Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Malamang, Tradisi Minangkabau untuk Kebersamaan Jelang Ramadhan

KOMPAS.com - Indonesia kaya akan tradisi menjelang bulan Ramadhan. Banyak daerah di Nusantara memiliki tradisi unik menyambut bulan suci.

Salah satunya adalah malamang di Sumatera Barat. Hingga saat ini, masyarakat setempat tetap melestarikan tradisi turun temurun tersebut.

  • Mengenal Dugderan, Tradisi Sambut Ramadhan di Kota Semarang
  • 12 Tradisi Jelang Ramadhan di Indonesia, Padusan sampai Nyadran

Apa itu malamang?

Mengutip Portal Resmi Provinsi Sumatera Barat, (24/06/2016), malamang adalah tradisi turun temurun Minangkabau. Malamang dilakukan dengan memasak lamang, makanan tradisional Minangkabau.

Tradisi malamang biasanya dilaksanakan menjelang Ramadhan, serta hari-hari besar umat Islam lainnya seperti kelahiran Nabi Muhammad SAW, peringatan Isra Miraj, dan lainnya. Masyarakat Minang juga menggelar malamang pada peringatan meninggal dunia warga.

Tradisi turun temurun ini dapat ditemukan di seluruh Nagari di Sumatera Barat, antara lain Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Padang, Padang Pariaman, serta daerah lainnya.

Lantas, apa itu lamang? Berdasarkan informasi dari Tribun Travel, (25/02/2021), lamang merupakan kuliner tradisional masyarakat Minang. Kudapan ini selalu diburu untuk berbuka puasa.

Bahan utama lamang adalah beras ketan yang dicampur dengan air santan. Selanjutnya, campuran beras ketan dan air santan tersebut dimasukkan ke dalam bambu yang telah dilapisi daun pisang.

Setiap daerah di Sumatera Barat memiliki ciri khas dalam menyajikan lamang. Namun, saat Ramadhan lamang biasanya disajikan bersama tapai.

Tapai merupakan makanan hasil fermentasi beras ketan hitam dengan ragi. Sajian lamang khas Sumatera Barat ini disebut lamang tapai.

Tidak hanya dengan tapai, lamang juga bisa disajikan dengan makanan pendamping lainnya bercita rasa manis atau gurih.

Untuk lamang manis biasanya diberi tambahan seperti seperti selai, cairan gula merah (kinca), durian, dan sarikaya. Sedangkan, lamang gurih biasanya disajikan bersama rendang, telur, atau makanan pendamping lainnya.

Campuran beras ketan dan santan yang telah dimasukkan ke dalam bambu tersebut dibakar di atas bara api. Proses pembakaran lamang ini menggunakan kayu bakar sehingga masih tradisional.

Proses memasak ini membutuhkan waktu kurang lebih dua jam. Warga Minang biasanya memasak lamang pada dua atau tiga hari menjelang Ramadhan, dan menjelang Lebaran.

Memupuk rasa kebersamaan

Malamang bukan hanya kegiatan masak memasak semata. Lebih dari itu, ada nilai kebersamaan di dalam proses malamang ini.

Yusuf&Toet dalam bukunya Indonesia Punya Cerita (2012), menuliskan bahwa tradisi malamang memupuk rasa kebersamaan antar warga.

Sebab, tradisi Minangkabau tidak mungkin dikerjakan oleh satu orang saja dari mulai mempersiapkan bahan hingga lamang siap makan. Karenanya, butuh beberapa orang dalam tradisi malamang yang bekerja sama.

Ada warga yang bertugas mencari bambu sebagai tempat adonan ketan, mencari kayu bakar, mempersiapkan bahan masak seperti ketan, daun pisang, santan, dan lainnya.

Selain itu, ada warga yang bertugas mempersiapkan adonan sekaligus memasukkan adonan ketan ke dalam bambu.

Dengan kerja sama di antara beberapa orang, maka malamang akan terasa mudah dan menyenangkan.

“Di sini lah hikmah dari tradisi Malamang. Malamang dapat memupuk rasa kerja sama dan kebersamaan sesama anggota masyarakat, khususnya masyarakat di Minangkabau,” tulis Yusuf & Toet, seperti dikutip Kompas.com, Minggu (27/03/2022).

https://travel.kompas.com/read/2022/03/27/143059427/malamang-tradisi-minangkabau-untuk-kebersamaan-jelang-ramadhan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke