Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenang 26 Desember 2004 di Museum Tsunami Aceh

BANDA ACEH, KOMPAS.com - Suara Mila bergetar ketika menceritakan kembali momen saat dirinya menjadi saksi hidup peristiwa tsunami di Banda Aceh, 26 Desember 2004 silam.

Perempuan bernama lengkap Armila Yanti itu kini menjadi edukator Museum Tsunami. Masih lekat di ingatannya suasana kacau usai peristiwa tsunami.

Termasuk ketika harus antre air bersih dengan warga-warga Aceh lainnya di depan Masjid Baiturrahman, bangunan yang masih terselamatkan dari terjangan gelombang tsunami.

"Saya (saat peristiwa tsunami) ada di Aceh. Saya ngerasain yang di depan Masjid Baiturrahman saat shalat subuh antre air bersih di depan," tuturnya kepada tim Merapah Trans-Sumatra 2022 Kompas.com di Museum Tsunami, Banda Aceh, Selasa (29/11/2022).

Hal itu diceritakan olehnya ketika kami tiba di ruangan tersakral di museum tersebut yang diberi nama Sumur Doa. Di dalam ruangan berbentuk lingkaran dan langit-langit tinggi itu tertulis 3.600 nama korban tsunami Aceh pada dindingnya.

Lampu kuning temaram memberikan sedikit pencahayaan di ruangan yang terbilang sempit itu. Audio yang terdengar sibuk juga diputarkan dan menggema dalam ruangan, membuat kami merinding selama berdiri di sana.

Sayangnya, nama-nama tersebut hanyalah sekitar 20 persennya saja. Sementara korban-korban lainnya tidak ditemukan identitasnya.

"Cuma sebagian. Dari 100 persen, yang terdata cuma sekitar 20 persen. Ini jumlahnya 3.600 nama," tuturnya.

Kendati demikian, banyak anggota keluarga korban datang ke Museum Tsunami untuk memanjatkan doa, terutama di Sumur Doa tersebut.

Bagi mereka, datang ke sana terutama setiap 26 Desember sudah sama seperti ziarah.

"Ruangan ini paling sakral, paling digemari masyarakat Aceh untuk datang memanjatkan doa. Hampir sama seperti berziarah," sambung Mila.

Peristiwa tsunami Aceh sudah 18 tahun yang lalu. Menurut Mila, warga Banda Aceh sebetulnya tidak lagi terlalu terlarut dalam kesedihan jika mengingat peristiwa tersebut. Namun berbeda ketika memasuki bulan Desember.

"26 Desember kami masyarakat Aceh kayak gimana, gitu. Kayak teringat. Walaupun sudah delapan tahun. Hari itu kayak lain, agak berbeda," katanya sambil menahan haru.

"Mungkin karena sudah mendekati bulan Desember. Makanya agak teringat. Kami juga sudah slow, biasa saja. Tapi kalau Desember, sudah mulai terbawa."

Hati terasa pilu ketika Mila membawa kami ke ruangan lainnya.

Di sana, terdapat replika benda-benda yang menjadi temuan saat peristiwa tsunami Aceh. Misalnya, sebuah jam yang jatuh dan jarumnya berhenti pada momen ketika tsunami terjadi.

Lainnya adalah replika kapal besar yang semula bersandar di Pantai Ulee Lhue, kemudian terbawa gelombang tsunami hingga menyapu sejumlah rumah warga.

Ketika surut, terdapat empat atau lima rumah di bawah kapal tersebut dengan sejumlah korban masih berada di dalamnya.

"Jadi keluarganya setiap Desember datang memanjatkan doa, berziarah. Kan kita enggak tahu ke mana. "Saya ninggalin orangtua, anak saya di bawah (kapal)". Jadi mereka berpikir, memanjatkan doa, berziarah di sana," tutur Mila.

Adapun museum rancangan Ridwan Kamil itu terbagi menjadi empat lantai. Di masing-masing lantai terdapat empat hingga lima zona. Namun, lantai paling atas ditutup untuk umum dan baru akan dibuka untuk evakuasi jika terjadi tsunami.

Pada kesempatan tersebut, ia turut memperkenalkan salah satu inovasi teranyar yang baru dihadirkan awal November 2022. 

Inovasi tersebut berupa layar lebar yang panjangnya hampir memenuhi seisi ruangan. Tidak ada lampu di ruangan tersebut kecuali cahaya dari layar.

Pada layar ditampilkan detik-detik terjadinya tsunami, mulai dari air laut yang surut terlebih dahulu sehingga ikan-ikan di pantai terlihat.

Tidak lama, air tersebut kembali mendekati layar. Gelombangnya tampak deras dan tampak nyata karena dilengkapi audio pendukung yang kencang. Lagi-lagi, di ruangan itu kami merasa merinding.

Nantinya, terjangan tsunami tersebut akan mencapai lantai sehingga pengunjung akan merasa seperti ikut tersapu gelombang.

"Proyek ini belum sepenuhnya siap. Nanti gelombangnya akan sampai sini (kaki). Rencananya tahun depan," kata Mila.

Efeknya begitu nyata. Sehingga, kata Mila, museum tidak akan memaksa keluarga korban untuk masuk ke ruangan tersebut karena khawatir masih menyimpan trauma.

Ia menambahkan, pihak museum akan terus menghadirkan inovasi baru agar orang-orang mau terus datang ke Museum Tsunami, sehingga peristiwa tersebut akan terus berada di dalam ingatan.

"Kami akan ciptakan terus (inovasi) agar generasi muda datang terus (ke museum). Kami terus bebenah dari tahun ke tahun."

"Gimana, ya. Kami berpikir kalau Museum Tsunami ini kan khusus. Kami mencari terus apa lagi nih supaya enggak vakum, supaya orang enggak lupa biar ada mitigasinya," kata Mila.

https://travel.kompas.com/read/2022/12/01/180238927/mengenang-26-desember-2004-di-museum-tsunami-aceh

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke