Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Idul Fitri di Thailand hingga Skotlandia, Sulit Cari Menu Khas Lebaran

JAKARTA, KOMPAS.com - Banyak perbedaan dirasakan Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di luar negeri, terutama ketika menjalani Ramadhan dan Idul Fitri.

Sajian menu khas lebaran menjadi salah satu hal yang rindukan dari lebaran di tanah air.

Muhammad Dhiya Ulhaq, misalnya, pelajar S2 yang tengah menempuh pendidikan di University of Glasgow.

Pada Hari Raya Idul Fitri, tak semua menu lebaran dapat disajikan. Rendang, misalnya, menjadi menu yang "mahal".

Apalagi, rendang perlu dimasak selama berjam-jam, sedangkan harga gas di sana naik 75 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

"Bahan untuk memasak itu tidak murah. Satu batang serai harus Rp 30.000-an, jadi (pakai) bumbu dan rempah harus dipikir. Kalau bikin rendang kan ada berapa belas bumbu dan rempah, santan juga. Dimasak berjam-jam dengan api kecil."

"Di sini gas naik 75 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Jadi masak rendang berjam-jam bukan hanya bumbunya, serainya saja Rp 30.000, kelapa parut mahal banget," ucap Ulhaq dalam live streaming di YouTube Kompas.com, Selasa (03/05/2022).

Namun, untuk mengobati kerinduan, Ulhaq bersama rekan-rekan komunitas muslim menyajikan menu khas lebaran lainnya, yakni sambal goreng kentang dan opor ayam.

"Ayam opor kan pakai santan, santan kan kari, orang-orang India, Pakistan, Bangladesh, Timur Tengah (mayoritas muslim di Glasgow) kan juga makan kari-karian. Jadi harga lumayan murah," ujarnya.

Ketupat menjadi menu khas lebaran lainnya yang tak pernah absen disajikan, ketika kita menjalani Idul Fitri di tanah air.

Namun, bagi WNI yang tinggal di luar negeri, ketupat adalah makanan yang terasa langka. Bahkan, ketika hendak membuatnya sendiri.

Tezar Aditya Rahman, mahasiswa S2 Jurnalistik di Selcuk University, Konya, Turki mengatakan, daun kelapa untuk membuat ketupat sangat sulit ditemukan. Sehingga, ia dan rekan-rekannya kerap mencari alternatif.

"Gimana caranya kami bikin alternatifnya, bikin ketupat tanpa harus ada daun kelapa. Jadi pakai daun plastik atau kalau ada yang pulang ke Indonesia titip daun kelapa, daun pisang. Jadi diakalin agar kerinduan terobati," ucapnya.

Sementara Yulia Fatimah, WNI yang tengah bekerja di Australia, mengatakan ia dan teman-temannya membuat menu khas lebaran sendiri.

Hanya saja, bahan-bahan yang digunakan menyesuaikan ketersediaan di sana.

Untuk membuat ketupat, misalnya, ia membeli ketupat instan di toko bahan makanan Indonesia.

"Sehari sebelum lebaran kami ke toko Indonesia. Di sana kan ada ketupat instan yang direbus doang. Di sana beli, bikin sendiri ala kadarnya," kata Yulia.

Sementara itu, Dzerlina Syanaiscara yang tinggal di Songkhla, Thailand merasakan tinggal di daerah dengan mayoritas muslim.

Bahkan, cukup terasa, apalagi Pemerintah Thailand memberikan libur resmi untuk lima provinsi di selatan, termasuk Songkhla.

"Di Songkhla istimewanya, kita kan tahunya Thailand mostly Buddhist. Jadi, ada 10 persen warga Thailand itu muslim dan 90 persennya di selatan, termasuk di area Songkhla."

"Jadi banyak pemukiman muslim di sini, banyak makanan halal," ucapnya.

Kendati demikian, ia dan teman-teman WNI malah kesulitan mencari makanan karena banyak penjual yang pulang ke kampung halaman saat Hari Raya Idul Fitri.

Sehingga, suasana sekitar pun menjadi sepi.

"Lebaran gini penjualnya juga pada mudik jadi kami juga pusing cari makanannya gimana. Makanan Thailand banyak, tapi kalau mau khas lebaran, rendang gitu enggak ada. Masak rendang sendiri," kata Dzerlina.

https://travel.kompas.com/read/2022/05/04/170400427/idul-fitri-di-thailand-hingga-skotlandia-sulit-cari-menu-khas-lebaran

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke