Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Melepaskan Sektor Pariwisata dari Bayang-bayang Covid-19

Bagi Indonesia, dampak pandemi Covid-19 di sektor wisata sungguh dasyat. Jika ditotal, sepanjang tahun 2020 jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang masuk ke Indonesia hanya sekitar 4 juta orang. Bisa dibilang, angka tersebut sangat memprihatinkan, karena dari total tersebut hanya sekitar 25 persen dari jumlah wisatawan yang masuk ke Indonesia dibanding tahun 2019.

Kondisi tahun 2021 lebih buruk lagi. BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat, secara kumulatif atau dari Januari hingga September 2021, jumlah kunjungan wisman ke Indonesia hanya 1,1 juta orang. Bila dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya yang mencapai 3,59 juta, jumlah ini menurun 67 persen yoy (year on year).

Hingga akhir Desember kemarin, pencapaian jumlah kunjungan wisman dipastikan akan lebih kecil dari tahun 2020 yang 4 juta orang. Sebab, jumlah kunjungan per bulan relatif kecil.

Data dari Pusat Data dan Sistem Informasi Kemenparekraf/Baparekraf yang dirilis 11 Desember 2021 menunjukkan, jumlah kunjungan wisman ke Indonesia melalui seluruh pintu masuk selama Oktober 2021 berjumlah 151.032 kunjungan atau mengalami penurunan sebesar -0,83 persen dibandingkan Oktober 2020 yang berjumlah 152.293 kunjungan.

Langkah strategis Kemenparekraf/Baparekraf

Semenjak Covid-19 dideteksi di Indonesia pada awal Maret 2020, Kemenparekraf/Baparekraf telah mengambil langkah-langkah untuk meredakan guncangan terhadap sektor industri pariwisata. Kemenparekraf/Baparekraf diketahui telah mengambil tiga langkah strategis agar sektor pariwsata tidak terus berada di bawah bayang-bayang pandemi Covid-19.

Pertama, strategi pivoting. Strategi ini bertujuan untuk menyiasati occupancy rate yang menurun akibat pandemi Covid-19. Pivoting adalah mengubah strategi bisnis melalui berbagai inovasi seperti menghadirkan layanan atau produk baru, sekaligus memaksimalkan teknologi digital. Artinya, hotel didorong untuk berinovasi dalam memberikan layanan lain selain kamar menginap.

Selain itu, para pelaku industri perhotelan juga bisa memberikan layanan-layanan alternatif yang dibutuhkan oleh masyarakat. Seperti menyediakan catering atau bahkan kelas yoga berbayar sebagai salah satu fasilitas.

Kedua, strategi positioning yaitu mendorong industri perhotelan supaya memosisikan hotel bukannya sebagai tempat menginap saja. Namun menjadi tempat wisata dan bekerja yang nyaman: sebagai tempat staycation, dan work from hotel (WFH).

Selain memberikan promo dan paket khusus, pihak perhotelan pun sudah harus dilengkapi dengan sertifikat CHSE (Cleanliness, Healthy, Safety, and Environmental Sustainability) agar wisatawan yang datang menginap merasa lebih aman dan nyaman.

Ketiga, contactless experience. Seperti yang kita tahu, pandemi mengharuskan kita untuk menjaga jarak dan membatasi kontak langsung dengan orang lain. Oleh karena itu, hendaknya menyediakan jasa dengan contactless experience dengan memanfaatkan teknologi digital

Mulai dari akses booking online, menyediakan layanan menginap yang minim sentuhan, dan memulai menyediakan fasilitas grab and go bagi para pengunjung agar lebih nyaman. Selain itu, Kemenparekraf/Baparekraf juga melakukan berbagai upaya sambil bekerja sama dengan sektor lain dalam mengoptimalkan keberlangsungan industri perhotelan di Indonesia.

Mulai dari menggencarkan standarisasi protokol kesehatan dengan memberikan sertifikat CHSE, memberikan dana hibah pariwisata, memberikan pelatihan dan webinar, hingga melakukan vaksinasi bagi para pekerja perhotelan demi pemulihan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di Indonesia.

Salah satunya adalah meluncurkan program #BeliKreatifLokal. Realisasi program #BeliKreatifLokal sangat positif, dan membawa dampak signifikan bagi banyak pelaku ekonomi kreatif.

Program yang dijalankan sejak April 2020 ini telah berhasil menyerap 6.738 tenaga kerja, serta berhasil membangun kolaborasi dengan 6 e-commerce, dan dua jasa transportasi daring.

Selain itu, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, Kemenparekraf/Baparekraf pun terus fokus mengembangkan lima destinasi super prioritas di Indonesia, yaitu Borobudur, Likupang, Mandalika, Danau Toba, dan Labuan Bajo.

Sementaraa itu Kemenparekraf juga terus mendorong kemunculan desa-desa wisata, agar sektor pariwisata langsung berdampak pada kegiatan ekonomi di pedesaan. Saat ini, telah ada 1.838 desa wisata yang tersebar di seluruh Nusantara.

Langkah lain yang diambil Kemenparekraf/Baparekraf adalah bekerja sama dengan Kementerian/Lembaga lain termasuk dengan Satgas Covid-19, melakukan kegiatan vaksinasi secara masif dan luas di kalangan masyarakat yang bersentuhan langsung dengan sektor pariwisata.

Per 17 Desember 2021, diketahui lebih dari 105 juta orang sudah mendapatkan vaksinasi lengkap. Pemerintah pun optimistis dapat mencapai tingkat vaksinasi Covid-19 hingga 70 persen pada awal 2022.

Terakhir, untuk membantu menghentikan penyebaran varian baru virus SARS-Cov-2, B.1.1.529 atau “varian Omicron”, Pemerintah Indonesia telah menerapkan langkah-langkah tambahan bagi pelancong internasional yang ingin masuk ke Indonesia.

Warga negara asing yang pernah ke Angola, Botswana, Eswatini, Hong Kong, Lesotho, Malawi, Mozambik, Namibia, Afrika Selatan, Zambia, dan Zimbabwe dalam 14 hari sebelum perjalanan mereka ke Indonesia tidak diizinkan masuk ke Indonesia berdasarkan pembatasan baru.

Warga negara Indonesia yang pernah tinggal atau transit di negara-negara “varian Omicron” dapat masuk ke Indonesia dengan karantina wajib selama 14 hari. Untuk pelancong internasional lainnya harus melakukan karantina 10 hari yang berlaku segera pada 2 Desember 2021 hingga pemberitahuan lebih lanjut.

Belajar dari negara lain

Upaya melepaskan sektor pariwisata dari bayang-bayang Covid-19 memang tidak mudah. Beberapa negara lain telah memberikan dukungan keuangan, baik secara langsung atau melalui pinjaman lunak dan jaminan kepada industri pariwisata.

Thailand misalnya mengalokasikan 700 juta dollar AS untuk memacu pariwisata domestik, sementara Vanuatu menawarkan hibah kepada usaha kecil dan menengah. Sementara negara-negara lain di Asia berinisiatif membantu perusahaan di sektor ini supaya menyesuaikan model bisnis mereka dan melatih kembali staf.

Di Jamaika, pemerintah memberikan kelas sertifikasi pelatihan online gratis kepada 10.000 pekerja pariwisata untuk membantu meningkatkan keterampilan mereka. Selain itu, pemerintah Jamaika meluncurkan sebuah platform online yang memungkinkan pembeli di industri perhotelan untuk langsung membeli barang dari petani lokal.

Di Kosta Rika, misalnya, pemerintah memindahkan hari libur nasional untuk sementara ke hari Senin untuk meningkatkan pariwisata domestik dengan memperpanjang akhir pekan.

Barbados, negara kepulauan yang terletak di perbatasan Laut Karibia dan Samudra Atlantik memperkenalkan visa “Stempel Selamat Datang” izin tinggal satu tahun yang memungkinkan karyawan jarak jauh untuk tinggal dan bekerja dari negara tersebut.

Demikian pula, Fiji meluncurkan inisiatif ‘Jalur Biru’ yang memungkinkan kapal pesiar berlabuh di marinanya setelah memenuhi persyaratan karantina dan pengujian yang ketat.

Tentu saja solusi akan berbeda dari satu negara ke negara lain, dan kecepatan serta cakupan pemulihan tentu saja akan bergantung pada perkembangan global. Tapi ada kesempatan penting untuk dimanfaatkan. Di luar prioritas langsung untuk mengurangi dampak pandemi, Indonesia perlu merancang “kenormalan baru” untuk industri pariwisata.

Diversifikasi, beralih ke model pariwisata yang lebih berkelanjutan, dan berinvestasi dalam teknologi baru dapat membantu membentuk pemulihan. Salah satu langkah yang perlu diambil pemerintah Indonesia untuk melepaskan diri dari bayang-bayang pandemi Covid-19 adalah menggalakkan sinergi antara Parekraf dan UMKM.

Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menegah (UMKM), sektor parekraf dan UMKM sangat beririsan. Sekitar, 97 persen lapangan kerja di Indonesia ada di sektor UMKM, dan 70 persen dari pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif itu UMKM.

Kemenkop-UMKM misalnya, bisa menyediakan sarana dan prasarana bagi pelaku UMKM di subsektor kriya, fesyen, trasportasi, souvenir, kuliner dan yang lainnya. Penyelenggaraan event swasta dan pemerintah perlu berkolaborasi menyelenggarakan aneka event, baik event olahraga atau sport tourism, event musik, maupun event kesenian lainnya.

Setiap event diharapkan akan menggerakkan roda perekonomian. Sebab, jumlah pengunjung yang datang merupakan pasar yang besar bagi perhotelan dan restoran, transportasi, aneka produk industri, dan kuliner.

Sinergi juga dapat dikembangkan dengan Direktorat Perpajakan, Kementerian Keuangan supaya lebih menyederhanakan tax code, yang selama ini sulit dimengerti para pelaku UMKM, termasuk UMKM sektor pariwisata. Melalui sosialisasi yang terus menerus, sektor UMKM dapat semakin berkontribusi bagi penerimaan negara dari sektor pajak.

Tidak mustahil

Memang, tantangan yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19 tidak ringan. Namun, tantangan itu dapat diatasi apabila Kemenparekraf/Baparekraf konsisten menjalankan langkah-langkah strategis yang telah diambil.

Dan, sembari belajar dari pengalaman negara-negara lain, dan terus bersinergi dengan berbagai kementerian dan lembaga lainnya, maka bukan mustahil Kemenparekraf/Baparekraf akan semakin berenergi untuk melepaskan sektor pariwisata dari bayang-bayang pandemi Covid-19.

Bahkan, tak mustahil pula ia dapat membuat sektor pariswisata bangkit dan bertumbuh pesat lagi sebagaimana beberapa tahun lalu.

https://travel.kompas.com/read/2022/01/01/100000227/melepaskan-sektor-pariwisata-dari-bayang-bayang-covid-19

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke