KOMPAS.com - Satu per satu warga Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT) tampak mulai memadati Anjungan NTT di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Sabtu (18/2/2023) sore.
Mereka datang dari berbagai penjuru ibu kota dalam rangka merayakan ritual adat tahunan "Festival Reba", yang akhirnya digelar setelah dua tahun berlangsung terbatas akibat pandemi Covid-19.
Buat mereka, ini menjadi momen istimewa karena bisa berkumpul dengan sesama warga NTT, khususnya yang berasal dari Bajawa.
Maria dan Olga, misalnya, warga Desa Bajawa, Ngada yang kini tinggal di Jakarta itu. Sejak 2015, mereka mengikuti ritual adat tersebut lantaran merasa kerinduan akan kampung halaman terobati.
"Di kampung kami memang ada acara seperti ini, dalam rangka perayaan ucapan syukur hasil panen baru, kasih makan para leluhur setahun sekali."
"Dari 2015 kuliah di sini sampai kerja, kita rutin ke sini, kan rindu kampung juga," ujar Maria saat ditemui Kompas.com di Anjungan NTT TMII Jakarta, Sabtu.
Hal serupa juga disampaikan oleh Lexa, yang meskipun bukan warga dari Desa Bajawa, namun turut antusias mengikuti upacara ini.
Lexa adalah warga dari Nagekeo, Ngada yang berkuliah di Jakarta. Ia merasa Ritual Reba jadi kesempatan baik untuk bertemu sesama warga NTT di perantauan.
"Karena aku kuliah di sini jadi kalau ada momen ritual adat kayak gini, datang," tuturnya.
Sekilas tentang Pesta Reba
Adapun Pesta Reba merupakan upacara syukur masyarakat Ngada, di Flores, NTT atas penyelenggaraan Dewa Zeta Nitu Zale, yaitu ucapan terima kasih kepada Wujud Tertinggi yang dipercayai masyarakat Ngada sejak ribuan tahun silam.
Ketua Paguyuban Keluarga Besar Ngada Jabodetabek Damianus Bilo menjelaskan, perayaan syukur ini biasanya dirayakan pada Januari-Februari, bertepatan dengan musim hujan dan musim panen masyarakat Ngada.
"Reba Ngada itu adalah tradisi yang berlangsung di Ngada. Masyarakat Ngada mengadakan upacara syukuran dalam kegembiraan untuk mensyukuri segala pemberian yang Tuhan berikan di dalam kehidupan," tuturnya.
Terutama, kata dia, kecukupan untuk kesehatan, makanan yang berlimpah dan merayakan itu sebagai sebuah syukuran bersama.
Sedangkan untuk tanggal pelaksanaan, ritus (seremonial) Reba ditentukan berdasarkan kalender adat yang disebut paki sobhi (tahun sisir) atas petunjuk seorang Mori kepo vesu (pemegang adat istiadat) sebagai pihak yang berwenang.
Setiap kampung di Ngada pun punya keunikan masing-masing untuk perayaan dan biasanya melakukan upacara secara bergilir selama periode tersebut.
Kendati berbeda-beda dari satu suku atau kelompok masyarakat di Ngada, perayaan Reba umumnya memiliki tiga tahap utama, yakni Kobe Dheke, Kobe dhai, dan Kobe Su’i.
Lalu, setiap tahap memiliki tiga elemen tetap yaitu doa (kena Ine Ema), kurban (dhi fedhi nee puju pia), dan perjamuan (ka maki reba/toka wena ebu) atau makan bersama.
"Perayaan Reba sebenarnya merupakan perayaan simbolis dari rancang bangun religiusitas orang Ngada, rancang bangun dari relasi manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan lingkungannya," imbuh Romo Edu Dopo, perwakilan Komunitas Masyarakat Ngada di Jakarta, dalam kesempatan serupa, Sabtu.
https://travel.kompas.com/read/2023/02/19/115417627/festival-reba-bajawa-di-tmii-obati-rindu-kampung-halaman-warga-ntt
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan