Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

10 Masjid Unik di Jakarta, Ada yang Mirip Taj Mahal dan Kelenteng

KOMPAS.com - Selain sebagai tempat ibadah umat Islam, masjid juga bisa dijadikan tempat wisata religi.

Beberapa masjid di Indonesia memiliki nilai sejarah dan desain bangunan yang unik.

Muslim di Jakarta bisa mengunjungi sejumlah masjid dengan arsitektur unik. Selain beribadah, mereka juga bisa mengetahui nilai sejarah dari bangunannya.

Tak lengkap rasanya jika berkunjung ke Jakarta tanpa menyambangi Masjid Istiqlal. Tempat ibadah di Jakarta Pusat ini merupakan salah satu situs cagar budaya yang terdaftar di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Masjid Istiqlal juga menjadi saksi sejarah perkembangan Ibu kota. Menariknya, arsitekt Masjid Istiqlal ternyata Friedrich Silaban yang beragama Kristen Protestan, seperti dikutip dari Kompas.com, Senin (22/02/2021).

Friedrich memasukkan banyak simbol yang berkaitan dengan Islam dan kemerdekaan Indonesia di desain masjid terbesar di Asia Tenggara ini.

Kubah masjid, misalnya, berdiameter 45 meter yang melambangkan tahun kemerdekaan Indonesia, yakni 1945. Selain itu, ada ayat kursi yang melingkari kubah tersebut.

Masjid Istiqlal ditopang 12 tiang, sesuai tanggal kelahiran Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada 12 Rabiul Awal 1961. Lalu, total ada lima lantai di Masjid Istiqlal yang melambangkan lima rukun Islam, jumlah salat wajib dalam sehari, dan jumlah sila dalam Pancasila.

Kemudian, terdapat menara setinggi 6.666 sentimeter di bagian luar masjid. Angka itu merupakan keseluruhan jumlah ayat dalam Al-Qur'an.

Alamat Masjid Istiqlal di Jalan Taman Wijaya Kusuma, Pasar Baru, Kecamatan Sawah Besar, Kota Jakarta Pusat, berdekatan dengan Gereja Katedral. 

Desain bangunan Masjid Ramlie Musofa menyerupai Taj Mahal di India, seperti dikutip dari Tribun News, Minggu (25/4/2021). Lokasinya berada di Jalan Danau Sunter Raya, Sunter Agung, Jakarta Utara tepatnya di seberang Waduk Sunter

Pendirinya adalah Haji Ramli Rasidin yang merupakan seorang mualaf. Bangunan masjid terinspirasi dari Taj Mahal karena sang pendiri ingin masjid ini juga menjadi lambang cinta umat Islam kepada Allah SWT, agama, dan keluarga.

Nama masjid Ramlie Musofa diambil dari singkatan nama sang pemilik yakni Ramli, istrinya Lie, dan anak-anaknya, yaitu Muhammad, Sofian, dan Fabian.

Masjid ini diresmikan pada tahun 2016. Bangunan masjid tinggi menjulang dengan sebagian besar berwarna putih.

Terdapat kubah di bagian atas masjid bertuliskan Masjid Ramlie Musofa. Menariknya, tulisan nama masjid terdiri dari dua bahasa, yakni Indonesia dan Mandarin dengan warna emas.

Masjid Babah Alun erat kaitannya dengan sang pendiri, yakni Jusuf Hamka, atau akrab disapa Babah Alun, seperti dikutip dari Kompas.com, Rabu (28/7/2021).

Jusuf Hamka merupakan seorang mualaf yang memiliki nama asli Joseph Alun. Ia berprofesi sebagai pengusaha ini mempunyai cita-cita ingin membangun 1.000 Masjid Babah Alun.

Setiap arsitektur masjid yang dibangun oleh pria keturunan Tionghoa ini merupakan bentuk akulturasi budaya China, Islam, dan Betawi.

Budaya Tionghoa tercermin dari warna merah dan emas bangunan masjid, lalu desain kubah, tiang penyangga masjid, serta pintu lengkung menyerupai gerbang di Kuil Shaolin (Kong Liong).

Selanjutnya, sentuhan Islam terlihat di atap dan kubah yang berwarna hijau, serta tulisan Arab. Adapun budaya Betawi terlihat di pagar yang mengitari lantai atas masjid.

Salah satu lokasi Masjid Babah Alun adalah di pinggiran Tol Depok-Antasari (Desari).

Sebelum menjadi tempat ibadah bagi umat Islam, bangunan Masjid Cut Meutia adalah gedung milik pemerintahan kolonial Belanda, seperti dikutip dari Kompas.com, Senin (20/7/2015).

Pada masa kolonial, bangunan masjid pernah menjadi kantor perusahaan pengembang milik Belanda, kantor pos milik Belanda, kantor Jawatan Kereta Api Belanda, dan Kantor Angkatan Laut Jepang.

Setelah masa kemerdekaan Indonesia, masjid yang bisa menampung sekitar 3.000 jemaah ini pernah menjadi kantor urusan perumahan, kantor urusan agama, hingga Sekretariat Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).

Barulah, pada masa pemerintahan Gubernur Ali Sadikin, gedung itu dihibahkan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sebelum resmi dijadikan masjid, gedung ini hampir diruntuhkan karena dianggap tidak berfungsi.

Namun, atas usulan Jenderal AH Nasution, gedung ini tidak jadi dirobohkan, tetapi dijadikan tempat ibadah bagi semua pemeluk agama. Karena umat Islam banyak yang beribadah di tempat ini, maka gedung tersebut diusulkan sebagai masjid.

Desain bangunan asli Belanda masih tetap dipertahankan hingga saat ini. Nama Cut Meutia diambil dari nama jalan tempat masjid itu berdiri, yakni Jalan Cut Mutiah, Menteng, Jakarta Pusat.

Masjid At-Tin berada di kawasan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur. Keunikan dari bangunan masjid ini adalah arstitektur khas Turki, seperti dilaporkan oleh Kompas.com, Sabtu (17/4/2021).

Tiang-tiang menjulang menopang bangunan utama masjid. Ornamen-ornamen geometris mengelilingi dinding, sekaligus semakin mempertegas kemegahan masjid.

Masjid At-Tin dibangun di tanah seluas 70.000 meter persegi dan diresmikan pada 26 Desember 1999.

Pembangunan Masjid At-Tin digagas oleh keluarga Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto. Saat itu, istri Soeharto, Raden Ayu Siti Hartinah alias Tien Soeharto, mempunyai keinginan mendirikan sebuah masjid.

Setelah Ibu Tien wafat, anak-anaknya merealisasikan impian ibunya tersebut. Masjid At-Tin mampu menampung hingga 25.850 jamaah.

Selain berfungsi sebagai tempat ibadah, Masjid Raya JIC menjadi Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta.

Berdasarkan informasi dari Kompas.com, Jumat (7/5/2021), lokasi tersebut memiliki cerita tersendiri.

Puluhan tahun lalu, kawasan tersebut merupakan lokalisasi Kramat Tunggak yang disebut sebagai prostitusi terbesar di Asia Tenggara pada era 1970-1999. Namun, Kramat Tunggak secara resmi ditutup Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 31 Desember 1999.

Selanjutnya, Gubernur DKI kala itu, Sutiyoso, mengumukakan ide pendirian Jakarta Islamic Centre, yang didiskusikan bersama berbagai elemen masyarakat pada 2001.

Masjid Raya JIC mempunyai atap berwarna hijau. Dalam pembangunannya, pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan studi komparasi ke Islamic Centre di Mesir, Iran, Inggris, dan Perancis.

Masjid ini berlokasi di Jalan Kramat Jaya Raya Nomor 1, Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. 

7. Masjid Agung Al Azhar

Masjid ini mempunyai nilai sejarah karena didirikan atas usaha empat belas tokoh Partai Masyumi.

Dilansir dari laman Dunia Masjid, dulunya masjid ini bernama Masjid Agung Kebayoran.

Perubahan nama terjadi pada era 1960-an saat Rektor Universitas Al Azhar Kairo Mesir, Prof. Dr. Mahmut Shaltut berkunjung ke masjid. Ia disebut terkesan dengan kemegahan bangunannya.

Masjid tersebut dikukuhkan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta sebagai salah satu dari 18 situs tapak sejarah perkembangan Kota Jakarta. Tak hanya itu, pada tanggai 19 Agustus 1993, masjid ini dijadikan cagar budaya nasional.

Secara keseluruhan, bangunan masjid terdiri dari dua lantai. Lantai bawah adalah ruang serbaguna yang dapat dijadikan sebagai tempat pertemuan atau resepsi pernikahan, kemudian lantai dua digunakan sebagai ruangan utama. 

Seluruh bangunan masjid berwarna putih yang menyimbolkan kesucian.

Masjid ini berada di Jalan Sisingamangaraja Nomor 1, RT.2/RW.1, Selong, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Masjid Raya KH Hasyim Asyari diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 15 April 2017. Bangunan tempat ibadah umat Islam ini memiliki gaya asitektur yang menarik.

Dilansir dari Kompas.com, Senin (19/4/2021), masjid yang terletak di Semanan, Kalideres, Jakarta Barat, ini kental akan sentuhan budaya Betawi.

Bangunan masjid menyerupai desain rumah bapang khas Betawi dengan atap bangunan berbentuk segitiga.

Nuansa Betawi semakin kuat dengan adanya ornamen gigi balang dan pagar langkan. Di sisi lain, ada lima menara yang melambangkan Rukun Islam.

Bangunan Masjid Raya KH Hasyim Asyari berdiri di atas tanah seluas 2,4 hektare.

9. Masjid Al-Munada Darussalam Baiturrahman

Masjid Al-Munada Darussalam Baiturrahman terletak di Jalan Casablanca, Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan. Masjid ini dikenal masyarakat sebagai Masjid Perahu.

Bukan tanpa sebab, dilansir Tribun News, Senin (13/6/2016), sebutan itu melekat karena terdapat bangunan menyerupai perahu tepat di samping Masjid Al-Munada Darussalam Baiturrahman. Bangunan itu difungsikan sebagai toilet dan tempat wudhu.

Masjid Al-Munada Darussalam Baiturrahman didirikan oleh KH Abdurrahman Massum sekitar awal tahun 1960. Hal menarik lainnya, perpustakaan masjid ini menyimpan Al-Qur'an raksasa berukuran dua meter kali satu setengah meter yang dikelilingi lebih dari 15 batu giok.

Masjid unik ini tersembunyi di belakang dua menara Apartemen Casablanca.

Masjid yang menarik untuk dikunjungi selanjutnya yaitu Masjid Lautze. Bangunan tempat ibadah umat Islam ini berupa ruko empat lantai di kompleks ruko di  Jalan Lautze, Pasar Baru, Sawah Besar, Jakarta Pusat.

Berdasarkan informasi dari Kompas.com, Rabu (22/1/2020), Masjid Lautze didirikan oleh Yayasan Haji Karim Oei milik tokoh nasional keturunan Tionghoa pada tahun 1991. Bangunan masjid memiliki gaya arsitektur khas Tioghoa, sekilas mirip sebuah kelenteng.

Cat merah, kuning, dan hijau mendominasi bagunan Masjid Lautze.

Adapun empat lantai yang ada di masjid tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda. Lantai satu merupakan tempat ibadah khusus perempuan, lantai dua sebagai tempat ibadah khusus pria, lantai tiga sebagai aula pertemuan, dan lantai empat merupakan kantor pengurus masjid.

https://travel.kompas.com/read/2022/04/01/180500027/10-masjid-unik-di-jakarta-ada-yang-mirip-taj-mahal-dan-kelenteng

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke