Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pengembangan Pariwisata di Bali Harus Berlandaskan Budaya

Menurutnya, hal tersebut telah tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali nomor 2 tahun 2012. Namun, ia tak meyakini bahwa seluruh pelaku usaha sektor pariwisata di Bali pernah membaca Perda ini.

"Jelas sekali di sini disebutkan bahwa Kepariwisataan Bali itu berlandaskan kepada kebudayaan Bali yang dijiwai oleh agama Hindu dengan falsafah Tri Hita Karana," kata Ardhika dalam acara webinar Road Map to Bali's Next Normal Webinar Session #7 yang diselenggarakan Bali Tourism Board dan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali, Jumat (10/7/2020).

Ia menjelaskan bagaimana kepariwisataan Bali harus berlandaskan kepada kebudayaan Bali yang dijiwai oleh agama Hindu. Ia mengatakan ada tiga kerangka dasar dalam agama Hindu Dharma yaitu Tatwa, Susila, dan Upacara.

Kerangka dasar pertama yaitu tatwa yang berarti filsafat, sedangkan susila berarti etika, dan upacara artinya ritual.

Ia pun mengutip beberapa hal terkait susila atau etika yang berkaitan dengan Kepariwisataan Bali di antaranya Tat Twam Asi, Tri Hita Karana, Sad Ripu, Tri Warga, dan Tri Kaya Parisuda.

"Tat Twam Asi, itu adalah fundamen dari kegiatan sosial budaya masyarakat Bali yang melahirkan konsep kekeluargaan atau menyama braya. Kekeluargaan ini sudah menjadi landasan dasar dari NKRI, ini kan luar biasa nilai dasar ini," jelasnya.

Namun, ia menilai bahwa pariwisata Bali belum maksimal dalam menggunakan dan menjaga nilai kekeluargaan.

"Kemudian Tri Warga, begitu juga di dalam kaitan dengan mengelola kehidupan ini yang dilandasi oleh Dharma, Artha (harta), dan adanya kesenangan (kama). Tapi semua landasan itu harus sesuai Darma (kebajikan)," ungkapnya.

Terakhir yaitu Tri Kaya Parisudha (pikiran baik, perkataan baik, perbuatan baik) yang menurutnya menjadi tantangan luar biasa dalam kaitan Kepariwisataan Bali berbasis kebudayaan.

"Padahal ini nilai-nilai dasar yang harus jadi pegangan kita. Jadi itulah kebudayaan Bali yang menjadi perilaku kehidupan sehari-hari masyarakat di Bali," tuturnya.

Lebih jauh, Ardhika menerangkan bagaimana cara agar para pelaku pariwisata dapat menerapkan atau mengimplementasikan Kepariwisataan Bali yang berbasis budaya sesuai ajaran agama Hindu.

Hal pertama yang harus ditafsirkan, kata dia, orang-orang harus mengerti bahwa kepariwisataan untuk Bali, bukan Bali untuk kepariwisataan.

Hal kedua, ia menekankan bahwa basis kepariwisataan Budaya Bali itu ada pada Desa Adar dan Lembaga tradisional.

Kemudian yang ketiga, bagaimana fasilitas modal asing hanya di kawasan pariwisata yang ditetapkan.

"Artinya, dia tidak diizinkan untuk mengaduk-aduk desa adat atau lembaga tradisional. Dia hanya diberikan tempat pada yang telah ditentukan," jelasnya.

Terakhir, Ardhika menilai bahwa program Corporate Social Responsibility (CSR) tidak sesuai dengan Kepariwisataaan Budaya Bali karena mengandung nuansa charity atau sumbangan.

"Padahal, tanggung jawab usaha pariwisata di Bali itu adalah terintegrasi di dalam masyarakat untuk bersama-sama melaksanakan pelestarian budaya Bali itu sendiri," pungkasnya.

https://travel.kompas.com/read/2020/07/20/201200827/pengembangan-pariwisata-di-bali-harus-berlandaskan-budaya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke