Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Tradisi Patekoan di Glodok Jakarta, Berikan Teh secara Gratis

JAKARTA, KOMPAS.com - Puluhan tahun lalu, ada sebuah kebiasaan yang disebut sebagai tradisi Patekoan di Glodok, Jakarta Barat. Bentuknya adalah membagikan minuman teh gratis kepada siapapun yang kebetulan lewat.

Kompas.com mengetahui sejarah di balik tradisi unik ini saat mengikuti Lunar Festival Walking Tour yang diselenggarakan oleh Jakarta Good Guide, Minggu (30/1/2022).

"Orang-orang Tionghoa di Batavia khususnya, punya tradisi Patekoan. Ini bermula dari kebiasaan memberikan minuman gratis pada siapa saja yang lewat di depan kantor seorang Kapitan Tionghoa bernama Gan Djie," jelas tour guide Hans.

Ia menambahkan, Kapitan Gan Djie merupakan seorang saudagar sekaligus pejabat pemerintahan yang dermawan pada tahun 1920-an.

Pada saat itu, istrinya, yang merupakan orang Bali, mempunyai inisiatif untuk memberikan minuman gratis kepada orang-orang yang lewat karena kelelahan atau numpang berteduh di depan tempat mereka.

"Saat zaman Belanda, teh ini bisa diminum siapa saja. Dari mulai buruh, pekerja kasar, masyarakat, bahkan orang Belanda. Soalnya dulu cari warung atau beli minum itu susah,” lanjut Hans.

  • Gereja Santa Maria de Fatima di Glodok, Bangunan Gereja Mirip Klenteng
  • Unik, 5 Masjid dengan Arsitektur Tionghoa di Indonesia

Minuman yang disediakan berupa teh di dalam beberapa teko, yang jumlahnya delapan buah.

Ini merupakan alasan di balik penyebutan tradisi Patekoan. Kata "pat" dalam bahasa Mandarin artinya delapan, sementara "tekoan" itu berarti teko.

Lantas, mengapa minuman yang diberikan berupa teh?

"Jadi dulu Kapitan Gan Djie ingin membantu orang-orang terutama pekerja dan buruh, daripada ke sungai minum air kotor kan bisa diare. Sementara teh itu anggapannya minuman herbal yang baik bagi tubuh," paparnya. 

Saat menjelaskan sejarah tradisi ini, para peserta tur berhenti di depan beberapa bangunan khas China. Salah satunya bangunan toko obat Lay An Tong di Jalan Perniagaan, Jakarta Barat. 

Menurut Hans, posisi rumah atau kantor Kapitan Gan Djie berada di sekitar area ini.

"Ada di Jalan Perniagaan, katanya posisinya di sekitaran toko obat Lay An Tong. Tapi belum tahu pasti yang mana persisnya," lanjut dia.

Hal ini karena beberapa bangunan khas China asli dengan langgamnya juga sudah mulai memudar. Padahal, dulu tempat ini menjadi area pertokoan warga China yang banyak berdagang atau berniaga.

Tak jauh dari Pasar Raya Glodok, berdiri kedai teh kecil yang masih melanjutkan tradisi ini, yaitu Pantjoran Tea House.

Berlokasi di Jalan Pancoran Nomor 4, Pinangsia, Tamansari, Jakarta Barat, kedai Pantjoran Tea House juga menyediakan delapan teko berisi teh hijau penuh dari pukul 08.00 WIB – 19.00 WIB.

Semua orang dari berbagai kalangan bisa menikmati seduhan teh tersebut secara gratis, mengutip Kompas.com, Senin (20/1/2020).

https://travel.kompas.com/read/2022/02/02/070700627/sejarah-tradisi-patekoan-di-glodok-jakarta-berikan-teh-secara-gratis

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke