Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tren Pariwisata Indonesia di Tengah Pandemi Berubah, Apa Upaya Parekraf?

KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 telah menghantam industri pariwisata dan ekonomi kreatif di Indonesia. Tidak main-main, sejak Februari 2020, jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang masuk ke Indonesia mengalami penurunan drastis.

Puncaknya terjadi pada April 2020. Jumlah wisman yang datang ke Indonesia hanya 158.000.

Jika ditotal, sepanjang 2020, Indonesia hanya dikunjungi wisman sekitar 4,052 juta orang. Jumlah ini hanya berkisar 25 persen dari jumlah Bisa dibilang, angka tersebut sangat memprihatinkan, karena jika dihitung, jumlahnya hanya 25 persen jumlah wisman pada 2019.

Tak pelak, keadaan itu berdampak pada pendapatan negara di sektor pariwisata. Adanya pembatasan sosial berskala besar dan ditutupnya akses keluar-masuk Indonesia, menyebabkan penurunan pendapatan negara di sektor pariwisata sebesar Rp20,7 miliar.

Penurunan wisman juga berdampak langsung pada okupansi hotel-hotel di Indonesia. Bulan Januari-Februari 2021, okupansi menunjukkan 49,17 persen dan 49,22 persen.

Namun, Maret 2021 menjadi 32,24 persen, dan terus menurun saat memasuki April 2021, yaitu sebesar 12,67 persen.

Beberapa sektor pariwisata juga tertatih-tatih saat pembatasan operasional sejumlah tempat wisata. Akibatnya, sekitar 12,91 juta orang di sektor pariwisata mengalami pengurangan jam kerja, dan 939.000 orang untuk sementara tidak bekerja.

Di sisi lain, pandemi Covid-19 juga berdampak langsung pada berbagai lapangan pekerjaan di sektor pariwisata. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020, sekitar 409.000 tenaga kerja di sektor pariwisata kehilangan pekerjaan akibat pandemi Covid-19.

Upaya menyelamatkan pariwisata Indonesia

Berbagai upaya dilakukan untuk menyelamatkan pariwisata Indonesia. Ada tiga fase yang dilakukan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf), yaitu Tanggap Darurat, Pemulihan, dan Normalisasi.

Fase Tanggap Darurat difokuskan pada kesehatan, seperti menginisiasi program perlindungan sosial, mendorong kreativitas dan produktivitas saat WFH, melakukan koordinasi krisis pariwisata dengan daerah pariwisata, serta melakukan persiapan pemulihan.

Selanjutnya adalah fase Pemulihan. Pad fase ini, tempat wisata dibuka secara bertahap. Persiapannya sangat matang, mulai dari penerapan protokol CHSE atau kependekan dari cleanliness, healthy, safety, and environmental sustainability, di tempat wisata, serta mendukung optimalisasi kegiatan meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE).

Terakhir adalah fase Normalisasi, yaitu mulai dari persiapan destinasi dengan protokol CHSE, meningkatkan minat pasar, hingga diskon untuk paket wisata dan MICE.

Salah satu program yang telah dilaksanakan adalah Virtual Travel Fair sejak bulan Agustus-September 2020.

Perubahan tren pariwisata

Kunci utama bagi pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif agar dapat bertahan di tengah pandemi adalah memiliki kemampuan adaptasi, inovasi, dan kolaborasi yang baik.

Pasalnya, saat ini pelaku masyarakat mulai berubah. Hal ini membuat tren pariwisata bergeser.
Contoh paling simpelnya, aktivitas liburan yang bebas dilakukan masyarakats ebelum pandemi tak bisa lagi dilakukan.

Tren bepergian baik di dalam, maupun luar negeri pun berubah menjadi yang lebih ramah dengan kondisi saat ini. Maka, hadirlah tren staycation yang dianggap aman.

Sayangnya, kegiatan staycation saja tidak cukup untuk membangkitkan gairah bisnis perhotelan. Maka, pelaku industri perhotelan memutar otak untuk beradaptasi.

Mereka kemudian membuat penawaran untuk masyarakat, yakni program WFH atau Work from Hotel. Mereka juga membekali usahanya dengan sertifikat CHSE untuk memastikan keamanan pada pengunjung.

Hal serupa juga dilakukan oleh agen pariwisata. Mereka yang melihat tren pariwisata berubah, kemudian mengganti layanan paket wisata agar cocok dengan wisatawan.

Mereka mulai memberikan layanan paket wisata eksklusif atau mini group, agar wisatawan merasa lebih aman dan meminimalisasi potensi penularan virus saat liburan.

Sementara dari sisi destinasi wisata, banyak tempat wisata yang terpukul akibat pandemi Covid-19, bahkan ada yang terpaksa ditutup karena sepi pengunjung.

Untuk itu, para pelaku pariwisata harus memanfaatkan inovasi teknologi yang berperan penting dalam mendukung tren pariwisata yang bergeser di tengah pandemi, salah satunya dengan virtual tourism untuk liburan online.

Tak kalah penting, bergesernya tren pariwisata di Indonesia juga berdampak pada beberapa usaha restoran. Agar dapat bertahan, pelaku industri restoran harus berinovasi .

Saat ini, sekitar 70 persen orang menggunakan layanan food online—delivery, take away, dan catering—maka, pihak restoran memberikan layanan itu dengan menerapkan contactless service.

Ke depan, konsep outdoor dining mulai diprediksi akan menjadi sangat populer setelah pandemi usai. Hal ini sesuai dengan fokus masyarakat yang patuh menerapkan protokol kesehatan. Demi kesehatan, mereka lebih senang berada di ruang terbuka karena lebih mudah untuk menjaga jarak.

Itulah beberapa strategi yang diterapkan Kemenparekraf/Baparekraf dalam meningkatkan tren pariwisata Indonesia di tengah pandemi, atau bahkan hingga pandemi usai.

Dengan strategi tersebut, bidang pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia diharapkan dapat kembali bangkit.

https://travel.kompas.com/read/2021/08/31/111300427/tren-pariwisata-indonesia-di-tengah-pandemi-berubah-apa-upaya-parekraf-

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke