Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

6 Unsur Kehidupan Orang Batak dalam Film "Ngeri Ngeri Sedap"

KOMPAS.com - Film "Ngeri Ngeri Sedap" berhasil mencuri perhatian para penggemar film Tanah Air, khususnya kalangan masyarakat Batak.

Hal itu lantaran "Ngeri Ngeri Sedap kental dan kaya akan nuansa keseharian orang Batak dalam setiap adegannya.

Sebagai informasi, film ini bercerita tentang kehidupan satu keluarga Batak yang tinggal di pinggiran Danau Toba, Sumatera Utara.

Keluarga itu terdiri dari Pak Domu (Arswendy Beningswara), Mak Domu (Tika Panggabean, Domu (Boris Bokir), Sarma (Gita Butar-butar), Gabe (Lolox) dan Sahat (Indra Jegel).

Berawal dari kerinduan Mak Domu terhadap ketiga anak laki-lakinya yang merantau ke Pulau Jawa, perlahan justru membawa konflik keluarga yang lama terpendam, muncul ke permukaan.

Menariknya, adegan-adegan pun cukup detail menggambarkan keseharian sekaligus masalah yang kerap dihadapi anak suku Batak.

Unsur kehidupan masyarakat Batak di film "Ngeri Ngeri Sedap"

Berdasarkan pantauan Kompas.com saat menonton film ini, Kamis (2/6/2022), berikut sejumlah unsur kehidupan masyarakat Batak yang bisa kamu temukan dalam "Ngeri Ngeri Sedap".

1. Pesta adat Sulang-sulang Pahompu

Acara ini diselenggarakan oleh ompung boru, atau ibu dari Pak Domu untuk merayakan pesta adat pernikahan sang ompung yang dulunya sempat tertunda.

Sebagai informasi, masyarakat Batak Toba sangat menjunjung tinggi adat istiadat dalam tradisi pernikahan. Namun karena biaya adat yang sangat besar, tidak semua pasangan mampu menyelenggarakannya.

Adat yang belum terlaksana pun dianggap sebagai "utang adat" yang harus dilunasi jika kondisi keuangan sudah membaik, seperti yang dilakukan oleh keluarga Pak Domu.

Dalam film "Ngeri Ngeri Sedap", upacara sulang-sulang pahompu seolah menunjukkan keharmonisan. Bahkan, Pak Domu memberikan nominal uang paling besar untuk menyelenggarakan pesta adat ini.

2. Menikah harus sesama suku Batak

Tidak sedikit orangtua suku Batak yang mengharuskan anaknya menikah dengan perempuan atau lelaki satu suku.

Hal ini menjadi salah satu konflik yang dialami Domu, sebagai anak laki-laki tertua di keluarganya.

Domu yang memiliki calon istri dari suku Sunda, ditentang keras oleh bapaknya untuk menikah.

Begitu pula dengan Sarma (adik perempuan Domu). Ia harus putus dengan kekasihnya yang berasal dari suku Jawa.

3. Main gitar di lapo

Lapo atau kedai, kerap dijadikan sebagai tempat berkumpul bersama teman-teman oleh orang dewasa suku Batak. Sembari minum kopi dan tuak, mereka menyantap kudapan ringan seperti kacang rebus.

Biasanya, kumpul-kumpul di lapo akan diiringi petikan gitar dan nyanyian lagu-lagu Batak untuk melepas penat usai seharian bekerja.

Hal ini digambarkan oleh beberapa adegan saat Pak Domu dan bapak-bapak Batak lainnya bernyanyi hingga tengah malam di lapo sambil bercanda gurau.

Lucunya lagi, penggambaran yang detail tampak pada adegan Mak Domu yang setiap malam selalu menjemput suaminya dari lapo agar segera pulang ke rumah.

4. Anak laki-laki paling kecil pewaris rumah

Umumnya bagi keluarga Batak Toba, anak laki-laki paling kecil adalah yang akan mewarisi rumah sekaligus merawat orangtua.

Misalnya Sahat, anak laki-laki paling kecil di keluarga Pak Domu ini dianggap tidak berbakti lantaran menolak untuk pulang ke rumah.

Sedangkan dari sisi Sahat, diceritakan pula konflik antara ia dan Pak Domu yang timbul akibat sikap Pak Domu yang keras kepala.

5. Sarapan mi gomak

Mi gomak atau yang dikenal sebagai spaghetti orang Batak, sering dijadikan sarapan. Melansir Kompas.com, Selasa (8/6/2021), mi gomak adalah masakan khas Batak berupa mi lidi rebus berkuah santan bumbu kuning.

Rasa mi gomak bakal lebih nikmat dan otentik kalau menggunakan andaliman, merica khas Batak.

Disebut mi gomak, lantaran cara pengambilan mi nya menggunakan tangan (digomak), seperti yang dilakukan Mak Domu saat menghidangkan mi gomak di meja makan.

6. Martutur

Kalau martarombo dilakukan untuk mengetahui silsilah urutan marga, nomor urut keluarga, dan asal muasal, maka martutur adalah kebiasaan yang kerap dilakukan orang Batak untuk menentukan panggilan.

Seperti sebutan tulang pada laki-laki yang satu marga dengan ibu, dan sebutan nantulang untuk istri dari tulang.

Atau namboru untuk perempuan yang satu marga dengan ayah dan amangboru yang menjadi suami dari namboru.

Salah martutur tampak pada adegan ketika Sahat ditertawakan tamu yang datang ke pesta sulang-sulang pahompu, lantaran penyebutan panggilan yang tidak tepat.

https://travel.kompas.com/read/2022/06/23/191000227/6-unsur-kehidupan-orang-batak-dalam-film-ngeri-ngeri-sedap-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke