Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Wisata Alam dan Konservasi, Bisakah Berjalan Beriringan?

KOMPAS.com - Peminat wisata alam semakin meningkat pasca pemulihan pandemi Covid-19 belakangan ini. 

Ini berarti semakin banyak pula orang yang berkumpul dan memanfaatkan sumber daya di alam. Sehingga, semakin besar pula potensi pencemaran lingkungan di sekitarnya.

Namun, sebenarnya, konservasi dan wisata alam bisa berjalan beriringan dengan sejumlah upaya dan kondisi.

"Saat ini, kegiatan jalan-jalan bisa juga dilakukan sambil kita mengupayakan pelestarian lingkungan,” ujar Direktur Wisata Minat Khusus Kemenparekraf Alexander Reyaan, dalam Indonesia Tourism & Business Event Forum yang digelar di JCC, Jakarta, Selasa (16/8/2022).

Salah satu contohnya yaitu aplikasi carbon footprint yang dapat menghitung perjalanan wisatawan, kemudian dikonversi menjadi jumlah tanaman atau biaya yang dibayarkan, sebagai pengganti jejak karbon.

Senada, perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyampaikan bahwa konservasi bisa berdampingan dengan wisata alam.

"Konservasi sesuatu yang bersamaan dengan wisata alam ya, jika saja wisatawan, misalnya taman nasional dan lain-lain itu, mau mematuhi aturan-aturan yang ditetapkan oleh pengelola,” ujar Tri, perwakilan dari Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya alam dan Ekosistem KLHK.

Sebagai contoh, lanjut dia, untuk pendakian gunung, beberapa taman nasional mewajibkan para pendaki mendata potensi sampah yang mereka bawa.

"Didata, kemudian saat mereka turun, akan dicek kembali. Apakah sampah tersebut dibawa atau tidak?” tuturnya.

Akhirnya, para pendaki itu di-blacklist atau dilarang untuk mendaki, sampai dua tahun ke depan.

Kemudian, informasi ini disampaikan di media sosial TN Gunung Rinjani dan mendapatkan berbagai respons positif dari netizen.

"Mereka bilang ‘Kenapa cuma dua tahun? Kenapa di-blacklist hanya di Gunung Rinjani saja? Kenapa tidak di seluruh taman nasional yang ada di Indonesia?’ Jadi kami melihat mulai adanya kesadaran tinggi dari para pengunjung terhadap isu konservasi,” jelas Tri.

Di samping itu, Tri memandang para pengelola wisata alam juga sudah menyampaikan dengan baik rambu-rambu yang harus dipatuhi.

Sehingga, para wisatawan dapat ikut terlibat dalam pelestarian lingkungan, meski tidak menyadarinya secara langsung.

Hal itu membuat upaya konservasi menjadi sesuatu yang menyenangkan.

Pariwisata sebagai industri ramah lingkungan

Menurut Board Member Taman Safari Indonesia John Sumampau, konservasi sangat erat kaitannya dengan pariwisata alam, asalkan bisa dikemas dengan menarik.

Lebih jauh, ia menilai pariwisata sebagai salah satu industri yang paling ramah lingkungan.

"Karena memang namanya pariwisata atau tourism, di mana kita datang, itu kita lihat-lihat, pulang tanpa meninggalkan apa-apa atau sesuatu di alam tersebut. Jadi industri ini dibandingkan sama industri lainnya, paling ramah lingkungan, semestinya,” imbuh dia.

John mencontohkan Gili Trawangan sebagai salah satu lokasi penerapan konservasi lingkungan yang sukses.

Ia bercerita, awalnya pulau di Lombok itu termasuk pulau yang cukup terbelakang, termasuk dari segi pelestarian lingkungan.

Saat itu, masih banyak pula masyarakat yang melakukan pencemaran, seperti melakukan pengeboman ikan.

Namun, kesadaran akan pelestarian lingkungan perlahan tumbuh seiring dengan semakin berkembangnya pariwisata di lokasi tersebut.

Misalnya, banyak masyarakat yang sadar akan pelestarian terumbu karang sebagai salah satu potensi daya tarik wisata.

"Masyarakat jadi cukup proaktif bahkan sangat aktif melindungi terumbu karang di sana. Alhasil pariwisata makin maju, masyarakatnya pun makin aktif melindungi,” tutur John.

Ia berharap akan semakin banyak program menarik sehingga konservasi tidak dianggap sebagai hal yang berat atau menyulitkan.

"Jadi, operator ada andilnya, bagaimana menciptakan konservasi menjadi kata yang fun, positif, inklusif, bisa bermanfaat, agar yang datang juga turut berparitispasi,” pungkasnya.

https://travel.kompas.com/read/2022/08/17/070500827/wisata-alam-dan-konservasi-bisakah-berjalan-beriringan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke