonomi.

"Namun, pariwisata juga bersatu dalam membantu mengatasi keadaan darurat kesehatan yang luar biasa ini. Ini adalah prioritas utama kami, sembari bekerjasama untuk mengurangi dampak krisis, terutama pada lapangan kerja, dan untuk mendukung upaya pemulihan," kata Zurab seperti dikutip Modern Diplomacy.

Melansir World Economic Forum, Asia diperkirakan akan terkena dampak terburuknya. Ia menambahkan, diperlukan hingga 10 bulan bagi industri untuk pulih setelah wabah selesai.

Direktur Pelaksana WTTC Virginia Messina mengatakan bahwa dampak ini tergantung berapa lama epidemi berlangsung.

"Langkah-langkah tertentu tidak membantu dan mereka dapat mendorong dampak ekonomi menjadi jauh lebih signifikan," katanya.

"Memang ada riset dari UNWTO, dan lembaga lain yang mengatakan pariwisata dunia akan pulih di tahun 2022, bahkan ada yang bilang sampai tujuh tahun, tapi kan itu bicara dunia," kata Wishnutama dalam diskusi online bersama PHRI, ASITA, dan sejumlah media, Selasa (7/4/2020).

"Kalau kita bicara recovery dan normalisasi, kami sudah merancang yang diharapkan dapat mempercepat proses, agar tidak selama itu," lanjutnya.

Ia mengatakan Kemenparekraf sudah merancang tiga tahap atau fase untuk menanggulangi virus di antaranya tanggap darurat, recovery, dan pemulihan.

Saat ini, Indonesia tengah berada dalam tahap tanggap darurat. Wishnutama menjelaskan, pada tahapan ini, pemerintah, termasuk Kemenparekraf berfokus membantu tenaga medis dengan cara kerjasama hotel, dan industri transportasi.

Selain itu, Wishnutama juga mengatakan, Kemenparekraf telah mendirikan tim krisis atau satgas kepariwisataaan yang tujuannya mengumpulkan data para pelaku parekraf terdampak virus corona.

"Tim Krisis atau satgas ini kita inisiasikan salah satunya untuk mengumpulkan data. Lalu satgas ini berguna untuk mendapatkan informasi komprehensif dari para pelaku parekraf. Ini kan data akurat," ujarnya.

Wishnutama meyakini, pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia setelah wabah berakhir dapat jauh lebih baik dari sebelumnya.

"Jika saya pelajari dari negara-negara yang berhasil meminimalisir Covid-19, masyarakatnya benar-benar kompak bersatu menghadapi pandemi," kata Wishnutama.

"Jika kita dengan semangat positif terhadap parekraf ke depannya justru saya amat meyakini pada saat pandemi berakhir parekraf kita bisa jauh lebih baik," jelasnya.

Selain itu, ia juga menyebut tentang psikologi wisatawan yang ingin cepat pergi berlibur. Hal ini menurutnya perlu dipelajari Kemenparekraf.

"Wisatawan yang saat ini hanya di rumah saja justru malah ingin cepat-cepat keluar, tapi ada yang bilang juga psikologisnya mikir dulu untuk keluar," kata Wishnutama.

"Jadi ada berbagai macam pandangan yang berbeda, tapi kita berharap psikologis yang ingin cepat keluar," tambahnya.

Menurut Ketua PHRI Hariyadi Sukamdani dan Ketua ASITA Rusmiati, dari segi pegawai atau karyawan, keduanya sepakat tidak akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam hal ini.

"Bisa kami sampaikan, tidak ada PHK, karena kalau PHK itu berarti perusahaan harus membayar uang pesangon, itu mereka tidak mungkin banget. Jadi yang terjadi sekarang ini mereka saja sulit menggaji karyawannya," kata Hariyadi dalam diskusi online, Selasa (7/4/2020).

Namun, baik PHRI dan ASITA menyampaikan usulan kepada pemerintah untuk cepat menanggulangi dampak wabah corona bagi sektor pariwisata.

Usulan PHRI tersebut di antaranya dari segi pajak, keuangan, dan ketenagakerjaan. Untuk pajak, PHRI meminta relaksasi PPh pasal 21 dan 25 guna memberi ruang likuiditias bagi usaha pariwisata.

Selain itu, membebaskan pajak hotel dan restoran selama satu tahun.

Sementara untuk ketenagakerjaan, PHRI meminta pembebasan iuran BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan untuk satu tahun, pembebasan kewajiban pelaporan bulanan BPJS, Bantuan Langsung Tunai kepada pekerja.

Sementara itu, Ketua ASITA Rusmiati tetap optimis ASITA dapat berjalan di tengah pandemi dengan salah satu caranya tetap mengadakan kegiatan networking online Biro Perjalanan Wisata (BPW) setiap Sabtu pukul 14.00.

"Kami selalu berkomunikasi dan koordinasi dengan mengadakan kegiatan yang mengembangkan networking, meningkatkan kapasitas diri, skill and knowledge," kata Rusmiati.

"Kegiatan ini membahas berbagai isu tentang bisnis inbound, outbound, umroh haji, domestic market, sertifikasi SDM," tambahnya.

Selain itu, ia mengusulkan agar pemerintah memberikan insentif kepada karyawan BPW agar mendapatkan manfaat dari Kartu Pra Sejahtera.

"Voucer tersebut dapat digunakan untuk mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan profesi saat ini dan keterampilan baru yang bisa digunakan mereka untuk bertahan hidup saat ini," tambahnya.

Menurutnya, Indonesia perlu belajar dari negara tetangga seperti Malaysia dalam melakukan insentif ini.

https://travel.kompas.com/read/2020/04/10/091500027/pariwisata-dunia-dipredksi-pulih-10-bulan-pasca-wabah-corona-bagaimana

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke