Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Melihat Peluang Pariwisata Pasca-Pandemi

Kebijakan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) terpaksa membuat orang harus berdiam diri di rumah. Kantor-kantor terpaksa harus beradaptasi secara cepat dengan sistem WFH (work from home) dan sekolah juga harus menerapkan sistem learning from home.

Situasi ini tentu menjadi tamparan keras terhadap sektor pariwisata. Tak hanya pariwisata tapi beberapa sektor lain yang masih berhubungan dengan sektor pariwisata juga ikut terkena dampak. Misalnya sektor kuliner, penerbangan, perhotelan, dan juga UMKM.

Kawasan-kawasan wisata yang biasanya ramai oleh pengunjung kini harus kehilangan pasarnya. Hotel, pesawat, restoran, hingga pedagang oleh-oleh terpaksa harus menghentikan kegiatan ekonomi mereka untuk sementara waktu.

Pemerintah mau tidak mau harus mengambil kebijakan tersebut untuk menekan peningkatan kasus covid-19.

Kini aturan pemerintah terkait pembatasan sosial sudah mulai melunak. PSBB sudah berhenti walaupun beberapa wilayah kembali menerapkan untuk keduakalinya, namun dengan aturan yang tidak seketat sebelumnya. Orang-orang menyebut fase ini dengan istilah masa ‘new normal’.

Situasi ini telah membuat orang-orang secara perlahan kembali beraktivitas. Kegiatan ekonomi secara perlahan mulai bangkit. Denyut-denyut pariwisata yang tadinya sempat terhenti kini melihat harapan untuk bisa hidup kembali.

Namun sayang, situasi ini belumlah berakhir. Selain itu, masa beraktivitas dari rumah yang berjalan selama berbulan-bulan akibat pandemi, juga telah mengubah perilaku para konsumen dalam mengambil keputusan, dalam memperhatikan keadaan, dan dalam melakukan pengeluaran.

Perubahan tren pariwisata

Berubahnya perilaku konsumen tentu menjadi sebuah tantangan bagi para penggiat industri pariwisata. Perubahan perilaku ini adalah sebuah hal yang tidak terhindarkan. Situasi pandemi telah mengubah tren dan juga kebutuhan masyarakat dalam berwisata.

Beberapa tren berwisata yang diperkirakan muncul pada fase new normal ini, contohnya adalah solo traveling atau berwisata dalam kelompok kecil.

Tren ini akibat dari social distancing. Orang-orang menjadi ragu dalam bepergian beramai-ramai ataupun mengunjungi tempat-tempat yang ramai.

Kecenderungan orang dalam berwisata menggunakan jalur transportasi darat juga bisa terjadi. Hal ini bisa jadi merupakan efek dari kebijakan transportasi jalur udara yang memerlukan persyaratan lebih banyak seperti hasil test covid maupun surat keterangan dokter.

Selain itu, faktor belum dibukanya perjalanan ke luar negeri juga bisa menjadi kesempatan untuk meningkatkan minat para wisatawan agar lebih banyak menjelajahi potensi wisata lokal.

Berdasarkan data dari McKinsey & Company, mendorong pariwisata domestik bisa menjadi sebuah cara untuk menangkal hilangnya pemasukan pariwisata akibat tidak adanya wisatawan mancanegara.

Tidak hanya tren pariwisata saja yang berubah, namun situasi pandemi juga telah mengubah kebutuhan orang dalam merencanakan liburannya.

Berdasarkan berita yang dirilis Kompas.com, Ketua dari Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia Azril Azhari mengatakan, salah satu hal yang menjadi pertimbangan masyarakat ketika berwisata adalah soal kebersihan yang sesuai standar protokol kesehatan.

Di samping terkait kebersihan, faktor harga juga masih menjadi pertimbangan masyarakat ketika berwisata. Penerapan protokol kesehatan tentu membuat penyedia layanan wisata melakukan pengeluaran lebih, di sisi lain daya beli masyarakat juga turun akibat situasi ekonomi yang sedang terganggu.

Menarik kembali minat dan kepercayaan masyarakat untuk berwisata

Bagi sebuah bangsa yang kagum dan bangga akan alamnya yang elok, rakyatnya yang majemuk, dan ragam budaya yang beragam, sektor pariwisata bisa dikatakan menjadi salah satu sektor yang sangat penting bagi Indonesia.

Dalam menarik kembali minat dan kepercayaan masyarakat, setiap aktor dalam sektor pariwisata harus mampu bersinergi dengan baik. Mulai dari sisi penerapan kebijakan, konten promosi, hingga komunikasi kepada masyarakat.

Kali ini, pemerintah perlu sigap dalam mengambil kesempatan untuk memperkenalkan dan mempromosikan kawasan wisata domestik yang selama ini kurang menjadi destinasi favorit. Terlebih lagi di saat kita melihat kemungkinan penerbangan luar negeri butuh waktu yang lebih lama untuk pulih.

Situasi seperti ini juga bisa digunakan oleh komunitas maupun para pelaku usaha untuk kembali menata dan membersihkan kawasan wisata tempat mereka berada. Situasi sepi pengunjung bisa dimanfaatkan untuk kembali mengatur sistem-sistem pendukung wisata seperti misalnya penjualan tiket, pembersihan sampah, penataan kawasan parkir, ketersediaan internet, dan lain sebagainya.

Dari sisi pihak pemilik usaha, konsumen perlu diyakinkan dengan baik bahwa tempat mereka telah menerapkan protokol kesehatan dengan baik sehingga aman untuk dikunjungi. Di sisi lain, para pemilik usaha juga bisa menimbang dalam menerapkan paket promosi yang disesuaikan dengan daya beli masyarakat.

Dengan mendorong sektor pariwisata untuk kembali bergeliat, maka beberapa sektor lain pun akan turut kembali bernafas seperti misalnya sektor kuliner, sektor seni dan budaya, sektor transportasi, sektor migas, sektor energi, dan tentunya juga sektor UMKM.

*Tulisan ini adalah opini pribadi dari penulis dan tidak mewakili opini maupun pendapat dari institusi tempat penulis bekerja maupun tempat tulisan ini dipublikasikan.

https://travel.kompas.com/read/2021/01/04/164735527/melihat-peluang-pariwisata-pasca-pandemi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke