Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ada di Relief Candi Borobudur, Ini Sejarah Durian di Nusantara

Meskipun sebagian orang tidak suka karena aromanya, sebagian lagi justru jatuh cinta dengan buah ini--entah karena aroma atau rasanya.

Namun, jika bicara soal sejarah, bagaimana asal usul durian khususnya di Indonesia?

Menurut ahli durian dari Yayasan Durian Nusantara, Mohamad Reza Tirtawinata, durian pertama di Indonesia berasal dari Kalimantan. Pulau Kalimantan jadi pusat keragaman durian.

Spesies durio zibethinus adalah spesies pohon durian paling umum dari genus Durio atau yang lebih dikenal sebagai durian. Spesies ini juga yang bisa menghasilkan buah yang edible atau dapat dimakan oleh manusia.

“Durio zibethinus itu yang banyak varietasnya. Seperti monthong, petruk, itu semua termasuk zibethinus,” jelas Reza pada Kompas.com.

Berbagai varietas durio zibethinus ada yang palatable dan non palatable. 

Durian palatable adalah durian yang bisa dimakan dan memiliki rasa yang enak, sedangkan untuk durian non palatable, bisa dimakan tapi tak memiliki rasa yang enak.

Kalimantan, Sumatera, dan Semenanjung Malaya memang jadi habitat yang subur bagi durian liar.

Menurut jurnal yang dikeluarkan oleh Herbarium Bogoriense seperti tertera dalam buku buku Durian: Pengetahuan Dasar untuk Pecinta Durian karya Dr Mohamad Reza Tirtawinata, Dr Panca Jarot Santoso, dan Leni H. Apriyanti, S.P., 20 dari 29 spesies durian liar di dunia dapat ditemukan di Indonesia.

Sekitar 19 dari 20 spesies di Indonesia bisa ditemukan di Kalimantan, tujuh spesies di Sumatera, dan satu spesies di Jawa, Bali, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Dari 20 spesies di Indonesia tersebut, hanya sembilan spesies yang edible atau dapat dimakan manusia.

Tertera dalam buku tersebut di atas, julukan durian sebagai raja buah pertama kali disematkan oleh Alfred Russel Wallace, seorang ahli botani.

Pada tahun 1856, ia menulis soal durian dalam sebuah jurnal berjudul “On the Bamboo and Durian of Borneo”. Sejak itulah durian dikenal sebagai “si raja buah dari hutan tropis”.

Di permukaan batu candi yang dibangun pada 775-820 masehi ini, terdapat relief yang menggambarkan pohon durian yang sedang berbuah.

“Ada pada beberapa relief, salah satunya di relief cerita Avadhana panel 110,” ujar Louie Buana, Tim Ahli Penyusun Narasi Legenda Borobudur Universitas Gadjah Mada pada Kompas.com, Jumat (27/3/2020).

“Relief durian di Candi Borobudur ditemukan dalam bentuk bergerombol pada bagian latar belakang relief sebagai pelengkap adegan. Bentuknya cukup jelas menggambarkan ciri-ciri utama durian yang berduri,” lanjutnya.

Dalam satu bingkai yang sama, terdapat juga gambaran 11 wanita kerajaan, menunjukkan pentingnya keberadaan durian di masa itu.

Buah durian ditunjukan mendapat tempat terhormat di pekarangan istana kerajaan.

Adanya relief ini menunjukkan buah durian telah dikenal sejak ribuan tahun lalu di nusantara.

Menurut Louie, relief ini kemungkinan besar digambarkan sebagai upaya untuk menunjukkan kekayaan alam Nusantara pada masa itu.

“Borobudur adalah monumen yang memanfaatkan bentuk visual sebagai media storytelling, sehingga tak heran jika kemudian ragam fauna dan flora khas Indonesia pun juga disertakan padanya,” jelas Louie.

Tak ada makna khusus terkait penampakan pohon durian di relief Candi Borobudur selain sebagai pelengkap latar yang menunjukkan kekayaan dan kesuburan alam Jawa pada saat itu.

Menurutnya, durian memang merupakan tanaman asli Kepulauan Nusantara. Nama durian sendiri sudah disebutkan dalam kitab Kakawin Ramayana tahun 870 Masehi yang ditulis oleh para pujangga.

Oleh karena itu, jika raja ingin mengawini istri-istrinya untuk menghasilkan keturunan yang baik maka ia akan memakan buah durian.

Buah durian dikenal juga sebagai buah ‘panas’ karena kandungan zat gizi dan energi yang tinggi.

Adanya penggambaran durian di pekarangan “keputren” atau tempat tinggal khusus puteri-puteri atau istri-istri raja menunjukkan bahwa buah ini memberikan kesuburan bagi wanita agar mudah hamil.

“Keturunan dari raja sangat diharapkan bayi laki-laki yang sehat, cukup gizi/nutrisi, dan cerdas agar dapat menjadi calon pewaris mahkota kerajaan di kemudian hari,” tertera dalam buku Durian: Pengetahuan Dasar untuk Pecinta Durian yang menjelaskan mengenai interpretasi relief di Candi Borobudur tersebut.

Selain melalui relief Candi Borobudur, sejarah durian di Indonesia juga bisa dilihat di halaman Istana Narmada yang dipisahkan oleh sungai kecil tapi berarus deras. Pada masa itu, sang raja memiliki kebun durian.

“Dapat dibayangkan bahwa seorang raja pasti memperoleh ‘persembahan’ buah durian terbaik dari rakyatnya. Biji buah durian pilihan yang disukai sang raja lalu ditanam di pekarangan," seperti tertera dalam buku Durian: Pengetahuan Dasar untuk Pecinta Durian.

"Pada masa itu belum dikenal cara okulasi atau grafting, sehingga biji yang ditanam menghasilkan pohon-pohon dengan buah yang beragam, tetapi cukup berkualitas," lanjut buku tersebut. 

Hingga saat ini, beberapa pohon durian unggul masa lalu tersebut masih produktif menghasilkan buah. Bahkan jika masuk musim panen raya, satu pohon dapat menghasilkan lebih dari 1000 buah.

Dua pohon yang konsisten berkualitas tinggi dilepas oleh Kementerian Pertanian RI dengan nama varietas ‘Tong Medaye’ dan ‘Sipayuk’.

Selengkapnya mengenai sejarah durian bisa dibaca di VIK: Pesta Durian. Dalam VIK ini juga diulas mengenai tips, fakta dan mitos, hingga sejarah durian.

https://travel.kompas.com/read/2020/05/26/123400227/ada-di-relief-candi-borobudur-ini-sejarah-durian-di-nusantara

Terkini Lainnya

 7 Olahraga Tradisional Unik Indonesia, Ada Bentengan

7 Olahraga Tradisional Unik Indonesia, Ada Bentengan

Jalan Jalan
5 Tips Liburan dengan Anak-anak Menggunakan Kereta Api Jarak Jauh

5 Tips Liburan dengan Anak-anak Menggunakan Kereta Api Jarak Jauh

Travel Tips
Mengenal Desa Wisata Koto Kaciak, Surga Budaya di Kaki Bukit Barisan

Mengenal Desa Wisata Koto Kaciak, Surga Budaya di Kaki Bukit Barisan

Jalan Jalan
Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

Travel Update
Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Travel Update
Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Travel Update
Usung Konsep Eco Friendly, Hotel Qubika Bakal Beroperasi Jelang HUT Kemerdekaan RI di IKN

Usung Konsep Eco Friendly, Hotel Qubika Bakal Beroperasi Jelang HUT Kemerdekaan RI di IKN

Hotel Story
Ada Women Half Marathon 2024 di TMII Pekan Ini, Pesertanya dari 14 Negara

Ada Women Half Marathon 2024 di TMII Pekan Ini, Pesertanya dari 14 Negara

Travel Update
5 Tempat Wisata di Tangerang yang Bersejarah, Ada Pintu Air dan Makam

5 Tempat Wisata di Tangerang yang Bersejarah, Ada Pintu Air dan Makam

Jalan Jalan
Dampak Rupiah Melemah pada Pariwisata Indonesia, Tiket Pesawat Mahal

Dampak Rupiah Melemah pada Pariwisata Indonesia, Tiket Pesawat Mahal

Travel Update
4 Tempat Wisata di Rumpin Bogor Jawa Barat, Ada Curug dan Taman

4 Tempat Wisata di Rumpin Bogor Jawa Barat, Ada Curug dan Taman

Jalan Jalan
Rusa Jadi Ancaman di Beberapa Negara Bagian AS, Tewaskan Ratusan Orang

Rusa Jadi Ancaman di Beberapa Negara Bagian AS, Tewaskan Ratusan Orang

Travel Update
5 Rekomendasi Playground Indoor di Surabaya untuk Isi Liburan Anak

5 Rekomendasi Playground Indoor di Surabaya untuk Isi Liburan Anak

Jalan Jalan
Pilot dan Pramugari Ternyata Tidur pada Penerbangan Jarak Jauh

Pilot dan Pramugari Ternyata Tidur pada Penerbangan Jarak Jauh

Travel Update
Desa Wisata Tabek Patah: Sejarah dan Daya Tarik

Desa Wisata Tabek Patah: Sejarah dan Daya Tarik

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke