Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Reog Ponorogo Diusulkan Jadi Warisan Budaya Tak Benda UNESCO

KOMPAS.com - Kesenian Reog Ponorogo tengah diusulkan untuk menjadi warisan budaya tak benda (WBtB) atau intangible culture heritage (ICH) kepada Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB atau UNESCO.

Usulan tersebut disampaikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kepada UNESCO dalam lokakarya pengusulan ICH UNESCO pada 15-16 Februari 2022 di Jakarta.

“Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mengusulkan Reog Ponorogo sebagai nominasi tunggal ke UNESCO, masuk warisan budaya tak benda. Untuk itu, kami akan support Reog Ponorogo,” kata Gubernur Jawa Timur Khofifah Indarparawansa dikutip dari Kompas.com, Minggu (27/2/2022).

Bahkan, Reog Ponorogo masuk dalam kategori nominasi tunggal bersama tempe dan budaya sehat jamu.

Kesenian asal Jawa Timur tersebut masuk nominasi tunggal, lantaran seni Reog hanya ada di Ponorogo. Meskipun pertunjukkan Reog diadakan di berbagai kota, tetap disebut Reog Ponorogo.

“Kalau ada Reog ditampilkan di Palu, maka tetap disebut Reog Ponorogo, bukan Reog Palu. Itulah yang menjadikan mengapa Reog Ponorogo diberikan nama nominasi tunggal,” jelas Khofifah.

Ia mengaku optimistis Reog Ponorogo bisa menyabet predikat warisan budaya tak benda dari UNESCO. Menurutnya, sejumlah pekerjaan rumah terkait dengan penilaian Reog Ponorogo oleh UNESCO sudah diselesaikan.

Misalnya, penjelasan bahwa bulu merak pada Reog Ponorogo tidak diambil atau dicabut langsung dari burung merak. Namun, bulu tersebut didapatkan setelah lepas sendiri dari badan burung merak.

Sementara, kulit harimau yang digunakan pada Reog Ponorogo saat ini menggunakan kulit kambing yang kemudian dibentuk menyerupai kulit harimau.

“Dulu persoalanya lantaran bulu merak yang dipakai dalam aksesoris Reog. Kemudian bupati dapat menjelaskan kepada UNESCO,” kata Khofifah.


Asal usul Reog Ponorogo

Reog atau Reyog berasal dari kata riyokun yang berarti husnul khotimah. Kesenian khas Jawa Timur ini memiliki sejarah dalam beberapa versi.

Mengutip Kompas.com, Jumat (5/3/2021), versi pertama adalah cerita seperti yang tertulis dalam Babad Ponorogo I-VIII (1984) karangan Purwowijoyo.

Diceritakan Raja Bantarangin bernama Kelana Sewandana ingin melamar putri Raja Kediri bernama Dewi Sanggalangit.

Namun, salah satu syaratnya adalah Kelana harus mengalahkan Singa Barong yang berada di Alas Roban. Untuk mengalihkan perhatian Singa Barong, maka Kelana membanting sumping telinganya dan berubah menjadi dua burung merak yang indah.

Ketika Singa Barong terpesona dengan burung merak, Kelana kemudian mencambukkan Pecut Saman dan berhasil mengalahkan Singa Barong.

Cerita kedua merupakan legenda Ki Ageng Kutu yang merupakan abdi Prabu Brawijaya V. Ki Ageng Kutu meninggalkan Kerajaan Majapahit kemudian mendirikan padepokan Surukubeng yang mengajarkan ilmu kanuragan dengan permainan barongan.

Sayangnya, Prabu Brawijaya V justru menganggap Ki Ageng Kutu berkhianat serta tidak mau lagi mengikuti titahnya.

Kemudian, Prabu Brawijaya V mengutus Raden Katong untuk menyerang padepokan itu dan berakhir dengan kekalahan Ki Ageng Kutu. Sebagai imbalan, Raja Brawijaya V memberikan Raden Katong tanah di daerah Wengker.


Tarian Reog Ponorogo

Pertunjukkan Reog Ponorogo biasanya ditampilan pada hari jadi Kabupaten Ponorogo, hari besar nasional, penyambutan tamu-tamu negara, acara malam satu Suro, dan malam bulan purnama.

Berdasarkan buku Reog Ponorogo (2015) karya Herry Lisbijanto, jumlah pemain tari Reog Ponorogo sebanyak 17 orang.

Mereka meliputi, Singa Barong (satu-dua orang), Pujangga Anom atau Bujang Ganong (satu-dua orang), Raja Kelana Sewandana (satu orang), kelompok pemain jathilan (enam orang), dan Warok (tujuh orang).

Pemain Singa Barong merupakan pemain utama dalam pertunjukkan ini. Sang penati menggunakan topeng kepala singa dipadukan dengan dadak merak.

Dadak merak merupakan hiasan bulu merak berukuran besar, terbuat dari bulu merak yang disusun pada lembaran bambu atau rotan. Dadak merak ini memiliki berat mencapai 30-50 kilogram (kg) dan hanya dikendalikan dengan kekuatan gigi atau rahang dari penarinya.

Sementara, pemain Pujangga Anom juga memakai topeng seukuran kepala manusia, sehingga tidak sebesar Singa Barong. Pemain Pujangga Anom umumnya memakai baju merah serta menari dengan lincah.

Biasanya, Pujangga Anom ikut mengiringi penari Raja Kelana Sewandana. Pemain Raja Kelana Sewandana menari dengan lincah yang menggambarkan sang raja tengah kasmaran kepada Dewi Sanggalangit

Reog Ponorogo juga diiringi oleh penari jathilan. Mereka menari dengan lincah dengan membawa properti jaranan atau kuda lumping yang terbuat dari anyaman bambu.

Penari pendamping lainnya adalah warok. Umumnya, mereka menggunakan topeng dengan janggut panjang, berbaju hitam, dan membawa cemeti atau cambuk.

https://travel.kompas.com/read/2022/03/01/123100327/reog-ponorogo-diusulkan-jadi-warisan-budaya-tak-benda-unesco

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke