Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bingung Saat Belanja Susu? Bedanya Susu Olahan, Susu Segar, dan Susu Murni

Secara garis besar, Kepala Divisi Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Epi Taufik, S.Pt, MVPH, M.Si, mengatakan ada susu yang sudah melalui proses pengolahan tertentu dan ada juga susu segar yang belum melalui proses apapun.

Susu UHT singkatan dari Ultra High Temperature merupakan susu yang sudah dipanaskan dengan suhu di atas 100 derajat celsius.

Proses ini berguna untuk mensterilkan susu, supaya susu bisa dikemas dan punya waktu kadaluarsa yang lebih panjang.

“Susu segar dalam standar nasional Indonesia artinya belum mendapat perlakuan apa pun kecuali didinginkan. Dari peternak diperah, terus masuk milk can dan didinginkan,” ujar Epi pada Kompas.com, Sabtu (31/5/2020).

“Kalau sudah disterilisasi, dibuat jadi susu UHT dan pasteurisasi itu sudah tidak disebut susu segar lagi tapi susu olahan atau processed milk,” sambung dia.

Susu segar harus didinginkan segera dari pemerah susu karena susu merupakan salah satu produk yang sangat mudah rusak.

Susu sangat disukai oleh bakteri dan proses pendinginan diperlukan agar bisa menekan jumlah bakteri pada susu agar tidak bertambah.

Selain susu olahan dan susu segar, kamu juga mungkin pernah mendengar istilah “susu murni”. Menurut Epi, susu murni sebenarnya belum memiliki arti yang standar di Indonesia.

“Susu murni itu kadang disamakan dengan susu segar. Tapi kalau saya berbeda. Susu murni itu yang 100 persen susu segar,” kata Epi.

Epi menjelaskan, hal itu berkaitan dengan realitas kandungan susu pada susu UHT dan pasteurisasi yang ada di pasaran.

Susu UHT dan pasteurisasi yang biasa kamu temukan di supermarket atau pasar ternyata kandungannya belum tentu 100 persen dari susu segar.

Susu olahan tersebut terkadang terbentuk dari campuran susu segar dengan susu bubuk yang dicairkan ulang.

“Suplai produksi susu Indonesia itu hanya bisa memenuhi 20 persen kebutuhan. Jadi kita impor 80 persen, yang diimpor itu kan enggak mungkin susu cair. Coba bawa susu cair dari New Zealand ke sini. Bagaimana caranya?” kata Epi.

Pengangkutan susu memang tidak mudah. Diperlukan suhu yang sangat rendah agar tetap menjaga susu tidak busuk.

“Kan harus 4 derajat celcius ke bawah. Didinginkan pakai tanker berpendingin dalam bentuk cair, dibawa ke sini itu biayanya mahal banget. Siapa yang mau beli susunya nanti?” lanjut Epi.

Maka dari itu untuk mengakali teknis pengiriman, susu dalam bentuk bubuk yang diimpor.

Setelah datang ke Indonesia, susu bubuk tersebut ada yang dijual sebagai bahan kue dalam bentuk bubuk langsung.

Namun karena produksi susu cair di Indonesia kurang dan diperlukan suplai susu cair untuk membuat susu olahan, maka susu bubuk tersebut dicairkan.

Epi menyebutnya dengan istilah reconstituted milk atau susu rekonstitusi.

Di Indonesia, tidak ada aturan terkait penjabaran secara rinci pada susu kemasan mengenai komposisi susu rekonstitusi dan susu segar yang digunakan.

Susu olahan yang sudah dicampur dengan susu bubuk itulah yang menurut Epi tidak bisa disebut sebagai susu murni.

Baginya, susu murni hanyalah susu yang terdiri dari 100 persen susu segar cair.

Perbedaan paling signifikan dan bisa kamu lihat antara susu murni dan susu rekonstitusi adalah harganya.

“Kalau susu pasteurisasi ada yang Rp 25.000 ke atas. Susu yang lain, kan di bawah itu ada yang harganya Rp 12.000, Rp 15.000. Harga bisa jadi indikasi. Kalau yang 100 persen susu segar itu pasti mahal dibandingkan dengan susu yang sudah dicampur atau rekonstitusi,”

Menurut Epi, susu yang sudah dicampur bukan berarti berkualitas jelek karena susu bubuk masih memiliki gizi yang tinggi. Namun pada prinsipnya, susu yang semakin segar kata Epi, pasti semakin baik gizinya. 

https://travel.kompas.com/read/2020/06/02/163600827/bingung-saat-belanja-susu-bedanya-susu-olahan-susu-segar-dan-susu-murni

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke