Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hari Suci Galungan, Ada Tradisi Ngejot yang Sarat Makna

KOMPAS.com – Hari Suci Galungan berlangsung hari ini (14/4/2021). Namun sebelum hari suci tersebut tiba, terdapat hari yang dinamakan sebagai Hari Penampahan.

Guru Besar Ilmu Pariwisata Universitas Udayana I Gede Pitana mengatakan, Jumat (14/2/2020), Hari Penampahan adalah sebutan untuk satu hari sebelum Hari Suci Galungan.

Pada hari tersebut, terdapat satu tradisi yang kerap dilakukan umat Hindu Bali yaitu ngejot—aktivitias pemberian makanan kepada tetangga, baik itu sesama umat Hindu maupun non-Hindu.

“Orang Bali itu, untuk tetangga yang non-Hindu membuat makanan khusus yang tidak ada daging babinya. Biasanya kita masak daging ayam khusus untuk para tetangga non-Hindu seperti tetangga Muslim,” ungkap Pitana, mengutip Kompas.com, Selasa (18/2/2020).

Ia mengatakan bahwa toleransi masyarakat Bali sangat tinggi. Maka, pemberian makanan dalam tradisi ngejot kepada para tetangga masih dilakukan hingga kini.

Siapa saja yang lakukan tradisi ngejot?

Tradisi ngejot dilakukan apabila seseorang baru mendapat pekerjaan atau memiliki lauk yang cukup banyak. Tradisi tersebut merupakan bagian dari upaya berbagi kebahagiaan kepada tetangga.

Bahkan, tradisi ngejot kerap disebut sebagai sebuah ikatan kekeluargaan yang luar biasa lantaran tidak dibatasi oleh perbedaan keyakinan.

“Toleransi di Bali dan hidup secara bersama-sama itu sudah menjadi bagian dari kebudayaan kami,” ucap Pitana.

Pelaksanaan tradisi ngejot

Menurut Pitana, tradisi ngejot tidak selalu dilakukan pada saat menjelang Galungan. Namun, tradisi itu juga tidak dilakukan setiap hari.

Dulunya, tradisi tersebut dilakukan saat seseorang memiliki makanan yang tidak biasa di kehidupan sehari-harinya. Misalnya saat makan daging.

Saat makan daging, ujarnya, tradisi ngejot dilakukan karena memakan daging merupakan sesuatu yang luar biasa. Hal ini tak lepas dari kebiasaan masyarakat yang hanya memakan sayur.

“Jadi kalau kita punya daging, kita ngelawar. Lalu kita ngejot ke tetangga. Tetapi ngejot terutama pada waktu kita punya pesta besar seperti Galungan,” kata Pitana.

Lebih lanjut, tradisi ngejot tidak hanya dilakukan untuk berbagi makanan kepada mereka yang tidak memilikinya. Namun, tradisi juga mencakup pemberian kebahagiaan yang dilakukan antar sesama.

Jika kamu membuat lawar daging dan ada tetanggamu yang juga membuat lawar daging, Pitana mengatakan, maka bisa ngejot dengan saling bertukar makanan.

Tidak hanya sekadar bertukar makanan

Pitana mengatakan bahwa tradisi ngejot tidak hanya sekadar bertukar makanan, melainkan sudah tentang keakraban.

“Dalam kepercayaan di Bali, keakraban itu bisa ditunjukkan dengan makanan. Kalau orang kasih makanan kemudian kita tidak mau makan, itu bisa jadi petaka. Konflik besar,” tuturnya.

“Kalau kita kasih makanan kemudian dimakan, segala permusuhan akan hilang karena sudah berani makan makanan yang diberikan orang lain,” imbuh Pitana.

Kemudian, dengan saling memakan makanan yang diberikan, hal tersebut juga menunjukkan bahwa mereka saling percaya bahwa makanan yang ditukar tersebut tidak akan mencelakai.

https://travel.kompas.com/read/2021/04/14/200200827/hari-suci-galungan-ada-tradisi-ngejot-yang-sarat-makna

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke