Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mari Berwisata pada Hari Biasa

Oleh: Frangky Selamat

PANDEMI yang telah berlangsung lebih dari satu setengah tahun lamanya berhasil mengubah perilaku manusia.

Yang tidak biasa menjadi lazim. Yang biasa malah dihindari karena tidak sesuai dengan protokol kesehatan (prokes).

Dunia pariwisata yang terdampak keras merasakan itu. Semua pihak harus cepat beradaptasi.

Belakangan muncul kebiasaan baru yang awalnya adalah sebuah fenomena. Dianggap fenomena karena kebiasaan baru itu tidak biasa.

  • Pantai Ngurbloat di Desa Wisata Ngilngof Sepi Turis Asing Akibat Pandemi
  • Saatnya ke Piaynemo Raja Ampat, Biasanya Harus Antre Kini Sepi Turis

Namun pada akhirnya, kebiasaan baru itu menjadi biasa. Hal itu karena semua pihak mahfum adanya.

Kebiasaan baru itu adalah sejumlah orang yang beraktivitas liburan pada tengah hari biasa. Bukan pada hari libur.

Kenapa mereka berlibur di hari biasa? Pertama, kebijakan bekerja dari rumah, work from home, memberikan fleksibilitas waktu. Begitu lenturnya waktu hingga sulit membedakan antara hari kerja dengan hari libur.

Jam kerja seperti tidak terbatas. Tidak melulu "nine to five". Masuk jam sembilan pagi, pulang jam lima sore. Penanggalan seperti berwarna hitam semua. Tiada yang merah.

Kejenuhan menjalani hari mendorong orang "mencuri" waktu di tengah kesibukan kerja di rumah. Mengapa tidak bekerja di luar rumah, sambil berlibur. Pilihan ini menarik banyak orang.

Kedua, di tengah revenge tourism saat kondisi dirasa lebih aman, sejumlah destinasi wisata kebanjiran turis domestik.

Jalur menuju destinasi wisata macet parah. Berita mengenai padatnya jalur Bogor-Puncak-Cianjur pada akhir pekan menjadi berita biasa.

Demikian pula jalur tol Cipularang dipenuhi warga Jakarta yang hendak pelesiran di kota Bandung dan sekitarnya. Semua heboh.

Kondisi ini tentu tidak sejalan dengan tujuan orang berwisata yaitu menyegarkan pikiran. Berwisata semacam ini justru membuat stres di jalan dan melelahkan fisik. Pada hari biasa, kondisi ini semestinya tidak ditemukan.

Ketiga, promosi-promosi pada hari biasa yang ditawarkan sejumlah hotel dan destinasi ternyata cukup menarik karena dapat menghemat pengeluaran wisata.

Fleksibilitas waktu sambil menghemat pengeluaran menjadi daya tarik berwisata pada hari biasa.

Motivasi berwisata

Kebiasaan berlibur pada hari biasa jika ditinjau dari sisi motivasi berwisata sebetulnya bukan hal yang mengherankan.

Plog (2001) mengemukakan dua motivasi utama orang berwisata yaitu dari aspek psychocentrism dan allocentricism.

Psychocentrics yang disebut juga dependables adalah mereka yang dianggap suka gugup dan tidak suka bertualang sehingga lebih suka berwisata ke tempat-tempat yang sudah dikenal serta lebih memilih berkendara daripada melakukan perjalanan udara.

Adapun allocentrics atau venturers adalah mereka yang percaya diri dan berani bereksperimen dengan kehidupannya. Mereka mau mengunjungi destinasi yang tidak biasa dikunjungi turis pada umumnya.

Dalam kondisi sekarang, psychocentrics menjadi motivasi wisatawan domestik saat ini. Mengunjungi destinasi yang tidak jauh dari kediaman mereka dan memilih jalur darat.

Kondisi aman yang masih semu ini tidak menyurutkan orang untuk melakukan perjalanan.

Barangkali ini dirasa pilihan berwisata yang paling sesuai. Tidak mengherankan jika jalur-jalur wisata yang dekat dengan kota-kota besar diserbu turis domestik yang rindu berwisata.

Kembali ke kebiasaan lama

Namun sayangnya ketika pandemi mulai terkendali, sejumlah perusahaan mewajibkan karyawannya untuk kembali ke kantor.

Yang sempat pulang kampung dipaksa kembali ke kota. Back to office. Work from home perlahan ditanggalkan.

Sejumlah sekolah juga telah memulai proses tatap muka (PTM) terbatas. Walau tidak mewajibkan seluruh siswa untuk hadir, perlahan tetapi pasti kehidupan seperti akan normal kembali.

Banyak yang tak sabar untuk kembali menjalani hari seperti sebelum 16 Maret 2020, ketika pada hari itu untuk pertama kalinya Presiden Jokowi mengumumkan kebijakan beraktivitas di rumah.

Epidemiolog telah mewanti-wanti bahwa pandemi belum berakhir sehingga tidak perlu tergesa untuk beraktivitas seperti dulu lagi.

Berwisata pada hari biasa bisa menjadi pilihan sulit karena fleksibilitas waktu akan hilang.

Di tengah kewaspadaan pemerintah akan datangnya gelombang ketiga penyebaran Covid-19, tampaknya kebiasaan baru ini patut didorong.

Kebijakan WFH harus tetap dipertahankan bagi sejumlah perusahaan yang tidak mengalami penurunan produktivitas bahkan meningkat selama pandemi ini.

Bukankah ini kehidupan normal baru yang sesungguhnya?

Daripada membatasi warga untuk berwisata, dengan berbagai kebijakan yang sering kali mengejutkan, lebih baik mendorong masyarakat berwisata pada hari biasa.

Tanpa harus terjebak macet, tanpa perlu berkerumun yang tak jelas. Sambil berekreasi sembari terus bekerja produktif, menyongsong era baru wisata yang tak lagi sama.

Mari berwisata pada hari biasa tanpa harus menunggu liburan tiba.

Frangky Selamat
(Dosen tetap Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Tarumanagara)

https://travel.kompas.com/read/2021/11/02/211000527/mari-berwisata-pada-hari-biasa

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke