Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Lika-liku Desa Arborek di Raja Ampat Jadi Desa Wisata, Sempat Ditentang Warga

KOMPAS.com – Keindahan ekosistem bawah laut bukanlah satu-satunya yang ditawarkan Kabupaten Raja Ampat di Provinsi Papua Barat.

Salah satu spot untuk menikmatinya adalah Desa Wisata Arborek di Pulau Arborek, Distrik Meos Mansar.

Ketua Pokdarwis Arborek bernama Ronald Mambrasar mengatakan, desa wisata yang sudah terbentuk sejak 2008 melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Raja Ampat Nomor 104 Tahun 2008 ini menawarkan beragam pesona yang patut dilihat wisatawan.

“Yang terkenal di daerah itu ikonnya Arborek yakni ikan pari manta. Lalu anyaman para ibu-ibu, dan terumbu karang,” jelas dia ketika ditemui di Desa Wisata Arborek, Kabupaten Raja Ampat, Rabu (27/10/2021).

Ronald mengungkapkan, desa ini merupakan salah satu tujuan wisata yang paling diminati oleh wisatawan nusantara (wisnus) dan wisatawan mancanegara (wisman) sebelum pandemi Covid-19.

Meski demikian, dia mengaku bahwa perjalanan Desa Arborek menjadi desa wisata kesukaan para wisatawan bukanlah jalan lurus yang mulu melainkan penuh lika-liku dari warga setempat.

Perjalanan menjadi Desa Wisata Arborek

Desa Wisata Arborek terletak di sebuah pulau seluas 7,2 hektar. Pulau kecil ini dikelilingi hamparan laut lepas yang dipenuhi berbagai macam ikan.

Pulau Arborek merupakan rumah bagi 48 kepala keluarga dan 217 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 35 persen warganya merupakan nelayan sementara sisanya berkecimpung di dunia pariwisata dan ekonomi kreatif.

Ronald menceritakan bahwa sebelum Desa Arborek mulai bertransformasi menjadi desa wisata, sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai nelayan.

Saat masyarakat mulai sadar akan potensi wisata yang dimiliki, keinginan untuk menjadikan desa sebagai tujuan wisata pun muncul. Pada saat inilah pertentangan mulai muncul.

“Masyarakat sendiri karakternya, sebagiannya, adalah nelayan. Saya kerja di lembaga konservasi internasional. Ketika disosialisasikan sesuatu yang menyangkut dengan konservasi, mereka (masyarakat) bertentangan,” jelas dia.

Ronald melanjutkan, isu yang dipermasalahkan oleh warga Arborek pada saat itu bukanlah pada pengembangan desa menjadi desa wisata.

Namun, mereka mempersalahkan sebuah aturan dalam menjadikan desa sebagai desa wisata yang ramah lingkungan.

Aturan itu adalah larangan untuk memancing di sekitar desa, serta memancing ikan-ikan yang dilindungi pemerintah.

“Hiu itu di undang-undang dilarang (untuk memancing). Ketika kita sosialisasikan, awalnya ada tantangan,” ucap Ronald.

“Tapi, ketika melihat warga lain yang membangun homestay dan mendapat pemasukan, mereka (yang menentang) sadar (akan potensi pemasukan dari wisatawan) dan mengurangi kegiatan memancing (yang bertentangan dengan aturan),” imbuhnya.

Kini, imbuh Ronald, masyarakat Desa Arborek yang masih berprofesi sebagai nelayan tetap diizinkan memancing.

Namun, areanya sudah ditentukan dan letaknya jauh dari desa. Mereka juga sudah tidak menangkap ikan-ikan yang dilarang oleh pemerintah.

“Masyarakat punya kelebihan unik, mereka tanpa tertulis membuat aturan kalau dari depan dermaga sampai batas tertentu dilarang untuk memancing. Komitmen sendiri tanpa tulisan, ini secara inisiatif,” ujar dia.

Proses menjadi desa wisata sangat didukung warga

Terlepas dari pertentangan para warga yang awalnya kurang menyukai aturan soal memancing, Ronald mengatakan bahwa mereka mendukung pengembangan Desa Arborek menjadi desa wisata.

Sosialisasi seputar pengembangan Desa Wisata Arborek dilakukan secara bertahap dan melibatkan sejumlah pihak.

Mulai dari ketua adat, ketua desa, tokoh adat, tokoh agama, hingga pemerintah setempat turut andil dalam sosialisasi ini.

“Ketika mereka jalan bersama-sama, itu mempermudah kita maju (menjadi desa wisata). Tapi yang paling utama adalah andil dari para pemuda. Tulang punggungnya ada di pemuda,” pungkas Ronald.

Desa Wisata Arborek di Pulau Arborek dapat ditempuh dari Kota Waisai di Pulau Waigeo. Perjalanan menuju ke sana adalah sekitar 1 jam dengan kapal cepat.

Sementara untuk menuju Kota Waisai, wisatawan dapat menggunakan pesawat atau kapal dari Kota Sorong.

Jika naik pesawat, waktu tempuh dari Bandara Domine Eduard Osok di Sorong menuju Bandara Marinda di Waisai adalah sekitar 30 menit dengan pesawat perintis Cessna milik maskapai penerbangan Susi Air.

Sementara jika naik kapal, waktu tempuhnya berada pada kisaran 2 jam. Harga tiketnya sekitar Rp 100.000 untuk Kelas Ekonomi dan Rp 215.000 untuk Kelas VIP.

Informasi lebih rinci bisa langsung ditanya ke pihak penjual tiket di pelabuhan karena jadwalnya tidak menentu akibat pandemi.

https://travel.kompas.com/read/2021/11/09/101036327/lika-liku-desa-arborek-di-raja-ampat-jadi-desa-wisata-sempat-ditentang-warga

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke