BANDA NEIRA, KOMPAS.com - Pulau Rhun adalah salah satu desa atau gugusan pulau di Kecamatan Banda, Maluku Tengah, Maluku.
Dari Ambon, ibu kota Provinsi Maluku, perjalanan ke Rhun harus melalui Pulau Neira. Pulau Neira sendiri merupakan ibu kota Kecamatan Banda, yang berjarak sekitar 22 kilometer dari Rhun.
Kompas.com mengunjungi pulau berpenduduk 2.000 jiwa ini, pada Senin (31/10/2022) lalu. Saat perahu merapat, terdapat dermaga panjang yang kebetulan di tengahnya terdapat sejumlah nelayan sedang mengurusi tangkapan ikan.
Meski tidak menyelam, ikan-ikan berwarna-warni di dasar laut yang ada di pulau tersebut nampak terlihat jelas. Airnya jernih, dan beberapa burung nampak beterbangan memangsa ikan dari dalam air.
Luas Pulau Rhun memang hanya sekitar 6 kilometer persegi atau 600 hektar. Namun, kekayaan alam dan rempah-rempah berupa pala di pulau ini mencatatkan sejarah, sehingga menjadi rebutan bangsa Eropa.
Meski termasuk kecil dan tidak punya banyak situs bersejarah untuk dikunjungi layaknya Pulau Neira, pulau Rhun cukup bisa dinikmati dari keindahan laut dan aktivitas air, selain untuk mengenal sejarahnya.
Berikut beberapa fakta tentang pulau yang dipertukarkan oleh orang Belanda dan Inggris ini.
Menurut warga sesepuh bernama Burhan, pulau Rhun merupakan pulau terjauh paling barat di kepulauan Banda.
“Pemekaran kecamatan Banda, tadinya ada tiga RT (Rukun Tetangga) sekarang jadi tujuh RT. Dengan 500 KK (kepala keluarga), 85 persen populasi di sini berasal dari suku Sulawesi Tenggara, sisanya Jawa, Makassar, Bugis, dan lain-lain,” ujar Burhan.
Ia menambahkan, hingga hari ini, penduduk asli Rhun sudah tidak bertempat tinggal di pulau tersebut. Sebab, saat para penjajah datang, penduduk asli Rhun tidak rela dan memilih untuk meninggalkan tempat mereka.
Pada zaman dahulu, kata Burhan, Pulau Rhun disebut sebagai daerah dengan tumbuhan pala yang tersubur di kepulauan Banda.
Tanaman bernama pala atau bahasa Latinnnya Myristica Fragrans, saat itu menjadi komoditas yang menggerakkan perniagaan lintas benua. Dulu, harganya bahkan lebih mahal daripada kepingan emas.
Anugerah itulah yang menyebabkan Inggris dan Belanda beradu untuk mendapatkan Rhun, sehingga mengakibatkan pecahnya beberapa perang selama abad ke-17.
Pada awal abad ke-17, VOC (Verenigde Oostindische Compagnie atau kongsi dagang Belanda), tiba di Kepulauan Banda dan mulai menguasai satu per satu pulau utamanya, seperti dikutip Kompas.com.
VOC berhasil menguasai Banda dengan melakukan genosida terhadap penduduk aslinya, sehingga dari 15.000 jiwa penduduk menjadi tersisa 600 orang saja. Bahkan, banyak penduduk tersisa yang memilih hengkang dari Banda.
Pihak VOC pun mengimpor buruh kebun dari daerah-daerah lain di Nusantara, untuk menggarap perkebunan pala di Banda.
Bersamaan dengan kekuasan VOC di pulau-pulau besar Banda, Inggris datang untuk mendirikan koloni di pulau-pulau kecil seperti Pulau Rhun dan Ay, pada tahun 1616.
Melihat Inggris bertahan, VOC merasa curiga dan menganggap Inggris sebagai ancaman yang ingin memonopoli perdagangan pala.
"Di Banda, hampir semua wilayah dikuasai Belanda, kecuali Rhun, karena Rhun dikuasai Inggris. Kenapa Inggris bertahan di Rhun? Di zaman itu, palanya lebih banyak daripada pala di Pulau Banda," terang Burhan.
Akhirnya, kata dia, Belanda dan Inggris terlibat dalam peperangan selama lima abad atau 50 tahun. Sebabnya tentu karena Belanda ingin menguasai Kepulauan Banda sepenuhnya, namun Inggris masih bertahan di Pulau Rhun.
Pada tahun 1621, Belanda akhirnya berhasil menguasai 10 dari 11 pulau di Banda, kecuali Pulau Rhun.
Demi memeroleh Pulau Rhun, pada 31 Juli 1667, Belanda dan Inggris menandatangani Perjanjian Breda yang salah satu isinya tentang kesepakatan tukar guling antara dua pulau.
"Pulau Rhun yang sebelumnya dikuasai Inggris menjadi milik Belanda. Adapun Pulau Nieuw Amsterdam (kini Manhattan) di Amerika yang awalnya koloni Belanda resmi menjadi hak Inggris," katanya.
Burhan menjelaskan, perjanjian tersebut menjadi akhir atau pereda ketegangan antara Belanda dengan Inggris. Meski luas Nieuw Amsterdam 18 kali lipat dari Rhun, kesepakatan pada saat itu sangat menguntungkan Belanda.
Memiliki Pulau Rhun artinya membuat Belanda dapat menguasai keseluruhan Kepulauan Banda, satu-satunya kawasan penghasil pala di dunia kala itu.
Usai mendengarkan pemaparan kisah sejarah Pulau Rhun dari penduduk setempat, saatnya mengeksplorasi salah satu peninggalan bersejarah di pulau ini, yaitu Rumah Besi.
Untuk mengunjungi Rumah Besi, pengunjung harus berjalan beberapa ratus meter, dengan menaiki tangga berjumlah kurang lebih 250 buah.
Setelah berjalan sekitar 20 menit menaiki tangga, Kompas.com akhirnya sampai di Rumah Besi yang sudah tidak terlalu terbentuk. Sisa bangunan Rumah Besi hanya berupa beberapa tiang dan atap.
Seorang sejarawan lokal Banda bernama Lukman A. Ang menyampaikan, rumah besi di atas bukit ini dulunya dibangun sebagai tempat pengasapan pala.
"Tapi berhubung suhu yang ada di dalam ruangan ini terlalu panas, membuat biji-biji pala yang ada di dalam ruangan menjadi gosong."
"Akibatnya, tempat ini tidak lagi dipergunakan sebagai pengasapan pala," tutur Lukman.
Sesuai dengan cerita Lukman, cuaca di area Rumah Besi tersebut memang cukup terik, meski waktu sudah menunjukkan pukul 16.16 WITA.
"Mereka (orang Belanda) jadinya membuat tempat pengasapan pala yang baru di daerah lain. Tempat ini jadi terbengkalai dan sisa puingnya dijarah oleh penduduk," imbuh Lukman.
Ia juga menjelaskan bahwa di tempat tersebut, para pekerja perkebunan pala maupun pengasapan pala semuanya merupakan orang Indonesia yang tidak dibayar atau diberi upah.
https://travel.kompas.com/read/2022/11/06/160700827/mengunjungi-pulau-rhun-di-banda-pernah-ditukar-dengan-manhattan