Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Melihat-lihat Manuskrip Kuno di MCC Malang, Usianya Ratusan Tahun

MALANG, KOMPAS.com - Manuskrip kuno dan logam penanggalan berjejer rapi dalam etalase di salah satu stan pameran buku Creative Book Fair 2023.

Stan dari Perpustakaan Sejarah dan Budaya (PSB) Puspa Lulut itu menjadi salah satu yang cukup banyak dikunjungi dalam kegiatan di Lantai 3, Gedung Malang Creative Center (MCC).

Setiap hari, ada sekitar 15 sampai 20 orang yang datang ke stan tersebut sejak pameran dibuka mulai 2 Maret sampai besok, Senin (6/3/2023).

"Kebanyakan anak-anak muda yang datang, seperti anak kuliah, anak SMA, pernah juga ada bule dari Jerman. Mereka antusias ingin tahu tentang manuskrip kuno dan logam penanggalan tua," kata pemilik PSB Puspa Lulut, Lulut Edi Santoso pada Minggu (5/3/2023).

Lulut mengatakan, dirinya membawa manuskrip kuno seperti Al Qur'an, kemudian naskah Tasawuf Islam Jawa dengan aksara atau huruf Jawa yang diperoleh dari Papua.

Selain itu, terdapat dokumen cerita Babat Demak, kisah asal negeri Tiongkok tentang Tongtian dan lainnya.

Rata-rata manuskrip tersebut dibuat dengan tulisan tangan di atas kulit kayu dan diprediksi sudah ada sejak tahun 1.700-1.900.

"Ini ada yang saya temukan sekitar tiga bulan lalu di Pujon Lor, Kabupaten Malang. Ini manuskrip Tasawuf Islam Jawa, perkiraannya tahun 1.800-1.900."

"Uniknya tulisannya bahasa Arab tetapi bahasanya Jawa. Ini masih berjamur karena sempat terendam terkena air hujan di Mushola," katanya sambil menunjukkan manuskrip tersebut.

Lulut juga memiliki naskah kuno tentang aturan penggunaan bahasa pada era kolonial Hindia Belanda yang diperbolehkan lebih dari satu, serta dokumen lawas lainnya yang berkaitan dengan aturan itu.

Ini termasuk surat pertanahan dengan dua bahasa, yakni Jawa dan Tiongkok.

"Saya memiliki dokumen aturan Pemerintah Hindia Belanda yang mengeluarkan aturan tentang tata aksara lokal tahun 1898."

"Ini juga ada dokumen lain sebagai contoh, ini surat pertanahan menggunakan dua bahasa yakni Jawa dan Tiongkok karena melibatkan dua pihak atau etnis berbeda," katanya.

Bentuknya, ada yang seperti lempengan dan pada bagian atas-tengah terdapat gambar wajah berciri kerajaan Hindu-Buddha. Kemudian juga terdapat logam penanggalan berbentuk bulat dan panjang.

Lulut belum mengetahui secara pasti, apakah benda-benda tersebut merupakan kuno atau tidak dan masih mencari tahu asal-usulnya.

Namun, diketahuinya penggunaan kalender kuno juga bisa untuk menentukan siklus pertanian, seperti kapan musim cocok tanam dan masa panen.

"Ini penanggalan kuno, ada yang pancawara, saptawara, dan ada yang enam hari. Saya belum tahu asal usulnya seperti apa benda ini, karena ini simbol, bukan huruf atau aksara."

"Tetapi penggunaan kalender kuno ini merupakan tradisi masyarakat Austronesia. Di Ponorogo dan Trenggalek masih kuat digunakan," katanya bercerita.

Bagi Lulut, semangatnya dalam mengumpulkan benda dan manuskrip kuno hanya bertujuan untuk melestarikan. 

Ia ingin agar anak-anak muda bisa lebih menerima benda-benda kuno, misalnya dilanjutkan berbentuk cerita komik.

Selain itu, dia ingin menghapus stigma benda kuno menjadi bagian dari hal-hal mistis.

"Seperti penanggalan ini, meski bentuknya seperti ini, kan sebenarnya itu primbon atau suatu pedoman, bukan sesuatu klenik atau mistis, ini yang banyak disalahartikan oleh masyarakat saat ini," katanya.

https://travel.kompas.com/read/2023/03/05/161400827/melihat-lihat-manuskrip-kuno-di-mcc-malang-usianya-ratusan-tahun

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke