Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Apakah Benar Lawang Sewu Punya 1.000 Pintu?

JAKARTA, KOMPAS.com – Di tengah pandemi virus corona (Covid-19), sangat disayangkan jika kamu tidak memanfaatkan masa-masa di rumah saja untuk traveling secara virtual.

Selain untuk menghibur diri, kamu juga bisa melepas penat dengan menjelajahi tempat wisata yang mungkin lokasinya jauh dari rumahmu.

Salah satu kegiatan jelajah tempat wisata secara virtual yang bisa diikuti adalah virtual tour bersama Blibli.

Blibli merupakan salah satu e-commerce di Indonesia yang turut menyediakan virtual tour melalui kategori Tour & Travel sejak 1 Juni 2020.

“Melalui virtual tour, Blibli memungkinkan pelaku industri pariwisata, khususnya para travel agent dan tour guide, untuk menjalankan roda bisnis mereka meskipun di tengah pandemi,” ujar Theresia Magdalena, VP of Blibli Tour & Travel Category dalam keterangan pers yang Kompas.com terima beberapa waktu lalu.

Kabar 1.000 pintu

Kompas.com berkesempatan untuk mengikuti virtual tour tersebut bersama dengan 43 anggota tur lainnya. Kami ditemani oleh seorang pemandu tur bernama Andry Rizki Perdana.

Saat tur dimulai, Andry menyambut kami di bagian luar Gedung A Lawang Sewu, tepatnya dekat ruangan yang menyimpan sumur.

Lawang Sewu, dulu disebut dengan Het Hoofdkantoor van de Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatscappij, dibangun pada 27 Februari 1904.

Andry menjelaskan sedikit seputar gedung yang terletak di kawasan Tugu Muda, Semarang. Terutama soal kabar jumlah pintu gedung yang mencapai 1.000.

“Gedung ini tidak seribu pintunya. Total hanya 928 pintu dengan 425 frame, dan 114 ruang kerja tidak termasuk ruang meeting. Untuk jendela, kami belum menghitung secara akurat,” tutur Andry dalam tur virtual, Selasa (9/6/2020).

Dengan jumlah yang cukup banyak, hanya 200–300 pintu saja yang dibuka dan ditutup setiap harinya selama jam operasional Lawang Sewu.


Selanjutnya, kami dibawa menuju ruang yang memiliki sumur dengan kedalaman ratusan meter. Sumur yang sudah ada sejak Lawang Sewu dibuat masih berfungsi hingga kini.

Dulu, air sumur digunakan untuk membantu pembangunan Lawang Sewu. Kini air berfungsi untuk segala operasional gedung seperti kamar mandi.

Salah satu yang unik dari air sumur tersebut, tutur Andry, melihat Semarang berada di pesisir pantai utara, airnya merupakan air tawar dan bukan air dengan kandungan garam yang tinggi.

Hal ini disebabkan oleh galian sumur yang mencapai ratusan meter, ide dari arsitek Jacob F. Klinkhamer dan B.J. Ouendag, yang merancang agar kerangka logam Lawang Sewu kokoh dan awet.

Gedung utama Lawang Sewu

Gedung A, atau gedung utama, memiliki ciri khas aksen berwarna kuning, putih, dan cokelat yang menghiasi bangunannya.

Namun sebelum memasuki gedung, kami dibawa menuju halaman tengah yang memiliki pohon mangga berukuran besar berumur 102 tahun.

Konon katanya, buahnya terasa sangat manis sekali sehingga mampu membuat penikmatnya lupa ingatan karena rasanya yang begitu lezat.

Daya tarik utama gedung utama yang bisa dilihat dari dekat oleh wisatawan adalah kaca patri karya seniman asal Belanda, J.L. Schouten dan Studio T.Prinsenhof.

Setiap gambar pada kaca patri memiliki makna tersendiri yang berkaitan dengan industri kereta api Indonesia.

Kendati demikian, wisatawan hanya bisa melihat kaca tersebut dari bawah tangga saja karena lantai dua hanya diperuntukkan bagi kunjungan tertentu seperti foto pre-wedding.

Di dekat kaca patri terdapat sebuah ukiran kepala ular kobra betina di setiap sudut pegangan tangga yang dimaknai sebagai pelindung.

Pemandangan Kota Semarang

Selanjutnya, kami dibawa ke balkon lantai dua yang menghadap langsung ke Tugu Muda.

Untuk mengakses balkon, kami harus memasuki ruangan yang dulunya merupakan kantor pimpinan perusahaan kereta api Hindia Belanda.

Di balkon, kami melihat jalanan di depannya sudah mulai ramai akan warga Semarang yang kembali beraktivitas seperti sebelum pandemi virus corona menyerang.

Kecuali wisatawan kunjungan tertentu, balkon lantai dua dan tiga tidak boleh diakses oleh wisatawan.

Hal ini karena kondisinya yang cukup rentan dan sedikit bergoyang. Kunjungan tertentu pun kapasitasnya dibatasi hanya 3–5 orang saja.

Lantai tiga Lawang Sewu

Setelah menjelajahi lantai dua, kami dibawa naik ke lantai tiga melalui tangga spiral yang plat besi kunonya diukir sedemikian rupa.

Sama seperti lantai dua, akses menuju lantai tiga dan lantai tiganya sendiri tidak diperkenankan untuk dikunjungi wisatawan biasa.

Lantai tiga tidak memiliki ruangan sama sekali. Sebab, ruang kosong yang ada hanya berfungi untuk filtrasi udara panas melalui banyak jendela yang ada di sana.

Namun, satu hal yang menarik dari lantai tiga Lawang Sewu adalah ada ruang bersejarah yang terpisah dari ruang utama.

Ruangan tersebut berkaitan dengan perang yang terjadi pada 14 Oktober 1945. Jika kamu pecinta sejarah, virtual tour ini mungkin seru untuk diikuti.

Kamu bisa mencobanya sendiri melalui Blibli hanya dengan membayar Rp 25.000 - Rp 30.000 untuk perjalanan virtual domestik, serta Rp 50.000 - Rp 150.000 untuk perjalanan internasional.

Untuk pilihan perjalanan virtual, kamu bisa lihat di kategori Tour & Travel.

https://travel.kompas.com/read/2020/06/10/170700027/apakah-benar-lawang-sewu-punya-1.000-pintu-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke