BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif
Salin Artikel

Mengintip Pesona Desa Penglipuran di Bali, Desa Terbersih Ketiga di Dunia

KOMPAS.com – Selalu ada yang menarik untuk dikulik dari Bali. Selain cantik secara bentangan alam, Pulau Seribu Pura ini juga kaya akan hasil seni dan budaya.

Berkunjung ke Bali pun sepertinya bukan sesuatu yang membosankan. Malahan, banyak orang kini tak sabar menjejakkan kaki di Pulau Dewata. Hal ini wajar mengingat hampir dua tahun sektor pariwisata Indonesia, termasuk Bali, ditutup akibat pandemi Covid-19.

Kini, situasi telah berbeda karena pandemi berangsur dapat dikendalikan.

Karena itu, pemerintah optimistis untuk membuka kembali gerbang pariwisata Pulau Dewata. Pembukaan ini sekaligus menjadi momentum #ItstimeforBali.

Sebagai surga wisata #DiIndonesiaAja, Bali punya banyak pilihan obyek dan atraksi wisata, selain pantai. Salah satunya, Desa Penglipuran yang sudah tersertifikasi Cleanliness, Health, Safety, and Environmental Sustainability (CHSE).

Desa Penglipuran adalah salah satu dari sembilan desa adat di Bali. Lokasinya berada di Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, dan berjarak sekitar 45 kilometer dari Kota Denpasar.

Menurut legenda setempat, desa ini sudah ada sejak 700 tahun lalu, yaitu pada zaman Kerajaan Bangli. Cerita yang beredar juga menyebutkan bahwa Desa Penglipuran merupakan hadiah dari Raja Bangli kepada masyarakat yang ikut bertempur melawan Kerajaan Gianyar.

Sebagai desa adat, masyarakat Desa Penglipuran amat memegang tegas tradisi nenek moyang yang sudah berumur ratusan tahun.

Mereka juga masih menerapkan dua hukum tradisional dalam bermasyarakat, yakni awig-awig dan drestha. Kemampuan dalam mempertahankan tradisi membuat Desa Penglipuran begitu unik.

Lantas, apa saja yang menarik dari Desa Penglipuran? Mengapa desa ini patut untuk dijadikan destinasi tujuan wisata di Bali? Berikut ulasannya.

1. Dinobatkan sebagai Desa Terbersih di Dunia

Desa Penglipuran merupakan desa terbersih ketiga di dunia menurut Green Destinations Foundation, setelah Desa Mawlynnong di India dan Giethoorn di Belanda. Jadi, sampah berserakan, bising kemacetan, dan polusi udara mustahil ditemukan di desa ini.

Demi menjaga kebersihan, masyarakat setempat menyediakan tempat sampah di desa. Bahkan, setiap 30 meter terdapat tempat sampah.

Selain itu, pihak desa juga menerapkan sejumlah aturan adat ketat. Salah satunya, larangan menggunakan kendaraan bermotor agar kualitas udara tetap bersih.

Wisatawan yang hendak berkeliling Desa Penglipuran mau tak mau harus berjalan kaki atau bersepeda.

Meski begitu, kamu sepertinya tidak akan lelah, apalagi bosan. Pasalnya, saat memasuki desa, deretan tanaman hijau dan bunga warna-warni, seperti bugenvil, kembang sepatu, mawar, dan kamboja akan menyambutmu.

Semakin masuk ke dalam, pemandangan desa terlihat semakin memanjakan mata. Udara pun terasa kian sejuk.

Kalaupun lelah di perjalanan, kamu bisa singgah di warung makan yang ada di dalam desa atau bersantai sejenak di banjar adat di pertengahan permukiman.

Selain predikat desa terbersih di dunia, Desa Penglipuran juga mendapat beberapa penghargaan bergengsi lain, seperti Indonesia Sustainable Tourism Award (ISTA) pada 2017 dan Sustainable Destinations Top 100 versi Green Destinations Foundation.

2. Mengadopsi konsep tata ruang tradisi nenek moyang

Di tengah terpaan modernisasi, Desa Penglipuran masih mempertahankan tradisi dan nilai luhur nenek moyang. Salah satunya terlihat dari tata ruang desa yang mengadopsi konsep Tri Mandala.

Tri Mandala merupakan pembagian lahan menjadi tiga zona berdasarkan nilai kesucian yang diurutkan, mulai dari utara sebagai tempat paling suci hingga selatan sebagai tempat paling tidak suci.

Oleh masyarakat setempat, zona utama mandala yang terletak di utara dianggap sebagai peraduan para dewa. Karena itu, tempat ibadah hanya didirikan di kawasan ini.

Salah satunya, Pura Penataran, tempat memuja Dewa Brahma yang merupakan pencipta seluruh alam semesta menurut kepercayaan Hindu.

Sementara, di bagian tengah desa, terdapat zona madya mandala. Area ini difungsikan sebagai permukiman penduduk.

Selanjutnya, zona paling tidak suci di selatan disebut sebagai nista mandala. Area ini dikhususkan sebagai tempat peristirahatan terakhir masyarakat yang sudah mangkat alias pemakaman penduduk.

3. Hunian tradisional

Kemampuan masyarakat Desa Penglipuran dalam mempertahankan tradisi juga terlihat dari huniannya.

Sebagian besar pekarangan—sebutan untuk rumah—di desa ini dibangun dengan konsep tradisional. Hal ini tampak dari penggunaan bambu sebagai material utama bangunan.

Secara arsitektur, rumah warga di Desa Penglipuran pun tampak unik karena punya pola seragam. Keseragaman ini dilihat dari bentuk angkul-angkul, luas lahan bangunan, dan pembagian denah ruangan.

Setiap rumah di Desa Penglipuran memiliki kamar tidur, ruang tamu, dapur, balai-balai, lumbung, dan tempat sembahyang. Keseragaman tersebut membuat desa ini berbeda dengan desa adat lainnya yang ada di Bali.

Selain untuk tata ruang desa, konsep Tri Mandala juga diaplikasikan pada rumah penduduk dengan ketentuan hampir sama. Bagian utama hanya untuk tempat beribadah, tengah (kamar dan dapur) untuk beraktivitas sehari-hari, dan bagian luar digunakan sebagai tempat menjemur baju atau serta kandang ternak.

4. Dikelilingi hutan bambu seluas puluhan hektare

Sekitar 40 persen dari total luas Desa Penglipuran merupakan kawasan hutan bambu. Menurut kepercayaan setempat, hutan ini tidak tumbuh sendiri, tapi ditanam oleh nenek moyang.

Dengan kata lain, hutan bambu dianggap sebagai bagian dari sejarah Desa Penglipuran. Karena itu, masyarakat setempat melestarikan hutan tersebut.

Selain merawat peninggalan nenek moyang, pelestarian dilakukan demi menjaga keseimbangan antara manusia dan alam. Sebab, hutan tersebut juga berfungsi sebagai kawasan resapan air.

Ada sekitar 15 spesies bambu yang tumbuh di hutan bambu Desa Penglipuran. Bambu dari hutan ini pun merupakan salah satu bambu terbaik di Bali.

Penggunaan bambu dari hutan tersebut sebagian besar diutamakan untuk Laba Pura (memelihara bangunan pura), kemudian disusul untuk bangunan lain, seperti rumah.

5. Tradisi ritual keagamaan

Layaknya desa adat lain di Bali, Desa Penglipuran juga memiliki ritual keagamaan yang terus dijalankan hingga saat ini. Salah satunya, upacara Ngusaba yang biasa dilakukan untuk menyambut Hari Raya Nyepi.

Lewat upacara tersebut, masyarakat menghaturkan berbagai sesajen di pelataran pura. Persembahan ini merupakan bentuk rasa syukur atas hasil panen.

Selain itu, setiap 15 hari sekali, masyarakat Desa Penglipuran juga akan datang ke Pura Penataran untuk bersembahyang.

Ritual ini terus dilakukan karena sudah diajarkan oleh para tetua adat dan merupakan ajaran yang diwariskan oleh para leluhur.

Tradisi menarik lain yang bisa disaksikan di Desa Penglipuran adalah perayaan Hari Raya Galungan yang diperingati setiap 210 hari sekali.

Namun, perlu diingat, kamu harus mengikuti etiket yang berlaku saat menyaksikan upacara keagamaan tersebut untuk menghormati penduduk setempat. 

6. Sajian kuliner unik loloh cemcem dan tipat cantok

Selain pemandangan indah dan budaya sarat nilai luhur, Desa Penglipuran juga punya sajian unik yang wajib untuk dicoba, yaitu loloh cemcem dan tipat cantok.

Loloh cemcem merupakan minuman khas yang terbuat dari daun cemcem dengan khasiat melancarkan pencernaan.

Pembuatan minuman ini masih menggunakan metode tradisional sehingga tanpa bahan pengawet dan pemanis buatan.

Sementara, tipat cantok merupakan hidangan ketupat dengan sayuran rebus dan disajikan bersama bumbu kacang.

Selain punya kuliner menggoyang lidah, Desa Penglipuran juga memiliki beragam produk ekonomi kreatif (ekraf) dalam bentuk kriya. Contohnya, topeng bambu ukir, miniatur rumah tradisional Penglipuran, dan keben lukis.

Guna membuat pengalaman berbelanja lebih menarik, masyarakat setempat juga memberikan kesempatan bagi wisatawan untuk belajar membuat kerajinan tangan langsung dari para perajin di sana.

Sebagai informasi, produk ekraf asal Bali kini juga bisa dibeli secara daring melalui platform #BeliKreatifLokal milik Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Untuk belanja, silakan kunjungi laman ini.


Demi menyukseskan reaktivasi pariwisata di Bali, Menteri Pariwisata dan Ekonomi kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengimbau masyarakat agar terus disiplin menerapkan protokol kesehatan (prokes) 6M.

Adapun prokes 6M terdiri dari memakai masker, mencuci tangan dengan sabun di air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, mengurangi mobilitas, dan menghindari makan bersama.

Selain prokes 6M, Sandi juga menekankan pentingnya vaksin sebelum berwisata. Di samping melindungi diri dan orang terdekat dari Covid-19, vaksinasi juga menjadi syarat utama untuk bepergian di Indonesia.

Untuk meningkatkan rasa aman dan nyaman saat bepergian, pastikan juga destinasi yang akan dikunjungi sudah tersertifikasi CHSE.

Sertifikasi CHSE merupakan sertifikat yang dikeluarkan Kemenparekraf untuk industri pariwisata, seperti hotel, restoran, dan wahana rekreasi. Sertifikat ini menjadi tanda bahwa pelaku usaha mampu memberikan jaminan kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan kepada wisatawan.

Di Bali sendiri, jumlah tempat pariwisata yang sudah tersertifikasi CHSE sudah mencapai ribuan, termasuk Desa Penglipuran. Untuk mengetahui lokasi-lokasi bersertifikasi CHSE di Pulau Dewata, kamu bisa kunjungi laman ini.

Sandi berharap, reaktivasi pariwisata Bali dapat memulihkan sektor parekraf dan menggeliatkan perekonomian setempat yang sempat terkontraksi pada Juni 2021.

“Berdasarkan data yang kami dapat, kontraksi perekonomian di Bali berlanjut hingga kuartal II 2021. Angkanya tidak terlalu jauh dibandingkan dengan kuartal pertama. Malah, termasuk kategori yang cukup dalam,” ujarnya.

Guna memastikan upaya reaktivasi sektor pariwisata di Indonesia terus berjalan, Sandi melanjutkan, pihaknya juga menyiapkan program dukungan akomodasi bagi tenaga kesehatan (nakes) dan penunjang fasilitas kesehatan (faskes) penanganan Covid-19.

“Saat ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal (Dirjen) Anggaran Kemenkeu telah menyetujui anggaran untuk usulan program tersebut dengan nilai Rp 298 miliar dari yang sebelumnya diajukan Kemenparekraf Rp 300 miliar,” terangnya seperti diberitakan Kompas.com, Sabtu (4/9/2021).

Sebagai informasi, Kemenparekraf tengah menggelar program berhadiah Pesona Punya Kuis (PUKIS) dengan total hadiah senilai jutaan rupiah untuk 20 orang pemenang.

Adapun peserta yang ingin mengikuti kuis tersebut harus memenuhi persyaratan, yaitu mengikuti akun Instagram @pesonaid_travel, menjawab satu pertanyaan yang diberikan melalui akun Instagram tersebut, dan tag tiga orang teman.

https://travel.kompas.com/read/2021/10/22/155500927/mengintip-pesona-desa-penglipuran-di-bali-desa-terbersih-ketiga-di-dunia

Bagikan artikel ini melalui
Oke